Kamis, 27 April 2017

Makalah tetang Syariat Islam terhadap Binatang



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Agama Islam adalah agama Rahmatan Lil ‘Alamin, yakni satu-satunya agama didunia yang memberikan rahmat untuk seluruh alam. Semua aspek yang ada di jagat raya ini sudah diatur sejak dulu oleh Islam, dan biasa kita sebut dengan Syariat Islam / Hukum Islam Hidup didunia inipun membutuhkan sebuah aturan / hukum agar kehidupan berjalan dengan baik dan teratur.
Sehingga dalam Islam juga mempunyai aturan dalam hidup termasuk aturan terhadap binatang untuk dimanfatkan demi kepentingan manusia. Seperti diambil dagingnya, tenaganya, susunya, telurnya dan yang lainnya sebagainya. Tentunya aturan tersebut juga sesuai dengan Syariat Islam yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Untuk ini, dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana Syariat Islam terhadap binatang yang diternakkan, binatang yang dipelihara, binatang yang diburu, binatang yang dibunuh, binatang yang dijualbelikan dan binatang yang disembelih. Termasuk juga didalamnya akan dibahas tentang Aqiqah dan Udhiyah
Selain itu, akan dijelaskan pula mengenai pengertian, kaifiat, kriteria dan hikmah tentang Syariat Islam terhadap Binatang, dan ditambah dalil-dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.












B.     Rumusan Masalah
1.        Bagaimana Syariat Islam terhadap Binatang yang Diternakkan?
2.        Bagaimana Syariat Islam terhadap Binatang yang Dipelihara?
3.        Bagaimana Syariat Islam terhadap Binatang yang Dijualbelikan?
4.        Bagaimana Syariat Islam terhadap Binatang yang Diburu?
5.        Bagaimana Syariat Islam terhadap Binatang yang Dibunuh?
6.        Bagaimana Syariat Islam terhadap Binatang yang Disembelih?
7.        Bagaimana Syariat Islam tentang Aqiqah?
8.        Bagaimana Syariat Islam tentang Udhiyah?

C.     Tujuan Penulisan
1.        Mengetahui Syariat Islam tentang Binatang yang Diternakkan.
2.        Mengetahui Syariat Islam tentang Binatang yang Dipelihara
3.        Mengetahui Syariat Islam tentang Binatang yang Dijualbelikan
4.        Mengetahui Syariat Islam tentang Binatang yang Diburu
5.        Mengetahui Syariat Islam tentang Binatang yang Dibunuh
6.        Mengetahui Syariat Islam tentang Binatang yang Disembelih
7.        Mengetahui Syariat Islam tentang Aqiqah
8.        Mengetahui Syariat Islam tentang Udhiyah










BAB II
PEMBAHASAN

A.     Syari’at Islam terhadap Binatang yang Diternakan
1.        Pengertian Binatang yang Diternakan
Binatang yang diternakan adalah binatang yang dengan sengaja dikembangbiakan dan dibudidayakan oleh manusia dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.
Pengertian binatang yang diternakkan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, pemeliharaan dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.
Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan binatang besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan binatang kecil seperti ayam, kelinci dll.


2.        Kaifiat Menernakan Binatang
Ada beberapa kaifiat/tata cara dalam menernakan binatang, diantaranya:
a)      Selalu memberi makan binatang minimal dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari
b)      Menjaga kebersihan kandang binatang yang diternakkan.
c)      Memberi vitamin yang cukup kepada binatang agar terhindar dari virus dan penyakit
d)     Jika ada binatang yang sakit, sebaiknya dipisahkan dengan yang lain agar tidak dapat menularkan penyakitnya
e)      Memisahkan binatang yang diternakkan sesuai dengan usia binatang tersebut. Hal ini untuk memudahkan dalam pemberian makan, pemberian vitamin, dan pengambilan manfaat dari binatang tersebut (misalnya, binatang yang sudah dewasa dapat dimanfatkan daging, susu atau telurnya)
f)       Jika mempunyai berbagai macam jenis binatang yang diternakkan, maka sebaiknya memisahkan kandang mereka sesuai dengan jenis binatang masing-masing



3.        Kriteria Binatang yang Diternakkan
Ternak merupakan komoditi yang sudah lama akrab dalam kehidupan sehari-hari kaum Muslimin. Di dalam Al-Quran terdapat beberapa nama binatang ternak yang dijadikan sebagai nama surat, misalnya ternak sapi betina (Al Baqarah), binatang ternak (Al An'am), dan lebah (An Nahl). Banyak sekali ayat Al-Quran yang secara eksplisit menyebut nama-nama binatang ternak, misalnya ternak sapi (QS. 2: 67-71, 73; QS. Yusuf: 43), unta (QS. Al An'am: 144; Al Hajj: 27, 37; Al Ghasiyah: 17), domba (QS. Al An'am: 143, 146; An Nahl: 80), kambing (QS. Al An'am: 143, An Nahl: 78, Shad: 23-24), unggas (QS. 2:260; 3: 49; 5: 110; 6: 38; 16: 79; 23: 41; 27: 16; 67: 19), kuda (QS. 3: 14; 8: 60; 16: 8; 38: 31; 100: 1) dan lebah/tawon (QS. 16: 68-69).
Dari keterangan diatas, maka kriteria binatang yang diternakkan dikelompokkan menjadi:
a)        Binatang yang dimanfaatkan dagingnya. Seperti: sapi, kerbau, domba, kambing, ayam, kelinci dll.
b)        Binatang yang dimanfaatkan telurnya. Seperti: ayam, bebek, angsa dll
c)        Binatang yang dimanfaatkan tenaganya. Seperti: sapi, kerbau, kuda dll
d)       Binatang yang dimanfaatkan susunya. Seperti: kambing, sapi dll
e)        Dan lain-lain

