Kamis, 27 April 2017

Makalah Masa Perkembangann Dewasa dan Tua



BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang
Manusia adalah makhluk istimewa yang diciptakan Tuhan karena memiliki akal budi. Melalui akal budi manusia dapat hidup sesuai dengan apa yang ada tempat dimana dia hidup. Perkembangan yang dialami manusia menjadikan dia lebih matang dalam menjalani kehidupan ini. Manusia adalah makhluk sosial yang eksploratif dan potensial. Manusia dikatakan makhluk yang eksploratif karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia sebagai makhluk potensial karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan secara nyata.  Selanjutnya manusia disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal memerlukan bantuan dari luar dirinya.
Sebagai akhir dari masa remaja adalah masa dewasa, atau biasa disebut dengan masa adolesen. Ketika manusia mnginjak masa dewasanya sudah terlihat adanya kematangan dalam dirinya. Kematangan jiwa tersebut menggambarkan bahwa manusia tersebut sudah menyadari makna hidupya. Sebagai akhir dari masa dewasa ini manusia akan menginjak masa tua atau masa lansia, dimana masa tua itu adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.





                                



B.          Rumusan Masalah
1.        Bagaimana perkembangan masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara fisik?
2.        Bagaimana perkembangan masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara kognitif?
3.        Bagaimana perkembangan masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara psikososial?

C.          Tujuan Penulisan
1.        Mengetahui perkembangan masa dewasa dan tua yang dilihat dari perkembangan secara fisik.
2.        Mengetahui perkembangan masa dewasa dan tua yang dilihat dari perkembangan secara kognitif.
3.        Mengetahui perkembangan masa dewasa dan tua yang dilihat dari perkembangan secara psikososial.





















BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan Masa Dewasa dan Tua
Dalam studi psikologi perkembangan kontemporer atau yang lebih dikenal dengan istilah perkembangan rentang hidup (life-span development), wilayah pembahasannya tidak lagi terbatas pada perubahan perkembangan selama masa anak-anak dan remaja saja, melainkan juga menjangkau masa dewasa, menjadi tua, hingga meninggal dunia. Hal ini adalah karena perkembangan tidak berakhir dengan tercapainya kematangan fisik. Sebaliknya, perkembangan merupakan proses yang berkesinambungan, mulai dari masa konsepsi berlanjut ke masa sesudah lahir, masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga menjadi tua. Perubahan-perubahan badaniah yang terjadi sepanjang hidup, mempengaruhi sikap, proses kognitif, dan perilaku individu. Hal ini berarti bahwa permasalahan yang harus diatasi juga mengalami-perubahan dari waktu ke waktu sepanjang rentang kehidupan.
Seperti halnya dengan remaja, untuk merumuskan sebuah definisi tentang kedewasaan tidaklah mudah. Hal ini karena setiap kebudayaan berbeda-beda dalam menentukan kapan seseorang menentukan status dewasa secara formal. Pada sebagian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas telah selesai atau setidak-tidaknya sudah mendekati selesai dan apabila organ kelamin anak telah mencapai kematangan serta mampu berproduksi.
Terlepas dari perbedaan dalam penentuan waktu dimulainya status kedewasaan tersebut, pada umumnya psikolog menetapkan sekitar usia 20 tahun sebagai awal masa dewasa dan berlangsung sampai sekitar usia 40 - 45, dan pertengahan masa dewasa berlangsung dari sekitar usia 40 ~ 45 sampai sekitar usia 65 tahun, serta masa dewasa lanjut atau masa tua berlangsung dari skitar usia 65 tahun sampai meninggal (Feldman, 1996).
Berikut ini akan diuraikan beberapa aspek perkembangan yang terjadi selama masa dewasa dan usia tua, yang meliputi perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial.
A.          Perkembangan Fisik
Dilihat dari aspek perkembangan fisik, pada awal masa dewasa kemampuan fisik mencapai puncaknya, dan sekaligus mengalami penurunan selama periode ini. Dalam pembahasan berikut akan diuraikan beberapa gejala penting dari perkembangan fisik yang terjadi selama masa dewasa, yang meliputi: kesehatan badan, sensor dan perseptual, serta otak.


