Rabu, 26 April 2017

Makalah Pancasila dalam Pandangan Islam



BAB I
Pendahuluan
A.          Latar Belakang

Segala puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, dan segala Rahmat dan petunjukNya kita menikmati kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasar Pancasila dan Undang-Undang 1945, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini semua berkat usaha dan perjuangan yang gigih para pendahulu kita yang telah meletakkan dasar-dasar Negara yang cerdas dan bijaksana.

Tentu kita tidak dapat membayangkan bagaimana founding fathers dahulu, begitu tenang dan sangat teliti menyusun rumusan dasar-dasar Negara. Dan Pancasila ketika ditetapkan sebagai way of life bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara Republik, dengan Undang-Undang Dasar 1945, bersifat religius dan universal.

Bahkan hingga sekarang justru Pancasila tidak dapat dihindari sebagai magnit yang luar biasa untuk menjadi rujukan, ketika bangsa ini terasa carut marut dalam berkehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan beragama. Begitu pula bangsa-bangsa di dunia pada belajar terhadap kesaktian Pancasila yang secara biografis sangat syarat dengan perbedaan. Baik ras, agama dan suku yang memiliki berbagai macam adat, bahasa dan keyakinan.

Ternyata dengan keberadaan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar Negara, sejak kemerdekaan Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, semakin menunjukkan bukti yang tidak dapat dipungkiri oleh warga Negara Indonesia maupun warga Negara lain bahwa Pancasila telah menjadi payung raksasa, yang dapat memberikan jaminan rasa tenang dan aman dalam persatuan dan kesatuan, kerukunan antar umat bergama dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pancasila telah teruji melalui berbagai seminar hukum dan dipandang dari berbagai segi baik filsafat dan agama serta perjalanan sejarah bangsa, bahwa Pancasila sangat cocok sebagai ideologi bangsa Indonesia. Dari bebagai ideologi politik dan paham agama, Pancasila dapat menimbulkan kepribadian secara selaras, serasi dan seimbang dan tidak bertentangan dengan hukum Tuhan dari berbagai keyakinan adat dan agama apapun di dunia dan khususnya di Indonesia.

Karena itu Pancasila dari sudut pandangan Islam, tidak ada lagi yang dapat menunjukkan adanya jurang pembeda. Bahkan tidak ada sedikitpun Pancasila dengan 5 (lima) silanya dan ditambah secara rinci butir-butir dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tahun 1978, bertentangan dengan ajaran Islam.

B.          Rumusan Masalah
1.             Bagaimana pandangan Islam terhadap Pancasila?
2.             Bagaimana integritas sila-sila Pancasila dalam ayat-ayat Al-Qur’an


C.          Tujuan Penulisan
1.             Mengetahui bagaimana Pancasila dalam pandangan Islam
2.             Mengetahui ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang ada kaitannya dalam setiap sila dalam Pancasila














BAB II
Pembahasan

A.          Pandangan Islam Terhadap Pancasila

Sejak terjadinya gerakan reformasi pada Tahun 1998, Pancasila mengalami ujian berat khususnya dalam masalah nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Menurut pandangan Islam bahwa teori dan praktek Demokrasi Pancasila hanya dapat diterima jika warna pencelupannya sesuai dengan pencelupan Pancasila, yaitu menurut celupan Allah Subhanahu Wata’ala yang ber-Ke Tuhanan Yang Maha Esa itu. Untuk mengenal celupan dari Allah Subhanahu Wata’ala, orang bebas mempergunakan ilmu dari Barat-kah atau dari Timur-kah, tetapi setiap teori tentang masyarakat, bangsa dan Negara, tentang kebudayaan yang normatif, hukum dan kesusilaan, tentang agama dan filsafat, yang coraknya datang dari jiwa Atheisme, Politheisme, Komunisme dan jiwa munafik wajib ditolak seluruhnya, demikian menurut Prof. Dr. Hazairin SH. Dalam bukunya Demokrasi Pancasila Th. 1985.

Ada 2 (dua) Pandangan Islam terhadap Pancasila, yang perlu dan penting untuk disampaikan disini diantaranya adalah :

1.              Pancasila dan Piagam Jakarta dipandang dari sudut Theologis.

Secara historis Pancasila dan Pembukaan dalam Undang-Undang Dasar 1945, tidak dapat terlepas dengan keberadaan Piagam Jakarta. Perbedaan satu-satunya antara Piagam Jakarta dan Pembukaan UUD 1945 Cuma terdiri dari yakni ”dengan kewajiban manjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” sedangkan kewajiban yang dimaksud itu dari aspek theologis, sejak dahulu sampai sekarang telah dijalankan oleh umat Islam yang ta’at kepada agamanya.
           
Negara Republik Indonesia yang berdasarkan ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menurut pandangan Islam mempunyai 2 (dua) Kedaulatan, yaitu Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Tuhan.


a.             Kalau Kedaulatan Rakyat, memiliki wujudnya Demokrasi Pancasila. Artinya hubungan antar manusia sepenuhnya yang berhak mengatur dirinya. Dan sampai pada menentukan suatu kekuasaan dalam sebuah Negara ditentukan oleh rakyat (manusia). Karena ini menyangkut ’Hablum minan naas’, maka Nabi Muhammad Rasulullah bersabda : ”antum a’lamu biumuuri dunyakum”, kamu lebih mengetahui urusan duniamu”.

