Kamis, 27 April 2017

Makalah pengertian sejarah manfaat dan objek pembahasan ilmu nahwu



BAB I
PENDAHULUAN

A.          Latar Belakang
Setiap Muslim menyadari bahwa Bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an. Setiap orang yang akan mempelajari Al-Qur’an dengan baik dan benar, tiada lain harus menggali dari sumber asalnya, yakni Al-Qur’an. Sedangkan untuk mempelajari Al-Qur’an yang dituliskan dalam bahasa arab tentu membutuhkan cara atau metode untuk memahami kajian bahara arab. Salah satu caranya adalah melalui pendalaman Ilmu nahwu. Oleh karena itu, ada yang berpendapat bahwa menurut kaidah hukum Islam, mempelajari ilmu wahyu hukumnya wajib bagi siapapun yang ingin mendalami Al-Qur’an.
Seperti halnya bahasa-bahasa yang lain, Bahasa Arab juga mempunyai kaidah-kaidah tersendiri dalam mengungkapkan atau menuliskan sesuatu hal, baik berupa komunikasi atau penulisan. Pada jaman Jahiliyyah, kebiasaan orang-orang Arab ketika mereka berucap atau berkomunikasi dengan orang lain, mereka melakukannya dengan tabiat masing-masing, dan lafazh-lafazh yang muncul terbentuk dari peraturan yang telah ditetapkan mereka, di mana para junior belajar kepada senior, anak- anak belajar bahasa dari orang tuanya dan seterusnya.
 Dari kondisi inilah mendorong adanya pembuatan kaidah-kaidah yang disimpulkan dari ucapan orang Arab yang fasih yang bisa dijadikan rujukan dalam mengharakati bahasa Arab, sehingga muncullah ilmu Nahwu.




                                                         
B.           Rumusan Masalah
1.             Apa pengertian Ilmu Nahwu?
2.             Apa manfaat dari mempelajari Ilmu Nahwu?
3.             Bagaimana sejarah lahirnya Ilmu Nahwu?
4.             Apa saja cangkupan Ilmu Nahwu?

C.          Tujuan Penulisan
1.             Mengetahui pengertian dari Ilmu Nahwu.
2.             Mengetahui apa manfa’at dari mempelajari Ilmu Nahwu
3.             Mengetahui sejarah lahirnya Ilmu Nahwu
4.             Mengetahui apa saja cangkupan Ilmu Nahwu















BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pengertian Nahwu
·               Secara Bahasa
Lafadz النَحْوُ secara bahasa memiliki enam makna yaitu :[1]                    
1.      Bermakna ألقَصْدُ             (menyengaja)
2.      Bermakna الْجِهَةُ               (arah)
Contoh :  نَحَوْةُ نَحْوَالْبَىْتِ        Saya menyengaja ke arah rumah.
3.      Bermakna اَلْمِثْلُ                (seperti)
Contoh :  زَىْدٌ نَحْوُ عَمْرٍ         Zaid seperti umar.
4.      Bermakna اَلْمِقْدَارُ (kira-kira)
Contoh :  عِنْدِى نَحْوُ الْفٍ        Saya memiliki kira-kira seribu.
5.      Bermakna اَلْقِسْمُ              (bagian)
Contoh :  هَذَا عَلَى خَمْسَةِ انْحَاءِ     Perkara ini adalah lima bagian.
6.      Bermakna اَلْبَغْضُ        (sebagian)
Contoh :  اكَلْتُ نَحْوَ السَّمَكَةِ    Saya telah memakan sebagian ikan.
Yang paling banyak pendapat tentang arti Nahwu dari enam makna di atas adalah makna yang pertama.