1.        Kesehatan Badan
Bagi kebanyakan orang, awal masa dewasa ditandai dengan memuncaknya kemampuan dan kesehatan fisik. Mulai dari sekitar usia 18 hingga 25 tahun, individu memiliki kekuatan yang terbesar, gerak-gerak reflek mereka sangat cepat. Lebih dari itu, kemampuan reproduktif mereka berada di tingkat yang paling tinggi. Meskipun pada awal masa dewasa kondisi kesehatan fisik mencapai pancaknya, namun selama periode ini penurunan keadaan fisik juga terjadi. Sejak usia sekitar 25 tahun, perubahan-perubahan fisik mulai terlihat. Perubahan-perubahan ini sebagian besar lebih bersifat kuantitatif daripada kualitatif. Secara berangsun-angsur, kekuatan fisik mengalami kemunduran, sehingga lebih mudah terserang penyakit. Akan tetapi, bagaimanapun juga seseorang masih tetap cukup mampu untuk melakukan aktivitas normal. Bahkan bagi orang-orang yang selalu menjaga kesehatan dan melakukan olah raga secara rutin masih terlihat bugar.
Bagi wanita, perubahan biologis yang utama terjadi selama masa pertengahan dewasa adalah perubahan dalam hal kemampuan reproduktif, yakni mulai mengalami menopause atau berhentinya menstruasi dan hilangnya kesuburan. Pada umumnya, menopause mulai terjadi pada usia sekitar 50 tahun, tetapi ada juga yang sudah mengalami menopause pada usia 40. Peristiwa menopause disertai dengan berkurangnya hormon estrogen. Bagi sebagian besar perempuan, menopause tidak menimbulkan problem psikologis. Tetapi, bagi sebagian lain, menopause telah menyebabkan munculnya sejumlah besar gejala psikologis, termasuk depresi dan hilang ingatan. Sejumlah studi belakang ini menunjukkan bahwa problem-problem tersebut sebenarnya lebih disebabkan oleh reaksi terhadap usia tua yang dicapai oleh wanita dalam suatu masyarakat yang sangat menghargai anak-anak muda daripada peristiwa menopause itu sendiri (Feldman, 1996).
Bagi laki-laki, proses penuaan selama masa pertengahan dewasa tidak begitu kentara, karena tidak ada tanda-tanda fisiologis dari peningkatan usia seperti berhentinya haid pada perempuan. Lebih dari itu, laki-laki tetap subur dan mampu menjadi ayah anak-anak sampai memasuki usia tua. Hanya beberapa kemunduran fisik juga terjadi secara berangsur-angsur, seperti berkurangnya produksi air mani, dan frekuensi orgasme yang cenderung merosot.
Pada masa tua atau masa dewasa akhir, sejumlah perubahan pada fisik semakin terlihat sebagai akibat dari proses penuaan. Di perubahan-perubahan fisik yang paling kentara pada masa tua ini terlihat pada perubahan seperti rambut menjadi jarang dan beruban, kulit mengering dan mengerut, gigi hilang dan gusi menyusut, konfigurasi wajah berubah; tulang belakang menjadi bungkuk. Kekuatan dan ketangkasan fisik berkurang, tulang-tulang menjadi rapuh, mudah patah dan lambat untuk dapat diperbaiki kembali. Sistem kekebalan tubuh melemah, sehingga orang tua rentan terhadap berbagai penyakit, seperti kanker dan radang paru-paru.

2.        Perkembangan Sensori
Pada awal masa dewasa, penurunan fungsi penglihatan dan pendengaran mungkin belum begitu kentara. Akan tetapi, pada masa dewasa tengah perubahan-perubahan dalam penglihatan dan pendengaran merupakan dua perubahan fisik yang paling menonjol. Pada usia antara 40 dan 59 tahun, daya akomodasi mata mengalami penurunan paling tajam. Karena itu, banyak orang pada usia setengah baya mengalami kesulitan dalam melihat objek-objek yang dekat (Kline & Schieber, 1985). Sementara itu, pendengaran juga mengalami penurunan pada usia sekitar 40 tahun. Penurunan dalam hal pendengaran ini lebih terlihat pada sensitivitas terhadap nada tinggi. Dalam hal penurunan sensitivitas terhadap nada tinggi ini, terdapat perbedaan jenis kelamin, yakni laki-laki biasanya kehilangan sensitivitasnya terhadap nada tinggi lebih awal dibandingkan perempuan. Perbedaan jenis kelamin ini mungkin lebih disebabkan oleh pengaruh pengalaman laki-laki terhadap suara gaduh dalam pekerjaan sehari-hari, seperti pertambangan, perbengkelan, dan sebagainya.
Selanjutnya pada masa dewasa akhir, perubahan-perubahan sensori fisik melibatkan indera penglihatan, indera pendengaran, indera perasa, indera pencium, dan indera peraba. Perubahan dalam indera penglihatan pada masa dewasa akhir misalnya tampak pada berkurangnya ketajaman penglihatan dan melambatnya adaptasi terhadap perubahan cahaya. Biji mata menyusut dan lensanya menjadi kurang jemih, sehingga jumlah cahaya yang diperoleh retina berkurang itu, penurunan juga terlihat dalam kepekaan terhadap rasa dan bau. Dalam hal ini, kepekaan terhadap rasa pahit dan masam bertahan lebih lama dibandingkan kepekaan terhadap rasa manis dan asin (Santrock, 1995).