4.        Hikmah Menernakan Binatang
Terdapat ayat yang menjelaskan tentang keutamaan menernakan binatang, salah satunya ialah:
¨bÎ)ur ö/ä3s9 Îû ÄN»yè÷RF{$# ZouŽö9Ïès9 ( /ä3É)ó¡S $£JÏiB Îû $pkÍXqäÜç/ ö/ä3s9ur $pkŽÏù ßìÏÿ»uZtB ×ouŽÏVx. $pk÷]ÏBur tbqè=ä.ù's? ÇËÊÈ
dan Sesungguhnya pada binatang-binatang ternak, benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kamu, Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian daripadanya kamu makan, (Q.S. Al-Mu’minun:21)

Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah menciptakan beraneka ragam binatang ternak yang bermanfaat dalam kehidupan manusia. Jika kita perhatikan makna yang tersirat dalam surat Al Mukminuun ayat 21 tersebut dapat dilihat pentingnya binatang ternak bagi manusia. Betapa tidak, produk utama ternak (susu, daging dan telur) merupakan bahan pangan binatangi bergizi tinggi yang dibutuhkan manusia.
Binatang ternak juga berperan sebagai sumber pendapatan, sebagai tabungan hidup, tenaga kerja pengolah lahan, alat transportasi, penghasil biogas, penghasil pupuk kandang dan sebagai binatang kesayangan (Tangka et al. 2000). Tidak heran bila Prof. I.K. Han, Guru Besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional Seoul, Korea Selatan (1999) menyebutkan pentingnya ternak dalam peningkatan kualitas hidup manusia.
Ternak juga bermanfaat dalam kegiatan keagamaan: misalnya dalam melaksanakan ibadah qurban, dibutuhkan ternak sapi, domba ataupun kambing. Pada zaman dahulu jumlah pemilikan ternak juga merupakan indikasi strata sosial seseorang.

B.     Syariat Islam terhadap Binatang yang Dipelihara
1.        Pengertian Binatang yang Dipelihara
Binatang yang dipelihara (pet animal) ialah binatang yang dengan sengaja dipelihara manusia dengan tujuan pemeliharaannya berbeda dengan binatang ternak (livestock) atau binatang percobaan laboratorium, binatang pekerja atau binatang untuk olahraga, yang biasanya dipelihara untuk alasan ekonomi, tetapi tujuannya ialah untuk menemani kegiatan manusia, menjadi sahabat manusia atau untuk memberi kesenangan kepada manusia selaku pemelihara binatang tersebut.

2.        Kaifiat Memelihara Binatang
Mengenai kaifiat/tatacara dalam memelihara binatang, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan menernakan binatang. Seperti : kita harus rutin dalam memberi makanan binatang peliharaan tersebut setiap harinya, memberinya vitamin, menjaga kebersihan kandang dan binatang peliharaan itu sendiri, memisahkan kandang jika mempunyai 2 jenis binatang peliharaan yang berbeda dan yang lainnya.

3.        Kriteria Binatang yang Dipelihara
Untuk mengetahui apa saja kriteria dalam memelihara binatang, maka sebagai Muslim yang baik kita harus mengembalikan semua itu kepada hukum yang diatur oleh agama kita, yaitu Hukum Islam / Syariat Islam.
Hukum memelihara binatang secara syar’i adalah boleh atau mubah. Namun ada syarat tertentu yang harus dipenuhi jika ingin memelihara binatang, yakni:
a)        Binatang yang dipelihara bukan binatang yang najis secara dzatnya (najis ‘ain/hissi), seperti anjing dan babi. Pemeliharaan binatang tersebut tidak diperbolehkan karena memanfaatkan barang najis itu memang dilarang secara syariah.
Kaidah fiqih menetapkan : laa yajuuzu al intifaa’ bi an najis mutlaqan (Tidak boleh memanfaatkan najis secara mutlak). (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam Al Shalah, 1/115).
Kecuali jika memelihara anjing untuk menjaga ternak atau membantu dalam berburu, hal ini diperbolehkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ”Barangsiapa memelihara anjing, kecuali anjing untuk menjaga ternak atau berburu, akan berkurang pahala amalnya tiap hari sebanyak satu qirath.” (HR Muslim no 1574).(Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 35/124).
b)        Binatang yang dipelihara tidak boleh ditelantarkan, harus cukup diberi makan dan minum dan tidak diperkenankan diperlakukan dengan keji dan semena-mena. Jika si pemelihara tidak melakukan hal tersebut diatas maka hukumnya haram. Dalilnya sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ”Seorang perempuan masuk neraka karena seekor kucing yang diikatnya. Perempuan itu tidak memberinya makan dan tidak pula membiarkannya lepas agar dapat memakan binatang-binatang bumi.” (HR Bukhari no 3140; Muslim no 2242).
c)        Binatang yang dipelihara itu tidak menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia, seperti singa, beruang, ular atau buaya, karena hal ini tidak aman bagi manusia ataupun bagi tetangga atau orang lain  jika dilepaskan. Namun jika dikandangkan dan benar-benar aman bagi manusia dan sanggup memberi makan secara baik maka hukumnya mubah atau boleh.
Dalilnya sabda Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ”Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri atau bahaya bagi orang lain dalam Islam (laa dharara wa la dhiraara fi al islam)” (HR Ibnu Majah no 2340; Ahmad 1/133 & 5/326).
d)       Binatang yang dipelihara bukan menjadi sarana untuk sesuatu perbuatan yang haram. Misalnya pelihara binatang kuda untuk pacuan kuda yang akhirnya untuk berjudi, begitu juga ayam jago hanya untuk petarung dan akhirnya untuk sarana pejudian. Hal ini terlihat dari kaedah fikih yang berbunyi: al wasiilah ila al haram muharramah (segala sarana menuju yang haram, hukumnya haram). (Taqiyuddin An Nabhani, Muqaddimah Ad Dustur, 1/85).
e)        Dibolehkan memelihara binatang yang tak halal dimakan (seperti kucing) atau anjing (untuk menjaga rumah, berburu). Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ”Sesungguhnya kucing itu tidak najis, ia hanyalah binatang-binatang jantan dan betina yang banyak berkeliling di antara kalian (thawwaafiina ‘alaikum wa at thawwaafaat).” (HR Abu Dawud & Tirmidzi). (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 42/267-269; Imam Suyuthi, Al Jami’ Al Shaghir, 2/191, Imam Nawawi, Al Majmu’, 9/3).