·               Secara Istilah
Nahwu menurut istilah diucapkan pada dua hal :
1.             Diucapkan untuk istilah fan ilmu nahwu yang mencakup ilmu nahwu shorof atau juga disebut ilmu bahasa arab, yang definisinya adalah :

عِلْمٌ بِاُصُوْلِ مُسْتَمْبَطَةٍ مِن كَلاَمِ الْعَرَبِ يُعْرَفُ بِهَا اَحْكَامُ الْكَلِمَاتِ الْعَرَبِيَةِ حَالَ اِفْرَدِهَا وَحَالَ تَرْكِبِهَا
Ilmu tentang Qoidah-qoidah (pokok-pokok) yang diambil dari kalam arab, untuk mengetahui hukum (Hukumnya Kalimat) kalimat arab yang tidak disusun (seperti I’lal, idghom, membuang dan mengganti huruf) dan keadaan kalimat ketika ditarkib (seperti I’rob dan mabni).[2]

2.             Istilah nahwu untuk fan ilmu yang menjadi perbandingan dari ilmu shorof, yang definisinya adalah :

عِلْمٌ بِاُصُوْلٍ مُسْتَنْطَةِ مِنْ قَوَاعِدِ الْعَرَبِ يُعْرَفُ بِهَا اَحْوَالُ آَوَاخِرِ الْكَلِمِ إعْرَابًا وَبِنَاءٌ
Ilmu tentang pokok-pokok yang diambil dari qoidah-qoidah arab, untuk mengetahui keadaan akhirnya kalimat dari segi I’rob dan mabni.[3]


Dari dua  definisi diatas, yang dikehendaki adalah definisi yang pertama, karena nahwu tidak hanya menjelaskan keadaan akhirnya kalimah dari segi I’rob dan mabninya tetapi menjelaskan keadaan kalimat ketika tidak ditarkib, yang berupa I’lal, idhom, pembuangan dan pergantian huruf, dan lain-lain.
Nahwu merupakan salah satu dari dua belas cabang ilmu Lughot Al-arobiyyah[4] menduduki posisi penting. Oleh karena itu, nahwu lebih layak untuk dipelajari mendahului pengkayaan kosakata dan ilmu-ilmu lughot yang lain. Sebab, nahwu merupakan instrument yang amat fital dalam memahami Kalam Allah, Kalam Rasul serta menjaga dari kesalahan terucap.[5]
Oleh karena itu, sebagai disiplin ilmu yang dianggap penting, nahwu bukan sekedar untuk pemanis kata, akan tetapi sebagai timbangan dan ukuran kalimat yang benar serta bias menghindar kan pemahaman yang salah atas suatu wicara.[6]
Oleh karena itu,menurut kaidah hukum islam, mengerti akan ilmu Nahwu bagi mereka yang ingin memahami Al-Qur’an, hukumnya fardu ‘ain.

B.           Manfaat Mempelajari Ilmu Nahwu
Pernyataan Syaikh Ahmad bin Umar Al Hazimi berkata :
Buah dan faedah mempelajari ilmu nahwu : Ilmu nahwu itu merupakan kunci untuk mempelajari ilmu syariat. Sedangkan terjaganya lisan dari kesalahan ketika berbicara merupakan faedah tambahan. Maka tidak sepatutnya bagi seorang penuntut ilmu menjadikan tujuan utama dalam mempelajari ilmu nahwu hanya supaya terjaga lisannya dari kesalahan saat berbicara. Hal ini hanya tambahan saja (bukan tujuan agama). Sedangkan yang menjadi tujuan utama mempelajari nahwu adalah supaya ilmu tersebut bisa sebagai kunci dalam mempelajari ilmu syariat. Oleh karena itu, hendaknya seorang penuntut ilmu meniatkan hal ini supaya ia mendapatkan pahala. Karena ilmu nahwu ini bukan tujuan akhir, ia merupakan ilmu alat dan sarana, dan yang namanya sarana itu hukumnya mengikuti tujuannya.

Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa manfaat menguasai Ilmu Nahwu yaitu :
1.             Dapat berbicara Bahasa Arab
2.             Dapat membaca kitab-kitab berbahasa Arab. Seperti: Kitab Kuning
3.             Dapat mengoreksi kesalahan orang yang membaca atau berbicara Bahasa Arab
4.             Dapat memahami Syari’at Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah

C.          Sejarah Lahirnya Ilmu Nahwu
1.        Sebab-sebab yang mendorong disusunnya Ilmu Nahwu
Bangsa Arab pada awalnya merupakan bangsa yang memiliki keahlian dalam menggunakan dua bahasa sekaligus, yakni bahasa fasih dan bahasa dialek. Saat sedang bersantai dengan keluarga misalnya, mereka menggunakan bahasa dialek. Namun apabila pada saat yang lain mereka harus menggunakan bahasa fasih, mereka pun sanggup melakukannya secara sempurna. Al-Qur’an dan sabda Nabi juga disampaikan dalam bahasa Arab yang fasih.
Setelah penyebaran Islam berhasil menyebar ke berbagai negeri ajam (non Arab), bangsa Arab mau tidak mau harus berinteraksi dengan bangsa-bangsa yang tidak berbahasa Arab tersebut. Akibat interaksi yang berlangsung secara intens dan dalam waktu lama, bahasa Arab mulai terpengaruh oleh bahasa-bahasa lain. Orang-orang non Arab berusaha untuk berbicara dalam bahasa Arab namun mereka melakukan banyak kekeliruan. Orang Arab sendiri sedemikian toleran atas berbagai kekeliruan berbahasa Arab, baik yang dilakukan oleh orang non Arab maupun oleh orang Arab yang baru belajar berbahasa. Saat itu, kesalahan bukan hanya dilakukan oleh orang awam namun juga oleh orang-orang terpelajar dan para sastrawan. Dikisahkan, bahkan Al-Hajjaj, seorang yang sangat mahir berbahasa, juga sempat melakukan kesalahan. Banyaknya kesalahan, terutama dalam mengucapkan ayat-ayat Al-Qur’an, telah mendorong sebagian orang yang mahir berbahasa untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa, yang pada kemudian hari dikenal sebagi Ilmu Nahwu.

2.        Tujuan disusunnya Ilmu Nahwu
Tujuan utama penyusunan ilmu nahwu ialah agar bahasa Arab yang fasih tetap terjaga sehingga Al-Qur’an dan hadits Nabi juga terjaga dari kesalahan. Di sisi lain, ilmu nahwu juga bisa dipakai sebagai sarana untuk mengungkap keajaiban bahasa Al-Qur’an (اعجاز القرآن).

3.        Siapakah yang mula-mula menyusun Ilmu Nahwu?
Melalui pengkajian yang teliti, para ahli menetapkan bahwa yang meletakkan gagasan awal dan dasar-dasar serta metodologi ilmu nahwu ialah Ali bin Abi Thalib. Selanjutnya, pekerjaan tersebut dilanjutkan secara ekstensif oleh muridnya yang bernama Abul Aswad.
Mengenai pendapat yang mengatakan bahwa metodologi ilmu nahwu diadopsi dari tata bahasa lain – terutama Yunani – melalui perantaraan orang-orang Suryani, para ahli menyanggahnya dengan mengatakan bahwa metodologi itu orisinil dari Arab, terutama dengan adanya Al-Qur’an. Para ahli mengatakan bahwa tata bahasa Yunani memang sempat bergumul dan mempengaruhi ilmu nahwu, namun itu terjadi setelah ilmu nahwu sendiri sudah berada di tengah-tengah formasinya.