3.        Perkembangan Otak
Mulai masa dewasa awal, sel-sel otak juga berangsur-angsur berkurang. Tetapi, perkembangbiakan koneksi neural (neural connection), khususnya bagi orang-orang yang tetap aktif, membantu mengganti sel-sel yang hilang. Hal ini membantu menjelaskan pendapat umum bahwa orang dewasa yang tetap aktif, baik secara fisik, seksual, maupun secara mental, menyimpan lebih banyak kapasitas mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas demikian pada tahun-tahun selanjutnya.
Hilangnya sel-sel otak dari sejumlah orang dewasa diantaranya disebabkan oleh serangkaian pukulan kecil, tumor otak, atau karena terlalu banyak minum minuman beralkohol. Semua ini akan semakin merusak otak, menyebabkan terjadinya erosi mental, yang sering disebut dengan kepikunan (senility)
B.          Pekembangan Kognitif
Salah satu pertanyaan yang paling banyak menimbulkan kontroversial dalam studi tentang perkembangan rentang hidup manusia adalah apakah kemampuan kognitif orang dewasa, seperti memori, kreativitas, inteligensi, dan kemampuan belajar, paralel dengan penurunan kemampuan fisik? Pada umumnya orang percaya bahwa proses kognitif -belajar, memori, dan inteligensi- mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus bertambahnya usia. Bahkan kesimpulan bahwa usia terkait dengan penurunan proses kognitif ini juga tercermin dalam masyarakat ilmiah. Akan tetapi, belakangan sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan tentang terjadinya kemerosotan proses kognitif bersamaan dengan penurunan kemampuan fisik, sebenarnya hanyalah salah satu stereotip budaya yang meresap dalam diri kita. Uraian berikut akan mengetengahkan beberapa perubahan penting dalam proses kognitif yang terjadi pada masa dewasa dan usia tua.

1.        Perkembangan Pemikiran Postformal
Sesuai dengan tahap perkembangan kognitif Piaget, pemikiran remaja berada pada tahap operasional formal -tahap kemampuan berpikir secara abstrak dan hipotesis-. Tipe pemikiran ini dimulai sekitar usia 11 tahun, tetapi tidak berkembang secara penuh sampai berakhirnya masa remaja. Karena itu, Piaget percaya bahwa seorang remaja dan seorang dewasa memiliki cara berpikir yang sama (McConnell & Philipchalk, 1992). Akan tetapi, para pengkritik Piaget menunjukkan bahwa kesimpulan Piaget tersebut tidak dapat diterapkan pada kebudayaan-kebudayaan lain, sebab ditemukan banyak anak remaja ternyata tidak menggunakan pemikiran operasional formal (Neimark, 1982). Bahkan sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa baru pada masa dewasalah individu menata pemikiran operasional formal mereka. Mereka mungkin merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja, tetapi mereka menjadi sistematis ketika mendekati masalah sebagai orang dewasa. Ketika sejumlah orang dewasa lebih mampu menyusun hipotesis daripada remaja dan menurunkan suatu pemecahan masalah dari suatu permasalahan, banyak orang dewasa yang tidak menggunakan pemikiran operasional formal sama sekali (Keating, 1990).