4.        Hikmah Memelihara Binatang
Adapun beberapa hikmah yang bisa kita petik dari memelihara binatang ialah bahwa dengan memelihara binatang dapat menemani kegiatan kehidupan kita sehari-hari, memberi ketenangan (Misalnya dengan memelihara ikan hias), menghilangkan kejenuhan (misalnya dengan memelihara burung) atau hanya sekedar menjadi teman bermain (seperti dengan memelihara hamster dll)

C.     Syariat Islam terhadap Binatang yang Dijualbelikan
1.        Pengertian Binatang yang Dijualbelikan
Binatang yang dijualbelikan ialah kegiatan menjual dan membeli binatang dengan tujuan untuk dimanfaatkan manusia seperti untuk dipelihara (contoh: hamster, kucing, ikan hias dll) untuk dikonsumsi (contoh: ayam, sapi, kambing dll) atau untuk dijadikan sebagai alat pemburu (contoh: anjing)

2.        Kaifiat Menjualbelikan Binatang
Pada dasarnya, jual-beli sepanjang tidak mengandung riba, dlarar (bahaya), dan gharar (ketidakpastian) maka hukumnya adalah sah. Ketiga prinsip dasar ini harus terpenuhi dalam akad jual-beli.
Termasuk dalam menjual dan membeli binatang, tetapi dalam hal ini dapat ditambah dengan beberapa faktor lainnya, misalnya dilihat dari kehalalan binatang tersebut untuk dikonsumsi, kemanfaatannya, dll.

3.        Kriteria Binatang yang Dijualbelikan
Ada beberapa kriteria dalam menjualbelikan binatang, diantaranya:
a)        Diperbolehkan menjual dan membeli binatang yang sudah jelas kehalalannya, seperti ayam, bebek, kambing, sapi dll.
b)        Dilarang menjual dan membeli binatang yang jelas haram dari segi zatnya, misalnya, babi, anjing, dll
c)        Diperbolehkan menjual dan membeli binatang untuk dimanfaatkan untuk kepentingan manusia walaupun haram untuk dikonsumsi, seperti: anjing digunakan untuk berburu
d)       Diperbolehkan menjual dan membeli binatang untuk dipelihara seperti, ikan hias, burung, hamster dll
e)        Dilarang menjual dan membeli binatang yang tidak ada manfaatnya, seperti : kadal, ular dll
f)         Dilarang menjual dan membeli binatang yang menjijikan seperti : cicak, tokek, kecoa,
g)        Dilarang menjual dan membeli binatang yang buas seperti: srigala, singa, harimau, beruang dll
h)        Dilarang menjual dan membeli binatang untuk tujuan maksiat, seperti ayam untuk diadu, dll

4.        Hikmah Binatang yang Dijualbelikan
Mengenai hikmah terhadap binatang yang dijualbelikan maka dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai pedagang dan sebagai pembeli. Hikmah bagi pedagang ialah mendapatkan keuntungan dari hasil transaksi terhadap penjualan binatang dan hikmah bagi pembeli ialah ia juga mendapatkan keuntungan karena mendapatkan binatang yang diinginkannya untuk dimanfaatkan daging, tenaga atau yang lainnya,

D.     Syariat Islam terhadap Binatang yang Diburu
1.        Pengertian Binatang yang Diburu
Binatang yang diburu ialah upaya menangkap/membunuh binatang liar yang hidup di hutan atau ditempat lainnya dengan cara menembak, memanah, menombak, membuat jebakan atau dengan cara dibantu dengan binatang pemburu (anjing, elang dll) yang tujuannya ialah binatang buruan tersebut dapat dikonsumsi atau dimanfaatkan dalam hal lainnya.



2.        Kaifiat Memburu Binatang
Ada beberapa kaifiat/tatacara dalam memburu binatang sesuai dengan syariat Islam, diantaranya:
a.         Dalam masalah "berburu", disyariatkan bahwa si pemburu adalah orang Islam atau Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani).
b.        Dilakukan dengan niat untuk berburu, tidak hanya sekedar bermain-main.
c.         Tidak dilakukan pada waktu sedang berihram (berpakaian ihram dalam pelaksanaan ibadah hajji), karena ketika itu diharamkan berburu.
d.        Membaca Bismillah ketika akan melakukannya. (Dalam hal ini ada ulama yang berfaham hukumnya hanya sunnah sebagaimana dalam hal menyembelih binatang).

