Kamis, 27 April 2017

Kisah 2 Orang Remaja yang Membunuh Abu Jahal di Perang Badar



Kisah 2 Orang Remaja yang Membunuh Abu Jahal di Perang Badar
Oleh : Abdul Aziz

Kedua pemuda yang masih belia ini mempunyai kisah hidup yang tidak pernah terpikir atau terbesit di dalam benak siapapun. Pertama adalah Muadz bin Amr bin Jamuh, usianya baru empat belas tahun. Sementara yang kedua adalah Muawwidz bin Afra’, usianya baru tiga belas tahun. Akan tetapi, dengan penuh antusias keduanya bergegas ikut serta bergabung bersama pasukan kaum muslimin yang akan berangkat menuju lembah Badar.
Kedua pemuda belia ini memiliki nasib baik karena tubuh keduanya terlihat kuat dan usianya terlihat relatif lebih dewasa. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima keduanya masuk dalam skuad pasukan kaum muslimin yang akan berperang melawan kaum musyrikin pada perang Badar. Meskipun usia mereka masih sangat muda belia, tetapi ambisi mereka jauh lebih hebat dan lebih besar daripada ambisi para orang tua atau kaum lelaki yang lain.
Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu (dalam Shahih Al-Bukhari) menggambarkan sikap dan tindakan yang sangat ajaib dari kedua pemuda pemberani ini! Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu menuturkan :
“Pada perang Badar, saya berada di tengah-tengah barisan para Mujahidin. Ketika saya menoleh, ternyata di sebelah kiri dan kanan saya ada dua orang anak muda belia. Seolah-olah saya tidak bisa menjamin mereka akan selamat dalam posisi itu.”
Kedua pemuda belia itu adalah Muadz bin Amr bin Jamuh dan Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhuma. Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu sangat heran melihat keberadaan kedua anak muda belia ini di dalam sebuah peperangan yang sangat berbahaya seperti perang Badar. Abdurrahman merasa khawatir mereka tak akan mendapatkan bantuan atau pertolongan dari orang-orang di sekitar mereka berdua, disebabkan usia keduanya yang masih muda.
Lalu Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu melanjutkan kisahnya dengan penuh takjub :
“Tiba-tiba salah seorang dari kedua pemuda ini berbisik kepada saya, ‘Wahai Paman, manakah yang bernama Abu Jahal?” Pemuda yang mengatakan hal ini adalah Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu Ia berasal dari kalangan Anshar dan dirinya belum pernah melihat Abu Jahal sebelumnya. Pertanyaan mengenai komandan pasukan kaum musyrikin, sang lalim penuh durjana di Kota Mekkah dan “Fir’aun umat ini”, menarik perhatian Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu. Lantas ia pun bertanya kepada anak muda belia tadi, “Wahai anak saudaraku, apa yang hendak kamu lakukan terhadapnya?
Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu berkata, “Saya mendapat berita bahwa ia adalah orang yang pernah mencaci maki Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demi Allah yang jiwa saya dalam genggaman-Nya! Jika saya melihatnya, pupil mata saya tidak akan berkedip memandang matanya hingga salah seorang di antara kami terlebih dahulu tewas (gugur).
Abdurrahman bin Auf Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Seorang pemuda belia yang lain (Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu) menghentak saya dan mengatakan hal yang serupa.” Lalu Abdrurahman melanjutkan kisahnya, “Tiba-tiba saja saya melihat Abu Jahal berjalan di tengah-tengah kerumunan orang ramai. Saya berkata, “Tidakkah kalian melihat orang itu? ia adalah orang yang baru saja kalian tanyakan kepadaku!”
Melihat Abu Jahal, darah amarah kedua pahlawan belia ini pun membara. Tekad bulat mereka semakin mantap untuk merealisasikan tugas yang sangat mulia, yang senantiasa bergeliat dalam mimpi dan benak pikiran meraka.
Sekarang, mari kita simak bersama penuturan Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu ketika ia menggambarkan situasi yang sangat menakjubkan tersebut, seperti yang terdapat dalam riwayat Ibnu Ishaq dan di dalam kitab Ath-Thabaqat karya Ibnu Sa’ad.
Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Saya mendengar kaum musyrikin mengatakan, ‘tidak seorang pun dari pasukan kaum muslimin yang dapat menyentuh Al-Hakam (Abu Jahal)’.” Saat itu, Abu Jahal berada di tengah-tengah kawalan ketat laksana pohon yang rindang.
Abu Jahal, sang komandan terkemuka dari bangsa Quraisy datang dalam iring-iringan para algojo dan orang-orang kuat laksana hutan lebat. Mereka melindungi dan membelanya. Ia adalah simbol kekufuran dan komandan pasukan perang, sehingga sudah pasti jika pasukan batalyon terkuat di kota Mekkah dikerahkan untuk melindungi dan membelanya. Di samping itu, kaum musyrikin juga saling menyerukan, “Waspadalah, jangan sampai pemimpin dan komandan kita (Abu Jahal) terbunuh!” Mereka mengatakan, “Tidak seorang pun musuh yang dapat menyentuh Abul-Hakam (Abu Jahal)!”
Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Ketika saya mendengarkan perkataan itu, saya pun semakin membulatkan tekad. Saya memfokuskan diri untuk mendekatinya. Ketika tiba waktunya, saya langsung menghampirinya dan memukulkan pedang kepadanya hingga setengah kakinya (betis) terputus.”
Subhanallah! Hanya satu sabetan pedang dari tangan anak muda belia ini, betis seorang lelaki (Abu Jahal) putus dalam sekejap.
Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu menuturkan, “Pada perang itu (Badar), anaknya (Abu Jahal), Ikrimah -pada waktu itu ia masih musyrik – menebas lengan saya dengan pedangnya hingga hampir terputus dan hanya bergantung pada kulitnya saja.”
Tangan pemuda belia itu hampir terpisah dari tubuhnya, hanya bergantung pada kulitnya saja. Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu kehilangan lengan tangannya di jalan Allah!
Muadz bin Amr bin Jamuh Radhiyallahu ‘anhu melanjutkan kisahnya,
“Pada hari itu, saya benar-benar berperang seharian penuh. Tangan saya yang hampir putus itu hanya bergelantungan di belakang. Dan ketika ia menyulitkan saya, saya pun menginjaknya dengan kaki, lalu saya menariknya hingga tangan saya terputus.”
Ia justru memisahkan tangan dari jasadnya agar bisa mengobarkan jihad dengan bebas dan leluasa! Subhanallah! Lantas, di mana teman pesaingnya untuk membunuh si durjana dan si lalim kelas kakap itu? Di mana Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu?
Lalu Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu melintas di hadapan Abu Jahal yang sedang terluka parah, kemudian ia pun menebasnya dengan pedang. Kemudian membiarkannya dalam keadaan tersengal-sengal dengan nafas terakhirnya.
Maksudnya, Muawwidz bin Afra’ Radhiyallahu ‘anhu juga berhasil merealisasikan tujuan dan cita-citanya. Ia menebas Abu Jahal dengan pedang di kala ia berada di tengah-tengah kerumunan para pengawal dan pelindungnya. Namun, ia berhasil memukul Abu Jahal hingga membuatnya terjungkal ke tanah seperti orang yang tak berdaya, tetapi ia masih mempunyai sisa-sisa nafas terakhir. Seperti yang sudah kita ketahui, bahwa Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu datang untuk menghabisi nyawa Abu Jahal.
Demikianlah keadaaannya. Kedua pahlawan cilik ini berlomba-lomba dan bersaing untuk menghabisi si durjana, yang pada akhirnya mereka mendapat nilai seri!
Lantas keduanya datang menjumpai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Masing-masing mengatakan, “Saya telah membunuh Abu Jahal, wahai Rasulullah!”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada mereka berdua sebagaimana yang terdapat di dalam riwayat Al Bukhari dan Muslim, “Apakah kalian telah menghapus (bercak darah yang menempel pada) pedang kalian?“ mereka berdua menjawab, “Belum.” Maka beliau melihat kedua pedang pahlawan cilik tersebut. Lantas beliau bersabda, “Kalian berdua telah membunuhnya.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyimpulkan bahwa kedua pahlawan- belia itu memperoleh nilai yang sama dan seri.