2.        Perkembangan Memori
Salah satu karakteristik yang paling sering dihubungkan dengan orang dewasa dan usia tua adalah penurunan dalam daya ingat. Akan tetapi, apakah asumsi ini dapat dibenarkan? Sejumlah bukti menunjukkan bahwa perubahan memori bukanlah suatu yang sudah pasti terjadi sebagai bagian dari proses penuaan, melainkan lebih rnerupakan stereotip budaya. Hal ini dibuktikan oleh hasil studi lintas budaya yang dilakukan oleh B.L. Levy dan E. Langer (1994) terhadap orang tua di Gina dan di Amerika. Hasil studi ini menyimpulkan bahwa orang tua dalam kultur yang memberikan penghargaan tinggi terhadap orang tua, seperti kultur Cina daratan, kecil kemungkinan mengalami kemerosotan memori dibanding dengan orang tua yang hidup dalam kultur yang mengira bahwa kemunduran memori adalah sesuatu yang mungkin terjadi.
Lebih dari itu, ketika orang tua memperlihatkan kemunduran memori, kemunduran tersebut pun cenderung sebatas pada keterbatasan tipe-tipe memori tertentu. Misalnya, kemunduran cenderung terjadi pada keterbatasan memori episodik (episodic memories) -memori yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman tertentu di sekitar kehidupan kita-. Sementara tipe-tipe memori lain, seperti memori semantik (semantic memories) -memori yang berhubungan dengan pengetahuan dan fakta-fakta umum-, dan memori implisit (implicit memories) -memori bawah sadar kita, secara umum tidak mengalami kemunduran karena pengaruh ketuaan- (Fieldman, 1996).
Kemerosotan dalam memori episodik, sering menimbulkan perubahan-perubahan dalam kehidupan orang tua. Misalnya, seseorang yang memasuki masa pensiun, yang mungkin tidak lagi menghadapi bermacam-macam tantangan penyesuaian intelektual sehubungan dengan pekerjaan, dan mungkin lebih sedikit menggunakan memori atau bahkan kurang termotivasi untuk mengingat berbagai hal, jelas akan mengalami kemunduran dalam memorinya. Untuk itu, latihan menggunakan bermacam-macam strategi mnemonic (strategi penghafalan) bagi orang tua, tidak hanya memungkinkan dapat mencegah kemunduran memori jangka panjang, melainkan sekaligus memungkinkan dapat meningkatkan kekuatan memori mereka (Ratner et.al., 1987).
Jadi, kemerosotan fungsi kognitif pada masa tua, pada umumnya memang merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan, karena disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit kekacauan otak (alzheimer) atau karena kecemasan dan depresi. Akan tetapi, hal ini bukan berarti bahwa keterampilan kognitif tidak bisa dipertahankan dan ditingkatkan. Kunci untuk memelihara keterampilan kognitif terletak pada tingkat pemberian beberapa rangsangan intelektual. Oleh karena itu, orang tua sebenarnya sangat membutuhkan suatu lingkungan perangsang dalam rangka mengasah dan memelihara keterampilan-keterampilan kognitif mereka serta mengantisipasi terjadinya kepikunan.

3.        Perkembangan Inteligensi
Suatu mitos yang bertahan hingga sekarang adalah bahwa menjadi tua berarti mengalami kemunduran intelektual. Mitos ini diperkuat oleh sejumlah peneliti awal yang berpendapat bahwa seiring dengan proses penuaan selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam inteligensi umum. Misalnya dalam studi kros-seksional, peneliti menguji orang-orang dari berbagai usia pada waktu yang sama. Ketika memberikan tes inteligensi kepada sampel yang representatif, peneliti secara konsisten menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua memberikan lebih sedikit jawaban yang benar dibanding orang dewasa yang lebih muda
Tetapi Studi Thorndike menunjukkan bahwa kemunduran kemampuan intelektual pada orang dewasa tidak disebabkan oleh faktor usia, melainkan oleh faktor-faktor lain. Witherington (1986) menyebutkan tiga faktor penyebab terjadinya kemunduran kemampuan belajar orang dewasa. Pertama, ketiadaan kapasitas dasar. Orang dewasa tidak akan memiliki kemampuan belajar bila pada usia muda juga tidak memiliki kemampuan belajar yang memadai. Kedua, terlampau lamanya tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat intelektual. Artinya, orang-orang yang telah berhenti membaca bacaan-bacaan yang “berat” dan berhenti pula melakukan pekerjaan intelektual, akan terlihat bodoh dan tidak mampu melakukan pekérjaan-pekerjaan semacam itu. Ketiga, faktor budaya, terutama cara-cara seseorang memberikan sambutan, seperti kebiasaan, cita-cita, sikap, dan prasangka-prasangka yang telah mengakar, sehingga setiap usaha untuk mempelajari cara sambutan yang barn akan mendapat tantangan yang kuat.
C.          Perkembangan Psikososial
Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik dan kognitif yang berkaitan dengan penuaan, tetapi lebih disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selama periode ini orang melibatkan diri secara khusus dalam karir, pernikahan, dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson, perkembangan psikososial selama masa dewasa; dan tua ini ditandai dengan tiga gejala panting, yaitu keintiman, generatif, dan integritas.