Dalil-dalil pelaksanaan :
مَنْ قَتَلَ عُصْفُوْرًا عَبَثًا اِلَى اللهِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ يَقُوْلُ: يَا رَبِّ اِنَّ فُلاَنًا قَتَلَنِى عَبَثًا وَ لَمْ يَقْتُلْنِى مَنْفَعَةً. النسائى و ابن حبان فى صحيحه
Barangsiapa membunuh seekor burung pipit dengan maksud bermain-main, maka nanti di hari qiyamat burung tersebut akan mengadu kepada Allah, ia berkata, "Ya Allah, ya Tuhanku, si Fulan telah membunuhku dengan bermain-main, dan tidak membunuhku untuk diambil manfaatnya". [HR. Nasai dan Ibnu Hibban]

مَا مِنْ اِنْسَانٍ يَقْتُلُ عُصْفُوْرًا فَمَا فَوْقَهَا بِغَيْرِ حَقِّهَا اِلاَّ سَأَلَهُ اللهُ عَنْهَا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ، قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ مَا حَقُّهَا؟ قَالَ: اَنْ يَذْبَحَهَا فَيَأْكُلُهَا وَ لاَ يَقْطَعُ رَأْسَهَا فَيُرْمَى بِهِ. النسائى و الحاكم
"Tidak seorangpun yang membunuh burung pipit atau yang lebih kecil dari itu, tidak menurut haqnya, melainkan akan ditanya oleh Allah kelak di hari qiyamat". Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya, "Apakah haq burung itu ya Rasulullah ?". Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, "Yaitu dia disembelih, kemudian dimakan. Tidak diputus kepalanya kemudian dibuang begitu saja". [HR. Nasai dan Hakim]

ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللهُ بِشَيْءٍ مّنَ الصَّيْدِ تَنَالُه اَيْدِيْكُمْ وَ رِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ اللهُ مَنْ يَّخَافُه بِاْلغَيْبِ، فَمَنِ اعْتَدى بَعْدَ ذلِكَ فَلَه عَذَابٌ اَلِيْمٌ. المائدة:94
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu, supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barangsiapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya adzab yang pedih. [Al-Maidah ayat : 94]

يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَ اَنْتُمْ حُرُمٌ. المائدة:95
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. [QS. Al-Maidah : 95]

.... وَ حُرّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ اْلبَرّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا.... المائدة:96
Diharamkan atas kamu berburu binatang darat selama kamu dalam berihram. [QS. Al-Maidah : 96]

... وَ طَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا اْلكِتبَ حِلٌّ لَّكُمْ وَ طَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ.... المائدة:5
....... makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka ......... . [QS. Al-Maidah : 5]

3.        Kriteria Binatang yang Diburu
Diantara kriteria-kriteria binatang yang diburu ialah:
a.         Keadaan binatang tersebut tidak memungkinkan untuk disembelih pada lehernya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain :
-            Karena terlalu liar sehingga sukar untuk ditangkap.
-            Karena buas, sehingga berbahaya bila hendak ditangkap dan disembelih sebagaimana biasa.
Keadaan-keadaan diatas atau lain-lain keadaan yang semisal, menjadikan binatang-binatang itu termasuk kategori "binatang buruan", dan halal dagingnya walaupun mati dengan tidak disembelih pada lehernya.
b.        Bila binatang buruan itu masih hidup ketika tertangkap, wajib disembelih pada lehernya.
c.         Bila binarang buruan itu tidak langsung tertangkap, maka bila diketemukan telah mati beberapa waktu sesudah itu, boleh dimakan dengan syarat :
-            tidak jatuh di air.
-            tidak ada bekas dimakan binatang buas.
-            tidak ada bekas alat berburu orang lain.
-            dan belum membusuk.
d.        Bila mempergunakan binatang untuk berburu, maka ketika binatang itu menangkap hasil buruannya itu, di situ tidak didapati binatang pemakan daging yang lain selain binatang buruan itu.


Dalil-dalil pelaksanaan :
وَ اِذَا اَرْسَلْتَ كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ فَاِنْ اَمْسَكَ عَلَيْكَ فَاَدْرَكْتَهُ حَيًّا فَاذْبَحْهُ وَ اِنْ اَدْرَكْتَهُ قَدْ قُتِلَ وَ لَمْ يَأْكُلْهُ فَكُلْهُ. البخارى و مسلم
Jika kamu melepas anjingmu, maka sebutlah asma Allah atasnya, maka jika anjing itu menangkap untuk kamu dan kamu dapati binatang yang diburu itu masih hidup, maka sembelihlah. Dan jika kamu dapati ia telah mati dan tidak dimakan oleh anjing itu, maka makanlah. [HR. Bukhari dan Muslim]

عَنْ رَافِعٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ ص فِى سَفَرِهِ فَنَدَّ بَعِيْرٌ مِنْ اِبِلِ اْلقَوْمِ وَ لَمْ يَكُنْ مَعَهُمْ خَيْلٌ فَرَمَاهُ رَجُلٌ بِسَهْمٍ فَحَبَسَهُ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِنَّ لِهذِهِ اْلبَهَائِمِ اَوَابِدَ كَاَوَابِدِ اْلوَحْشِيِّ، فَمَا فَعَلَ مِنْهَا هذَا فَافْعَلُوْا بِهِ هكَذَا. البخارى و مسلم
Dari Rafi', ia berkata, "Kami pernah beserta Rasulullah SAW dalam perjalanan beliau, kami ketemu seekor unta kepunyaan satu kaum yang sedang berlari, padahal mereka tidak membawa kuda untuk mengejarnya. Maka seorang laki-laki melepaskan panahnya, dan berhasil menangkapnya". Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya binatang ini mempunyai thabiat sebagaimana binatang liar, kepada binatang-binatang yang seperti ini perbuatlah olehmu demikian itu". [HR. Bukhari dan Muslim]

اِذَا رَمَيْتَ سَهْمَكَ فَاِنْ وَجَدْتَهُ قَدْ قُتِلَ فَكُلْ اِلاَّ اَنْ تَجِدَهُ قَدْ وَقَعَ فِى مَاءٍ فَاِنَّكَ لاَ تَدْرِى آلْمَاءُ قَتَلَهُ اَمْ سَهْمُكَ. البخارى و مسلم
Jika kamu melepaskan panahmu, maka jika kamu dapati binatang itu sudah mati, makanlah, kecuali jika binatang tersebut kamu dapati jatuh ke dalam air, maka kamu tidak tahu apakah air itu yang menyebabkan binatang tersebut mati ataukah panahmu. [HR. Bukhari dan Muslim]