4.         Perkembangan Ilmu Nahwu dari masa ke masa
Perkembangan ilmu nahwu dapat diruntut menjadi tiga periode:
a.        Periode Perintisan dan Penumbuhan (Periode Bashrah)
Perkembangan pada periode ini berpusat di Bashrah, dimulai sejak zaman Abul Aswad sampai munculnya Al-Khalil bin Ahmad, yakni sampai akhir abad kesatu Hijriyah. Periode ini masih bisa dibedakan atas dua sub periode, yaitu masa kepeloporan dan masa pengembangan. Masa kepeloporan tidak sampai memasuki masa Daulah Abbasiyah. Ciri-cirinya ialah belum munculnya metode qiyas (analogi), belum munculnya perbedaan pendapat, dan masih minimnya usaha kodifikasi.
 Adapun ciri-ciri masa pengembangan ialah makin banyaknya pakar, pembahasan tema-temanya semakin luas, mulai munculnya perbedaan pendapat, mulai dipakainya argumen dalam menjelaskan kaidah dan hukum bahasa, dan mulai dipakainya metode analogi.

b.   Periode Ekstensifikasi (Periode Bashrah-Kufah)
Periode ini merupakan masa ketiga bagi Bashrah dan masa pertama bagi Kufah. Hal ini tidak terlalu mengherankan, sebab kota Bashrah memang lebih dulu dibangun daripada kota Kufah. Pada masa ini, Bashrah telah mendapatkan rivalnya. Terjadi perdebatan yang ramai antara Bashrah dan Kufah yang senantiasa berlanjut sampai menghasilkan apa yang disebut sebagai Aliran Bashrah dengan panglima besarnya Imam Sibawaih dan Aliran Kufah dengan panglima besarnya Imam Al-Kisa’i. Pada masa ini, ilmu nahwu menjadi sedemikian luas sampai membahas tema-tema yang saat ini kita kenal sebagai ilmu sharf.

c.    Periode Penyempurnaan dan Tarjih (Periode Baghdad)
Di akhir periode ekstensifikasi, Imam Al-Ru’asi (dari Kufah) telah meletakkan dasar-dasar ilmu sharf. Selanjutnya pada periode penyempurnaan, ilmu sharf dikembangkan secara progresif oleh Imam Al-Mazini. Implikasinya, semenjak masa ini ilmu sharf dipelajari secara terpisah dari ilmu nahwu, sampai saat ini. Masa ini diawali dengan hijrahnya para pakar Bashrah dan Kufah menuju kota baru Baghdad.
Meskipun telah berhijrah, pada awalnya mereka masih membawa fanatisme alirannya masing-masing. Namun lambat laun, mereka mulai berusaha mengkompromikan antara Kufah dan Bashrah, sehingga memunculkan aliran baru yang disebut sebagai Aliran Baghdad. Pada masa ini, prinsip-prinsip ilmu nahwu telah mencapai kesempurnaan. Aliran Baghdad mencapai keemasannya pada awal abad keempat Hijriyah. Masa ini berakhir pada kira-kira pertengahan abad keempat Hijriyah. Para ahli nahwu yang hidup sampai masa ini disebut sebagai ahli nahwu klasik.
Setelah tiga periode diatas, ilmu nahwu juga berkembang di Andalusia (Spanyol), lalu di Mesir, dan akhirnya di Syam. Demikian seterusnya sampai ke zaman kita saat ini.

D.          Objek Pembahasan Ilmu Nahwu
Dalam Ilmu Nahwu objek bahasannya tertuju pada kosa kata Arab baik dalam bentuk kata tunggal (mufrod) atau tersusun (murokkab), mengenai vokal akhir (I’rob) yang menentukan suatu kata, mengenai pergantian, pembuangan dan masih banyak yang lainnya.
Dalam tata bahasa sintaksis Arab, dikenal istilah Fi’il (kata kerja), Isim (kata benda) dan Harf (kata tugas), jumlah Ismiyah (Kalimat yang diawali dengan Isim) dan Fi’liyah (Kalimat yang diawali dengan Fi’il) serta Syibhu jumlah. Dalam ilmu Nahwu banyak lagi istilah dan persoalan yang dihadapi dapat diteliti dari buku-buku yang banyak tersebar.
Adapun ilmu nahwu, kata kuncinya ialah kalimat (الجملة). Ia secara khusus berbicara tentang jabatan tiap bagian kalimat dan secara umum berbicara tentang aturan mengenai hubungan antarbagian tersebut. Demikianlah, ilmu nahwu telah digunakan untuk menganalisis secara sintaktik bagian-bagian sebuah kalimat serta hubungan antar bagian-bagian tersebut dalam apa yang dalam tradisi klasik kita sebut sebagai hubungan penyandaran (الاسناد). Jadi ilmu nahwu tidaklah hanya berbicar tentang harakat di akhir kata serta i’rabnya, namun ia juga mengatur tentang bagaimana cara yang baik dalam menyusun dan merangkai kalimat.