1.        Perkembangan Keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa. Pada masa dewasa awal ini, orang-orang telah siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain. Mereka mendambakan hubungan-hubungan yang intim-akrab, dilandasi rasa persaudaraan, serta siap mengembangkan daya-daya yang dibutuhkan untuk memenuhi kemitmen-komitmen ini sekalipun mereka mungkin harus berkorban untuk itu. Dalam suatu studi ditunjukkan bahwa hubungan intim mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologi dan fisik seseorang. Orang-orang yang mempunyai tempat untuk benbagi ide, perasaan, dan masalah, merasa lebih bahagia dan lebih sehat dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki tempat untuk berbagi (Traupmann & Hatfield, 1981).


2.        Cinta
Selama tahap perkembangan keintiman ini, nilai-nilai cinta muncul. Cinta mengacu pada perilaku manusia yang sangat luas dan kompleks. Menurut Santrock (1995), cinta dapat diklasifikasikan menjadi empat bentuk cinta, yaitu: altruisme, persahabatan, cinta yang romantis atau bergairah, dan cinta yang penuh perasaan atau persahabatan. Meskipun cinta sudah tampak dalam tahap-tahap sebelumnya (seperti cinta bayi pada ibunya dan cinta birahi pada remaja), namun perkembangan cinta dan keintiman sejati baru muncul setelah seseorang memasuki masa dewasa. Pada masa ini, perasaan cinta lebih dari sekadar gairah atau romantisme, melainkan suatu afeksi -cinta yang penuh perasaan dan kasih sayang-. Cinta pada orang dewasa ini diungkapkan dalam bentuk kepedulian terhadap orang lain. Orang-orang dewasa awal lebih mampu melibatkan diri dalam hubungan bersama, di mana mereka saling berbagi hidup dengan seorang mitra yang intim.