اِذَا رَمَيْتَ سَهْمَكَ فَغَابَ ثَلاَثَةَ اَيَّامٍ وَ اَدْرَكْتَهُ فَكُلْهُ مَا لَمْ يَنْـتَنْ. احمد و مسلم
Jika kamu melepaskan panahmu, tetapi (binatang yang kamu panah itu) hilang (tidak kelihatan) selama tiga hari, kemudian kamu dapati telah mati, maka
makanlah selama ia belum busuk. [HR. Ahmad dan Muslim]

اِذَا رَمَيْتَ الصَّيْدَ فَوَجَدْتَهُ بَعْدَ يَوْمٍ اَوْ يَوْمَيْنِ لَيْسَ بِهِ اِلاَّ اَثَرُ سَهْمِكَ فَكُلْهُ، وَ اِنْ وَقَعَ فِى اْلمَاءِ فَلاَ تَأْكُلْ. مسلم
Apabila kamu melepaskan satu buruan, kemudian kamu menemukannya sesudah satu atau dua hari (dan telah mati), padahal dibadannya tidak ada selain dari bekas panahmu, maka makanlah binatang itu. Dan jika ia jatuh di air, maka janganlah kamu makan. [HSR. Muslim]

اِنِّى اُرْسِلُ كَلْبِى اَجِدُ مَعَهُ كَلْبًا لاَ اَدْرِى اَيُّهُمَا اَخَذَهُ؟ قَالَ النَّبِيُّ ص: فَلاَ تَأْكُلْ فَاِنَّمَا سَمَّيْتَ عَلَى كَلْبِكَ وَ لَمْ تُسَمِّ عَلَى غَيْرِهِ. احمد
Aku melepaskan anjingku, kemudian aku dapati anjingku itu bersama anjing lain, saya sendiri tidak tahu anjing manakah yang menangkapnya itu. Maka Nabi SAW bersabda, "Jangan kamu makan, sebab kamu menyebut asma Allah itu pada anjingmu, dan tidak menyebut asma Allah pada anjing yang lain". [HR. Ahmad]

عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا اَرْسَلْتَ كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ. فَاِنْ اَمْسَكَ عَلَيْكَ فَاَدْرَكْتَهُ حَيًّا فَاذْبَحْهُ. وَ اِنْ اَدْرَكْتَهُ قَدْ قُتِلَ وَ لَمْ يَأْكُلْ مِنْهُ فَكُلْهُ. وَ اِنْ وَجَدْتَ مَعَ كَلْبِكَ كَلْبًا غَيْرَهُ وَ قَدْ قُتِلَ فَلاَ تَأْكُلْ. فَاِنَّكَ لاَ تَدْرِى اَيُّهُمَا قَتَلَهُ. وَ اِنْ رَمَيْتَ بِسَهْمِكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللهِ تَعَالَى. فَاِنْ غَابَ عَنْكَ يَوْمًا فَلَمْ تَجِدْ فِيْهِ اِلاَّ اَثَرَ سَهْمِكَ فَكُلْ اِنْ شِئْتَ. وَ اِنْ وَجَدْتَهُ غَرِيْقًا فِى اْلمَاءِ فَلاَ تَأْكُلْ. متفق عليه و هذا لفظ مسلم
Dari Adiy bin Hatim, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kamu melepaskan anjing buruanmu sebutlah nama Allah atasnya. Maka jika ia menangkap buruan untukmu dan kamu mendapatinya masih hidup, maka sembelihlah dia. Dan jika kamu mendapatinya telah mati, dan anjing itu tidak memakan buruan itu, maka makanlah dia. Dan jika kamu mendapati anjingmu bersama dengan anjing yang lain, sedang buruan itu telah mati, janganlah kamu memakannya, karena kamu tidak tahu anjing yang manakah diantara keduanya yang telah membunuhnya. Dan jika kamu melepaskan panahmu, sebutlah nama Allah Ta'ala. Jika buruan itu hilang selama sehari dan kamu tidak mendapatkan padanya kecuali bekas panahmu, maka makanlah jika kamu mau. Dan jika kamu mendapati buruan itu tenggelam di air, maka janganlah kamu makan". [HR. Muttafaq 'alaih dan ini lafadh Muslim]

4.        Hikmah Memburu Binatang
a.       Melatih ketajaman diri dalam melihat berbagai situasi dan kondisi terutama ketika sedang berburu
b.      Dapat menguji kesabaran dalam melatih binatang pemburu dan dalam menangkap binatang yang diburu
c.       Sarana bersyukur kepada Allah terutama ketika berhasil menangkap bintang buruan


E.     Syariat Islam terhadap Binatang yang Dibunuh
1.        Pengertian Binatang yang Dibunuh
Binatang yang dibunuh ialah usaha untuk membunuh binatang yang dapat mengganggu aktivitas dan kegiatan manusia karena jika binatang tersebut dibiarkan saja dikhawatirkan akan memberikan bahaya kepada manusia dan lingkungan sekitar.

2.        Kaifiat Membunuh Binatang
Ketika kita akan membunuh binatang yang sekiranya dapat membahayakan kita, maka sebelum membunuh sebaiknya kita mengucapkan Bismillah terlebih dahulu, dan diniatkan untuk menjaga diri agar terhindar dari bahaya yang disebabkan binatang tersebut apabila kita tidak membunuhnya. Dan saat membunuhnya, hendaknya kita tidak menyiksa binatang tersebut terlebih dahulu, karena hal tersebut tidak menunjukkan perilaku akhlak yang baik.