BAB III
PENUTUP

A.          Kesimpulan
Ilmu nahwu adalah salah satu dari kaidah-kaidah Bahasa Arab uuntuk mengetahui bentuk kata dan keadaan-keadaannya ketika masih satu kata (Mufrod) atau ketika sudah tersusun (Murokkab)
Ada beberapa manfa’at dari mempelajari dan menguasai Ilmu Nahwu, diantaranya : Bisa berbahasa Arab, bisa memahami kitab-kitab bahasa Arab, Bisa mengoreksi bacaan atau pembicaraan bahasa Arab, dan yang terpenting ialah bisa memahami Syari’at Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
Perkembangan Ilmu Nahwu dari masa ke masa dibagi menjadi 3 periode penting yaitu : Periode Perintisan dan Penumbuhan (Periode Bashrah), Periode Ekstensifikasi (Periode Bashrah-Kufah), serta Periode Penyempurnaan dan Tarjih (Periode Baghdad)
Secara garis besar, dalam Ilmu Nahwu objek bahasannya tertuju pada kosa kata Arab baik dalam bentuk kata tunggal (mufrod) atau tersusun (murokkab), kalimah-kalimah Bahasa Arabpun dibagi menjadi 3 kategori yaitu : Isim, Fi’il dan Harf serta masih banyak lagi pembagian istilah-istilah lainnya dalam cakupan Ilmu Nahwu.








DAFTAR PUSTAKA

·                Hudlori Hasyiyah 1
·                Ibnu Wahid Alfat, Reaktualisasi Fan Nahwu, genesa product
·                Muhammad bin ‘Ali As Shobban, Hasyi’ah As-Shobban (Haromain)
·                Taqrirot Al Fiyyah


·                http://islammakalah.blogspot.co.id/p/blog-page.html (diakses Kamis, 25-2-2016. Jam 10.00 WIB)
·                http://hamizanabqari.blogspot.co.id/2014/10/sejarah-perkembangan-ilmu-nahwu.html (diakses Kamis, 25-2-2016. Jam 10.00 WIB)
·                http://rumahbahsaarabrubah.blogspot.co.id/2013/02/manfaat-fungsi-ilmu-nahu.html (diakses Jum’at, 26-2-2016. Jam 14.00 WIB)
·                http://hendraislami.blogspot.co.id/2009/04/mengenal-ilmu-nahwu_07.html (diakses Jum’at, 26-2-2016. Jam 14.00 WIB)




[1] Hasyiyah Hudlori 1, Hal.10
[2] Ibid
[3] Taqrirot Al Fiyyah, Hal.02
[4] Muhammad bin ‘Ali As Shobban, Hasyi’ah As-Shobban (Haromain), 1;16
[5] Ibnu Wahid Alfat, Reaktualisasi Fan Nahwu, genesa product, Hal.19
[6] Ibid

1 komentar:

  1. Bagi seorang muslim dan muslimah sudah seharusnya Kita memiliki semangat dan ghirah dalam mempelajari bahasa arab. Terlebih lagi bahasa arab dan wasilah bagi kita dalam mengenal ilmu syari.
    Masmuka Artinya Aina Artinya Ufa Bunga SMartphone

    BalasHapus

Makalah tentang Ekonomi Islam

BAB    I PENDAHULUAN A.           Latar Belakang Islam merupakan agama yang kaffah , yang mengatur segala perilaku kehidupan ma...