3.        Pernikahan dan Keluarga
Dalam pandangan Erikson, keintiman biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada perkembangan hubungan seksual dengan lawan jenis yang ia cintai, yang dipandang sebagai teman berbagi suka dan duka. Ini berarti bahwa hubungan intim yang terbentuk akan mendorong orang dewasa awal untuk mengembangkan perasaan yang sesungguhnya dalam hubungan timbal balik dengan mitra yang dicintai. Di hampir setiap masyarakat, hubungan perasaan dan keintiman pada masa dewasa awal ini diperoleh melalui lembaga pernikahan atau perkawinan.
Ketika melangsungkan pernikahan, apakah pernikahan pertama atau kedua, hampir semua orang mengharapkan kebahagiaan dan ikatan pernikahan yang langgeng. Akan tetapi, karena perkawinan menuntut adanya menyesuaian diri terhadap tuntutan peran dan tanggung jawab baru dari kedua pasangan, harapan-harapan tersebut sering kandas ditengah jalan dan tidak menjadi kenyataan. Hal ini adalah karena penyesuaian diri demikian bukanlah merupakan sesuatu yang mudah bagi masing-masing pasangan. Lebih-lebih bagi pasangan yang menikah dalam usia muda, ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri terhadap peran dan tanggung jawab baru tersebut tidak jarang menyebabkan terjadinya pertentangan, dan bahkan berakhir dengan perceraian.
Memang, tidak satu pun hubungan interpersonal dan intim, termasuk Perkawinan yang berjalan mulus dan selalu mesra. Tidak ada dua orang yang mampu hidup bersama bertahun-tahun tanpa terjadi konflik. Apalagi institusi perkawinan dibangun oleh dua individu yang memiliki persepsi dan harapan yang berbeda tentang perkawinannya. Pengalaman, kebutuhan, dan nilai yang berbeda membuat mereka tidak sama. Karena itulah Myers menjelaskan bahwa ikatan cinta akan lebih menyenangkan dan langgeng apabila didasarkan pada persamaan minat dan nilai, saling berbagi perasaan dan dukungan materi, serta keterbukaan diri secara intim. Kelanggengan sebuah ikatan perkawinan biasanya juga lebih terjamin apabila masing-masing pasangan menikah setelah berumur di atas 20 tahun dan berpendidikan baik (Myers, 1996).
Secara tradisional, peran utama seorang wanita yang telah menikah adalah menjadi ibu rumah tangga, dan umumnya mereka merasa puas -dengan peran tersebut-. Hasil wawancara terstruktur Oakley dengan 40 orang ibu yang berusia antara 20-30 tahun sehubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan menjadi ibu rumah tangga serta aspek kehidupan umum lainnya menunjukkan: sekitar 50% ibu~ibu menyatakan, “menjadi ibu rumah tangga merupakan pilihan pekerjaan yang terbaik, karena dengan menjadi ibu rumah tangga berarti para ibu menjadi bos untuk dirinya sendiri”. Oakley kemudian menjelaskan, otonomi ibu rumah tangga secara teoritis lebih nyata karena secara aktual seorang ibu rumah tangga terbebas dari prosedur atau mekanisme pekerjaan umum lainnya. Selanjutnya, jawaban lain yang diperoleh adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga memiliki kebebasan yang tak terbatas karena mengerjakan segala sesuatunya di rumah tanpa adanya kontrol langsung dan sang suami. Hanya sebesar 15% menganggap bekerja sebagai ibu rumah tangga merupakan “pekerjaan terburuk”, karena pekerjaan tersebut monoton, bersifat rutin, dan membosankan (Fransella & Frost, 1977).
Dengan demikian, pada umumnya wanita percaya bahwa peran utamanya ialah menjadi seorang istri dan ibu. Pria tampaknya juga sepakat bahwa beberapa pekerjaan rumah tangga dan menjaga anak merupakan tugas atau pekerjaan wanita. Akan tetapi, seiring dengan terjadinya perubahan-perubahan besar dalam hampir seluruh dimensi kehidupan manusia sebagai konsekuensi logis dari arus modernisasi, peran wanita pada abad sekarang turut mengalami perubahan. Dewasa ini semakin banyak wanita yang menunjukkan peningkatan perhatian dalam pengembangan karir, sehingga mereka tidak hanya terlambat menikah, melainkan juga terlambat memiliki anak. Lebih dari itu, dengan berkembangnya metode kontrasepsi modern, telah memungkinkan wanita untuk membatasi jumlah anak yang mereka miliki dan sering kali tidak merencanakan kehamilan, sehingga kemungkinan adanya gangguan dari kehamilan terhadap karir mereka dapat diminimalkan. Pola pengasuhan anak juga mengalami perubahan. Dengan tersedianya berbagai jenis fasilitas perawatan, beban domestik wanita yang bekerja sepertinya relatif lebih ringan.
Akan tetapi, ketika banyak wanita yang terlibat dalam dunia karir, berarti pada saat yang sama mereka dihadapkan pada lebih banyak tuntutan peran yang harus dimainkan dalam kehidupannya. Di satu sisi, wanita karir harus memerankan beberapa peran yang dituntut oleh pekerjaannya, namun di sisi lain ia dituntut pula untuk memerankan tanggung jawabnya sebagai istri dan ibu rumah tangga.
Bagaimana pun juga, wanita yang bekerja akan mengalami konflik peran. Konflik peran wanita ini diantaranya dipengaruhi oleh: (1) image wanita tentang dirinya sendiri; (2) sudut pandang wanita tentang femininitas; dan (3) pendapat pria tentang wanita karir dan jenis karirnya. Oleh sebab itu, untuk mengurangi tekanan, hambatan dan konflik tersebut, wanita karir dituntut untuk melakukan manajemen konflik. Poloma (dalam Fransella & Frost, 1977) menyebutkan sejumlah teknik manajemen konflik bagi wanita dalam menghadapi berbagai tekanan pekerjaannya, yaitu:
1.        Mendefinisikan situasi secara menyenangkan; contohnya: berkata pada dirinya sendiri bahwa “saya menjadi seorang ibu yang lebih baik karena saya bekerja”.
2.        Mengurutkan peran terpenting; contoh: memprioritaskan kebutuhan keluarga sebagai kebutuhan yang utama dan pertama.
3.        “Compartmentalization” -melihara peran terpisah tersebut dalam konsep dan praktek.
4.        “Compromise” –contohnya: memilah-milah urusan karir tertentu yang tidak perlu dan menyesuaikannya dengan berbagai tuntutan atau kebutuhan.
Memperhatikan daftar panjang tentang berbagai kesulitan atau problem yang umum terjadi dalam perkawinan, dapat dipahami bahwa perkawinan yang bahagia dan langgeng membutuhkan dua orang yang dengan sepenuh hati, mempunyai cukup keterampilan dalam menghadapi dan mengatasi konflik peran dan setiap problem yang timbul. Di samping itn, kemampuan kedua pasangan tersebut untuk mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya secara efektif serta kemampuan mengatasi stres secara konstruktif juga mempunyai kaitan yang erat dengan perkawinan yang stabil. Mereka yang mempunyai ikatan perkawinan yang kuat biasanya selalu berusaha keras agar komunikasi dan interaksi di antara mereka senantiasa efektif. Banyaknya kesamaan diantara kedua pasangan, akan membuat ikatan perkawinan semakin kuat.