3.        Kriteria Binatang yang Dibunuh
Kriteria binatang yang boleh dibunuh diantaranya:
a.       Binatang yang boleh dibunuh dan tidak boleh dimakan, yaitu setiap binatang yang memiliki tabiat yang membahayakan atau menyakiti manusia maka boleh dibunuh, baik di tanah suci maupun di tempat lain. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ

“Lima binatang yang semuanya jahat, boleh dibunuh walau di tanah suci; burung gagak, burung rajawali, anjing yang suka melukai, kalajengking dan tikus.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha]

Dalam riwayat yang lain: “Juga ular.” Dan dikiaskan semua binatang yang berbahaya seperti harimau, singa dan lain-lain, termasuk yang ditanyakan yaitu nyamuk, hukumnya boleh dibunuh. Dan dibolehkan membunuh binatang-binatang tersebut dengan cara apa saja selama tidak mengandung penyiksaan seperti dibakar, sehingga dibolehkan insya Allah ta’ala dengan menyemprotkan insektisida.
b.        Binatang yang boleh dibunuh dan boleh dimakan, seperti unta, sapi, kambing, ayam dan lain-lain, hukumnya boleh dibunuh untuk dimakan dengan disembelih atau dibunuh dengan cara yang sesuai syari’at.
c.         Binatang yang tidak boleh dibunuh namun menyakiti, seperti semut atau lebah yang menyakiti, hendaklah diusir, ditakut-takuti, dijauhkan dan semisalnya. Kalau terpaksa harus membunuh maka boleh dibunuh.

4.        Hikmah Binatang yang Dibunuh
Hikmah yang bisa kita dapatkan dari membunuh binatang ialah terlepasnya dari segala gangguan yang dapat diberikan dari binatang tersebut. Karena kita tidak akan pernah mengetahui seberapa besar bahaya yang ditimbulkan jika kita membiarkan binatang-binatang yang berbahaya terus berada disekitar tempat tinggal kita. Jadi pilihan yang terbaik ialah dengan membunuh binatang tersebut tanpa menyiksanya terlebih dahulu.

F.      Syariat Islam terhadap Binatang yang Disembelih
1.        Pengertian Binatang yang Disembelih
Penyembelihan menurut bahasa ialah menyempurnakan kematian. Sedangkan menurut istilah ialah memutus jalan makan, minum, nafas, & urat nadi pada leher binatang dengan alat tajam, selain gigi, kuku, tulang, & dan pelaksanaannya sesuai syariat Islam. Jadi binatang yang disembelih ialah suatu cara untuk melakukan penyembelihan binatang sesuai dengan syariat Islam untuk dimanfaatkan daging dan lain sebagainya.

2.        Kaifiat Menyembelih Binatang
a.       Binatang tersebut harus disembelih atau ditusuk (nahr) dengan suatu alat yang tajam yang dapat mengalirkan darah dan mencabut nyawa binatang tersebut, baik alat itu berupa batu ataupun kayu.
'Adi bin Hatim ath-Thai pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.: "Ya Rasulullah! Kami berburu dan menangkap seekor binatang, tetapi waktu itu kami tidak mempunyai pisau, hanya batu tajam dan belahan tongkat yang kami miliki, dapatkah itu kami pakai untuk menyembelih?" Maka jawab Nabi: "Alirkanlah darahnya dengan apa saja yang kamu suka, dan sebutlah nama Allah atasnya." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Nasal, Ibnu Majah, Hakim dan Ibnu Hibban)

b.      Penyembelihan atau penusukan (nahr) itu harus dilakukan di leher binatang tersebut, yaitu: bahwa kematian binatang tersebut justru sebagai akibat dari terputusnya urat nadi atau kerongkongannya. Penyembelihan yang paling sempurna, yaitu terputusnya kerongkongan, tenggorokan dan urat nadi. Persyaratan ini dapat gugur apabila penyembelihan itu ternyata tidak dapat dilakukan pada tempatnya yang khas, misalnya karena binatang tersebut jatuh dalam sumur, sedang kepalanya berada di bawah yang tidak mungkin lehernya itu dapat dipotong; atau karena binatang tersebut menentang sifat kejinakannya. Waktu itu boleh diperlakukan seperti buronan, yang cukup dilukai dengan alat yang tajam di bagian manapun yang mungkin.

Raafi' bin Khadij menceriterakan: "Kami pernah bersama Nabi dalam suatu bepergian, kemudian ada seekor unta milik orang kampung melarikan diri, sedang mereka tidak mempunyai kuda, untuk mengejar, maka ada seorang laki-laki yang melemparnya dengan panah. Kemudian bersabdalah Nabi: 'Binatang ini mempunyai sifat primitif seperti primitifnya binatang biadab (liar), oleh karena itu apa saja yang dapat dikerjakan, kerjakanlah; begitulah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

c.       Tidak disebut selain asma' Allah; dan ini sudah disepakati oleh semua ulama. Sebab orang-orang jahiliah bertaqarrub kepada Tuhan dan berhalanya dengan cara menyembelih binatang, yang ada kalanya mereka sebut berhala-berhala itu ketika menyembelih, dan ada kalanya penyembelihannya itu diperuntukkan kepada sesuatu berhala tertentu. Untuk itulah maka al-Quran melarangnya, yaitu sebagaimana disebutkan dalam firmannya:
"Dan binatang yang disembelih karena selain Allah ... dan binatang yang disembelih untuk berhala." (al-Maidah: 3)
d.      Harus disebutnya nama Allah (membaca bismillah) ketika menyembelih. Ini menurut zahir nas al-Quran yang mengatakan:
"Makanlah dari apa-apa yang disebut asma' Allah atasnya, jika kamu benar-benar beriman kepada ayat-ayatNya." (al-An'am: 118)
"Dan janganlah kamu makan dari apa-apa yang tidak disebut asma' Allah atasnya, karena sesungguhnya dia itu suatu kedurhakaan." (al-An'am: 121)
3.        Kriteria Binatang yang Disembelih
a.         Binatang yang disembelih tersebut merupakan binatang yang halal, baik zatnya maupun cara memperolehnya
b.        Binatang tersebut masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan, bukan dalam keadaan bangkai (sudah mati). Allah Ta’ala berfirman,
$yJ¯RÎ) tP§ym ãNà6øn=tæ sptGøŠyJø9$# tP¤$!$#ur zNóss9ur ͍ƒÌYÏø9$# !$tBur ¨@Ïdé& ¾ÏmÎ/ ÎŽötóÏ9 «!$# ( Ç`yJsù §äÜôÊ$# uŽöxî 8ø$t/ Ÿwur 7Š$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOŠÏm§ ÇÊÐÌÈ
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah [1]. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqoroh:173)