Hikmah:
Dari pemaparan kisah teladan yang mengagumkan tadi, kita dapat mengambil beberapa hikmah yang dapat dipetik dan pelajaran berharga yang tidak akan tergantikan nilainya, diantaranya adalah:
1.        Kedua pemuda ini masih sangat belia sekali, dan dimasa usia mereka, sebagian besar biasanya dihabiskan dengan bermain, belajar atau kegiatan-kegiatan lain yang lumrah dilakukan oleh anak-anak seumuran mereka. Tetapi tidak dengan 2 pemuda ini, mereka malah turun ke medan perang tanpa rasa takut sedikitpun, mereka tidak memikirkan hidupnya walaupun dalam keadaan yang sangat terancam karena fisik mereka yang tidak terlalu kuat dan mungkin saja mereka tidak tahu akan taktik dalam sebuah perang. Tetapi semangat berjihad mereka di jalan Allah dan bukti kecintaan mereka kepada Rasulullah telah membuat mereka rela meninggalkan kenikmatan masa-masa muda mereka
2.        Kecintaan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat dalam telah mengobarkan semangat jihad dalam hati kedua pemuda ini. Selain karena Jihad di jalan Allah merupakan perintah agama, mereka ikut serta dalam perang dikarenakan mereka merasa tersakiti ketika ada orang yang mencaci maki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. walaupun mereka tidak ada keturunan darah maupun merupakan sanak keluarga dari Rasulullah, tetapi tetap saja mereka tidak menerima jika ada orang yang berani menghina Rasulullah.
3.        Abu Jahal adalah salah satu sosok kafir Quraisy yang paling ditakuti, karena dia adalah orang yang kaya raya, memiliki kekuasaan, dan sangat terpandang serta dihormati oleh orang-orang. Diapun merupakan tokoh yang paling keras dan sangat membenci Rasulullah atas ajakannya untuk menyembah Allah dan meninggalkan kebiasaan dalam menyembah berhala-berhala. Tetapi walaupun sosoknya paling berpengaruh di kalangan kaum Quraisy, nyatanya tidak merubah sedikitpun niat kedua pemuda ini untuk membunuhnya. Semangat mereka malah semakin berkobar, ketika mereka telah mengetahui sosok Abu Jahal itu dan mereka bersumpah untuk berperang melawannya walaupun dengan resiko gugur sebagai syuhada.
4.         Kaitannya dengan pendidikan Islam, memang tepat sekali jika Rasulullah menerapkan pendidikan aqidah kepada umatnya di Mekkah pada waktu itu. Terbukti. Dengan adanya aqidah yang kuat dan telah mengkristal dalam setiap hati umat Muslim, mereka rela melakukan apa saja demi Allah dan Rasul-Nya. Seperti 2 pemuda tangguh ini yang akhirnya berhasil membunuh Abu Jahal walaupun mereka harus rela kehilangan tangan mereka yang putus karena menyerbu langsung ke tengah-tengah wilayah musuh yaitu Abu Jahal yang pada saat itu dia dilindungi oleh banyak orang.
5.        Selain pendidikan Aqidah, Rasulullah juga memberikan pendidikan akhlak kepada umatnya. Beliau selalu menekankan kepada setiap Muslim untuk senantiasa melakukan akhlak-akhlak yang baik. Selain itu, Rasulullah juga memberikan langsung “suri tauladan” agar bisa dicontoh dan diikuti oleh umatnya. Hal ini rupanya memberi pengaruh pula kepada kedua pemuda mulia ini. Mereka jelas merasa tersakiti dan marah tatkala ada orang (Abu Jahal) yang seenaknya menghina dan mencaci maki Rasulullah, padahal mereka tahu persis mengenai akhlak mulia dari Rasulullah tersebut. Hingga mereka berhasrat untuk membunuh Abu Jahal dan akhirnya mereka berhasil melakukan tugas tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah tentang Ekonomi Islam

BAB    I PENDAHULUAN A.           Latar Belakang Islam merupakan agama yang kaffah , yang mengatur segala perilaku kehidupan ma...