4.        Perkembangan Generativitas
Generativitas (generativity), adalah tahap perkembangan psikososial  yang dialami individu selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan (keturunan, produk-produk, ide-ide, dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Transmisi nilai-nilai sosial ini diperlukan untuk memperkaya aspek psikoseksual dan aspek psikososial kepribadian. Apabila generativitas lemah atau tidak diungkapkan, maka kepribadian akan mundur, mengalami pemiskinan, dan stagnasi.
Bagi kebanyakan orang, usia setengah baya (usia antara 40-50 tahun) merupakan masa paling produktif. Laki-laki dalam usia 40-an biasanya berada pada puncak karir mereka. Pada usia ini, perempuan mempunyai lebih sedikit tanggung jawab di rumah karena anak-anak telah besar dan dapat mencurahkan lebih banyak waktu untuk karir atau kegiatan sosial. Kelompok ini merupakan kelompok usia yang sesungguhnya mengatur masyarakat, baik dalam hal kekuasaan maupun tanggung jawab.
Apa yang disebut Erikson dengan generativity pada masa setengah baya ini ialah suatu rasa kekhawatiran mengenai bimbingan dan persiapan bagi generasi yang akan datang. Jadi pada tahap ini, nilai pemeliharaan berkembang. Pemeliharaan terungkap dalam kepedulian seseorang pada orang-orang lain, dalam keinginan memberikan perhatian pada mereka yang membutuhkannya serta berbagi dan membagi pengetahuan serta pengalaman dengan mereka. Nilai pemeliharaan ini tercapai lewat kegiatan membesarkan anak dan mengajar, memberi contoh, dan mengontrol.
Manusia sebagai suatu spesies memiliki kebutuhan inheren untuk mengajar, suatu kebutuhan yang dimiliki oleh semua orang dalam setiap bidang pekerjaan. Perasaan puas pada tahapan ini timbul dengan menolong anak usia belasan tahun menjadi dewasa, mengajar orang-orang dewasa lam, bawahan-bawahan, dan bahkan binatang-binatang, menyediakan bantuan yang diperlukan orang lain, serta menyaksikan bahwa sumbangan yang mereka berikan kepada masyarakat memiliki manfaat. Aktivitas memelihara dan mengajar menumbuhkan dalam diri orang dewasa setengah baya suatu perasaan vital bahwa mereka dibutuhkan oleh orang-orang lain, suatu perasaan bahwa diri mereka memiliki arti, yang  membuat mereka tidak terlalu asyik dan larut dengan diri mereka sendiri. Perasaan putus asa mungkin timbul dari adanya kesadaran bahwa ia merasa belum mencapai tujuan yang dicanangkan semasa muda atau kesadaran bahwa apa yang dilakukan tidak begitu berarti.