[1] Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.


c.         Alat-alat yang digunakan untuk menyembelih disyaratkan sebagai berikut:
-            Tajam dan dapat melukai atau tidak tumpul.
-            Terbuat dari batu, bambu, besi dan benda logam lainnya.
-            Benda tidak terbuat dari kuku, gigi & tulang.

4.        Hikmah Binatang yang Disembelih
a.         Sebagai bentuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhahanu Wata’ala (bertaqarrub kepada Allah)
b.        Berbagi suka kepada keluarga, kerabat, sahaya dan fakir miskin
c.         Tanda kesyukuran kepada Allah atas karunia-Nya

G.    Syariat Islam tentang Aqiqah
1.        Pengertian Aqiqah
Menurut bahasa ‘Aqiqah artinya : memotong. Asalnya dinamakan ‘Aqiqah, karena dipotongnya leher binatang dengan penyembelihan itu. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi binatang yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah : Rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur. Sedangkan menurut istilah Aqiqah adalah penyembelihan domba/kambing sesuai dengat syariat Islam untuk bayi yang dilahirkan pada hari ke 7, 14, atau 21. Jumlahnya 2 ekor untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk bayi perempuan.

2.        Kaifiat dalam melakukan Aqiqah
a.       Disunnatkan untuk memberi nama dan mencukur rambut (menggundul) pada hari ke-7 sejak hari lahirnya bayi yang akan Aqiqah. Misalnya lahir pada hari Ahad, ‘aqiqahnya jatuh pada hari Sabtu.
b.      Bagi anak laki-laki disunnahkan beraqiqah dengan 2 ekor kambing sedangkan bagi anak perempuan 1 ekor.
c.       ‘Aqiqah ini terutama dibebankan kepada orang tua si anak, tetapi boleh juga dilakukan oleh keluarga yang lain (kakek dan sebagainya).
d.      Aqiqah ini hukumnya sunnah.

3.        Kriteria Binatang yang Diaqiqahkan
a.         Kambing: sempurna berusia 1 (satu) tahun dan masuk usia (dua) tahun. Atau boleh dengan domba: sempurna berusia 6 (enam) bulan dan masuk bulan ke-7 (tujuh).
b.        Tidak boleh ada anggota badan binatang yang cacat.
c.         Dagingnya tidak boleh dijual.

4.        Hikmah Aqiqah
Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah diantaranya :
a)        Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim ‘Alaihi Sallam tatkala Allah Subhanahu Wata’ala menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail ‘Alaihi Sallam
b)        Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.”. Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibnu Al Qayyim Al Jauziyah “bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh aqiqahnya”.
c)        Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: “Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan aqiqahnya)”.
d)       Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lahirnya sang anak.
e)        Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari’at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari kiamat.
f)         Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara masyarakat.
Dan masih banyak lagi hikmah yang terkandung dalam pelaksanaan Syariat Aqiqah ini.

H.    Syariat Islam tentang Udhiyyah
1.        Pengertian Udhiyah
Qurban bahasa arabnya adalah al-udhiyah diambil dari kata adh-ha. Makna adh-ha adalah permulaan siang setelah terbitnya matahari dan dhuha yang selama ini sering kita gunakan untuk sebuah nama sholat, yaitu sholat dhuha di saat terbitnya matahari hingga menjadi putih cemerlang. Adapun al-udhiyah / qurban menurut syariat adalah sesuatu yang disembelih dari binatang ternak yang berupa unta, sapi dan kambing untuk mendekatkan diri kepada Allah yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan Hari Tasyrik. Hari Tasyrik adalah hari ke 11, 12, dan 13 Dzulhijah.

2.        Kaifiat dalam Udhiyah
Kaifiat/tatacara berudhiyah sama dengan saat kita akan menyembelih binatang sesuai dengan syariat Islam seperti pada umumnya. Yang membedakannya ialah waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan Udhiyah ialah hari-hari setelah Hari Raya Idul Adha atau bertepatan dengan tanggal 11, 12, 13 Dzulhijah dan hari-hari inilah yang paling utama.