5.        Perkembangan Integritas
Integritas (integrity) merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusasaan tertentu dalam menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian.
Kondisi ini dapat memperburuk perasaan bahwa kehidupan ini tidak berarti, bahwa ajal sudah dekat, dan ketakutan akan kematian. Seseorang yang berhasil menangani masalah yang timbul pada setiap tahap kehidupan sebelumnya, maka dia akan mendapatkan perasaan utuh atau integritas. Sebaliknya, seorang yang berusia tua melakukan peninjauan kembali terhadap kehidupannya yang silam dengan penuh penyesalan, menilai kehidupannya sebagai suatu rangkaian hilangnya kesempatan dan kegagalan, maka pada tahun-tahun akhir kehidupan ini akan merupakan tahun-tahun yang penuh dengan keputusasaan.
Pertemuan antara integritas dan keputusasaan yang terjadi pada tahap kehidupan yang terakhir ini menghasilkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang sederhana akan menjaga dan memberikan integritas pada pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada tahun-tahun yang silam. Mereka yang berada pada tahap kebijaksanaan dapat menyajikan kepada generasi-generasi yang lebih muda suatu gaya hidup yang bercirikan suatu perasaan tentang keutuh dan keparipurnaan. Perasaan keutuhan ini dapat meniadakan perasaan putus asa dan muak, serta perasaan berakhir ketika situasi-situasi kehidupan kini berlalu. Perasaan tentang keutuhan juga akan mengurangi perasaan tak berdaya dan ketergantungan yang biasa menandai akhir kehidupan. (Hall & Linzey, 1993).
Tahap integritas ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, di mana orang-orang yang tengah berada pada usia ini sering disebut sebagai orang usia tua atau orang usia lanjut. Disekitar usia ini, banyak menimbulkan masalah baru dalam kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang merasa tak berdaya. Masa pensiun, yang memberi waktu luang untuk diisi, mengurangi perasaan dibutuhkan dan harga diri. Di satu sisi, mereka sangat berharap masih dapat melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan untuk memperoleh kembali identitas diri dan nilainya. Tapi, pada sisi lain mereka juga ingin dapat melepaskan semua itu atau menarik diri dari keterlibatan sosial dan menjalani hidup kontemplatif.
Terdapat beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik diri dari keterlibatan sosial: (1) ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin lepas dari peran dan aktivitasnya selama ini; (2) penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental, membuat ia terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebihan; (3) orang-orang yang lebih muda di sekitarnya cenderung menjauh darinya; dan (4) pada saat kematian semakin mendekat, orang sepertinya ingin membuang semua hal yang bagi dirinya tidak bermakna lagi.
Masalah pengendalian diri tampaknya menjadi hal penting bagi orang usia lanjut. Meskipun mereka pada dasarnya sangat membutuhkan pertolongan orang lain, namun mereka juga sangat ingin untuk menunjukkan bahwa dirinya masih mampu melakukan aktivitas sendiri, dan mereka masih rnempunyai kekuatan dan wewenang. Kebanyakan dari orang-orang yang sudah tua sering kali berorientasi pada masa lalu, menengok ke belakang tentang apa saja yang pernah diperbuatnya dan bagaimana hasilnya. Peninjauan hidup ini mungkin merupakan suatu upaya mereka untuk mencari-cari identitas dirinya yang dirasa hilang karena merasa disisihkan oleh lingkungannya. Sering kali mereka mencoba mencari jawaban atas hal-hal yang sebelumnya kurang ia mengerti dan menyatukan diri kepada keberhasilan dan kegagalan masa lalunya. Dalam beberapa kasus, mereka berusaha menuliskan riwayat hidupnya sebagai upaya untuk merasa dekat dengan dirinya sendiri dan masa lalunya.











BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
1.        Perkembangan masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara fisik terbagi menjadi 3 kategori umum: kesehatan badan, perkembangan sensori dan perkembangan otak.
2.        Perkembangan masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara kognitif terbagi menjadi 3 kategori umum: perkembangan pemikiran postformal, perkembangan memori, dan perkembangan intelegensi.
3.        Perkembangan masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara psikososial terbagi menjadi 3 kategori umum: perkembangan keintiman, cinta, pernikahan dan keluarga, perkembangan generativitas serta perkembangan integritas.

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah tentang Ekonomi Islam

BAB    I PENDAHULUAN A.           Latar Belakang Islam merupakan agama yang kaffah , yang mengatur segala perilaku kehidupan ma...