3.        Kriteria Binatang  Udhiyah
a.       Merupakan binatang ternak
Makna Al-An’am sesuai dengan makna lughawi dan kultur Arab adalah binatang ternak yang berupa unta, sapi dan domba, (lisanul arab 14/212-213). Hal ini juga serupa dengan ungkapan dari Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhu Al-Mumthi’: 7/273). Jadi jenis yang boleh dijadikan kurban adalah unta, sapi dan domba. Sedangkan kerbau menurut beberapa ulama’ seperti Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Al-Utsaimin dan lainnya hukumnya boleh karena termasuk dalam kategori sapi.
b.      Cukup Umur
Ketentuan tentang umur telah ditentukan oleh syar’i. Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu menyembelih kurban kecuali musinnah kecuali kamu kesulitan, maka boleh kamu menyembelih domba jadha’ah,” (HR Muslim, 2797).
Musinnah atau biasa disebut dengan istilah tsaniyyah adalah setiap binatang piaraan (unta, sapi atau kambing) yang telah gugur salah satu gigi depannya yang berjumlah empat (dua di bagian atas dan dua di bagian bawah). Adapun dikatakan unta yang musinnah biasanya unta tersebut telah berumur lima tahun sempurna, sapi yang musinnah adalah sapi yang telah berumur dua tahun sempurna dan disebut kambing yang musinnah biasanya kambing tersebut satu tahun sempurna. Sedangkan domba jadha’ah yaitu domba yang belum genap berumur satu tahun. (Talkhish Kitab Ahkam AlUdhiyyah Wadh-Dhakah, oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, Fiqh As-Sunah 2/34 dan Al-Mu’jam Al-Wasith 101-102)
c.       Tidak Cacat
Rasulullah pernah bersabda mengenai keadaan binatang yang layak untuk kurban, “Ada empat (yang harus dihindari) yaitu pincang yang benar-benar jelas pincangnya, buta sebelah yang jelas-jelas butanya, sakit yang jelas-jelas lemah atau kurusnya,” (HR Abu Daud 2802, at-Tirmidzi 1541, an-nasa’I 7/214, Ibnu Majah 3144, dan dishahihkan al-Albani dalam misykat al-Mshabih 1465).
Yang termasuk cacat adalah pincang, sebelah matanya buta bukan sekedar juling, sakit yang menyebabkan lemah, lemah atau kurus akibat terlalu tua, gila dan terpotong sebagian telinga dan cacat lain yang lebih parah.
Ahli fiqh memakruhkan Al-Adbhaa’ (binatang yang hilang lebih dari separuh telinga atau tanduknya), al-Muqaabalah (putus ujung telinganya), al-Mudaabirah (putus telinganya sobek oleh besi pembuat tanda pada binatang), al-kahrqaa (sobek telinganya), al-Bahqaa (sebelah matanya tidak melihat), al-batraa (yang tidak memiliki ekor), al-Musyayyah (yang lemah) dan al-mushfarah (terputus telinganya)
d.      Disembelih pada waktunya
e.       Milik pribadi, binatang tersebut tidak terkait dengan hak orang lain


4.        Hikmah Udhiyah
a.         Sebagai bentuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhahanu Wata’ala (bertaqarrub kepada Allah)
b.        Menghidupkan kembali sunnah Nabi Ibrahim Alaihi Sallam dan semangat pengorbanannya
c.         Berbagi suka kepada keluarga, kerabat, sahaya dan fakir miskin
d.        Tanda kesyukuran kepada Allah atas karunia-Nya


























BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
1.        Binatang yang diternakan adalah binatang yang dengan sengaja dikembangbiakan dan dibudidayakan oleh manusia dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.
2.        Binatang yang dipelihara (pet animal) ialah binatang yang dengan sengaja dipelihara manusia dengan tujuan pemeliharaannya ialah untuk menemani kegiatan manusia, menjadi sahabat manusia atau untuk memberi kesenangan kepada manusia selaku pemelihara binatang tersebut.
3.        Binatang yang dijualbelikan ialah kegiatan menjual dan membeli binatang dengan tujuan untuk dimanfaatkan manusia seperti untuk dipelihara (contoh: hamster, kucing, ikan hias dll) untuk dikonsumsi (contoh: ayam, sapi, kambing dll) atau untuk dijadikan sebagai alat pemburu (contoh: anjing)
4.        Binatang yang diburu ialah upaya menangkap/membunuh binatang liar yang hidup di hutan atau ditempat lainnya dengan cara menembak, memanah, menombak, membuat jebakan atau dengan cara dibantu dengan binatang pemburu (anjing, elang dll)
5.        Binatang yang dibunuh ialah usaha untuk membunuh binatang yang dapat mengganggu aktivitas dan kegiatan manusia karena jika binatang tersebut dibiarkan saja dikhawatirkan akan memberikan bahaya kepada manusia dan lingkungan sekitar.
6.        Penyembelihan binatang ialah memutus jalan makan, minum, nafas, & urat nadi pada leher binatang dengan alat tajam, selain gigi, kuku, tulang, & dan pelaksanaannya sesuai syariat Islam.
7.        Aqiqah adalah penyembelihan domba/kambing sesuai dengat syariat Islam untuk bayi yang dilahirkan pada hari ke 7, 14, atau 21. Jumlahnya 2 ekor untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk bayi perempuan.
8.        al-udhiyah / qurban menurut syariat adalah sesuatu yang disembelih dari binatang ternak yang berupa unta, sapi dan kambing untuk mendekatkan diri kepada Allah yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan Hari Tasyrik.



DAFTAR PUSTAKA

Situs Web:
·      http://abdanbaso.blogspot.co.id/2015/08/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
·      http://wahidweb.blogspot.co.id/2010/01/binatang-ternak-dalam-islam.html (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
·      http://www.ummi-online.com/bolehkah--memelihara-dan-jual-beli-binatang-peliharaan-dalam-islam.html (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
·      http://www.seputarakudankamu.tk/2016/04/binatang-binatang-yang-tidak-boleh.html
·      http://www.nu.or.id/post/read/54181/jual-beli-binatang-peliharaan (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
·      https://nasihatonline.wordpress.com/2013/03/06/kriteria-binatang-yang-boleh-dan-tidak-boleh-dibunuh/ (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
·      http://insah05.blogspot.co.id/ (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
·      http://media.isnet.org/kmi/islam/Qardhawi/Halal/201172.html (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
·      https://syiarislam.net/2010/03/16/tatacara-aqiqah-untuk-anak-menurut-islam/ (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
·      http://www.alkhoirot.net/2013/03/aqiqah-akikah-dalam-islam.html (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
·      http://www.elhooda.net/2013/10/pengertian-dan-hukum-qurban-udhiyah/ (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
·      http://www.el-taqwa.com/2014/12/udhiyah-qurban-hukum-keutamaan-waktu.html (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah tentang Ekonomi Islam

BAB    I PENDAHULUAN A.           Latar Belakang Islam merupakan agama yang kaffah , yang mengatur segala perilaku kehidupan ma...