Meskipun urusan dunia yang dianggap lebih tahu adalah manusia, bukan berarti mutlak dari manusia untuk manusia. Islam memberikan kesempatan manusia untuk bersikap kritis. Bukan jatuh kepada paham liberalisme, sekularisme, kapitaisme, atheisme, polytheisme, tetapi harus tetap pada paham monotheisme, yaitu paham yang menganut kepada Tuhan yang satu, Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana sila pertama dalam Pancasila.

           
Pancasila adalah produk manusia/bangsa Indonesia yang memiliki dasar negara yang ber-Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Dan sangat paham dalam menghayati kehidupan warga bangsa yang plural (beraneka ragam suku dan agama). Penghayatan itu diabadikan dalam lambang Garuda Pancasila yang dicengkeramkan dengan kuat pada kata-kata ”Bhinneka Tunggal ika”. Semangat hidup dalam perbedaan ras, agama dan suku, yang didasarkan pada modal kebesaran jiwa yang ber-Tuhan, hendaknya mampu melahirkan jiwa ke-Esa-an atau ke-Ika-an dalam kebhinekaan.

Menurut Prof. Dr. Mukti Ali MA. (yang dikenal Bapak Perbandingan Agama Indonesia), bahwa sikap yang paling tepat untuk hidup di Negara berdasarkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan menerapkan prinsip ”agree undisgreement”, setuju dalam dalam ketidak setujuan. Adapun ayat suci Al Qur’an surat Al Kafirun yang menyebutkan ”lakum diinukum waliya diin”, untukmu agamamu, untukku agamaku.

Situasi terakhir masyarakat Indonesia telah mangalami dekadensi moral Pancasila dan agama. Dimana-mana ternyata terjadi tawuran antar warga. Adanya mudah marah kepada saudaranya sendiri, tidak lagi mengenal teman sendiri, sesama warga bangsa, antar mahasiswa/pelajar, antar pemeluk agama, seiman dan seagama. Perselisihan ini mulai antar sekolah/kampus, antar desa, seasma korp pegawai bahkan sesama anngota Gedung DPR.

Peristiwa diatas menunjukkan bahwa doktrin Pancasila dan Agama, sudah mulai luntur. Setidaknya ada 2 (dua) masalah besar bagi Bangsa dan Negara dalam masalah ini.

1)        Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dianggap tidak identik dengan Soeharto. Sehinga apapun yang menjadi produk tatanan yang berasal dari pada zaman kepemimpinan H. Muhammad Soeharto dianggap tidak benar, dan tidak dapat dijadikan rujukan kebaikan dan kebenaran. Meskipun Pancasila yang dijabarkan secara rinci dalam P4 masih banyak relevansinya dalam kehidupan sekarang.

2)        Menganggap remeh program tentang Tri Kerukunan Hidup Umat Beragama. Hal ini disebabkan adanya kelompok yang masih merasa dirugikan dan diuntungkan/belum menjadi bagian dari tatanan hidup yang sangat tinggi nilainya, baik sebagai nilai kebenaran Pancasila dan agama. Bahkan masih terjangkit adanya sindrom mayoritas (yang mayoritas merasa terdesak dengan berkembangnya yang minoritas) dan sindrom minoritas (yang minoritas merasa terinjak-injak haknya oleh yang mayoritas).

Kalau P4 dan Tri Kerukunan Hidup Umat Beragama yang berdasarkan Pancasila yang merupakan konsep maju dan modern sebagai bangsa, dan demi terwujudnya konsep ”Rahmatan Lil’alamin”, rahmat bagi seluruh alam, harus dijadikan perhatian utama dalam mambangun karakter bangsa. Pemerintah dalam hal ini harus tegas dan bijak.

Sebagaimana firman Allah ”Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari dua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu, dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (Al Qur’an surat Al Hujurat 9-10)

Pancasila yang hingga kini masih dipertanyakan sebagian warga negara yang belum menghayati ”hubbul wathon minal iman”, cinta tanah air itu sebagian daripada iman (Al Hadits). Sebagian warga Negara inilah yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Karena sesungguhnya merekalah yang sering menimbulkan pemahaman-pemahaman yang selalu cenderung antagonistik (pertentangan). Lebih daripada itu, mereka mengarah kepada anti kemapanan. Tidak peduli Negara Pancasila dan agama, menjadi lahan untuk menyalurkan pikiran-pikiran yang antagonistik itu.

Berdasarkan realitas sosial keagamaan diatas, maka masalah besar tersebut harus cepat segera diatasi. Sayang jika bangsa ini dibiarkan terlanjur masuk kejurang dekadensi moral, baik moral Pancasila (tidak Pancasila) maupun moral agama (tidak agamis). Karena secara theologis bangsa ini hampir mulai terjangkit mosi tidak percaya terhadap kebenaran Pancasila dan Agama. Dan mulai melirik kepada kapitalisme, liberalisme, dan komunisme, sebagai upaya mencari solusi daripada kebutuhan politik sekaligus agama.
           
b.             Sementara kedaulatan Tuhan Allah SWT memiliki wujud dalam sila pertama dan utama dalam Pancasila yaitu Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Dalam Al Qur’an surat Al Ikhlas ayat pertama dan seterusnya, jelas umat Islam secara theology meyakini sebagai inti kekuatan ajaran Islam. Dan sebagai dogma teologi yang tidak boleh diingkari ke-Esa-annya.

Begitu pula ketika bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia adalah tokoh-tokoh yang religius yang sangat paham dan sadar betul bahwa kemerdekaan yang merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia adalah ”atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa”.

Karena itu secara Theologis hendaknya di pahamkan bahwa menjalankan kehidupan yang Pancasilais atau menjalankan Demokrasi Pancasila itu syarat muatan amanah Allah. Manusia telah diberi amanah yang langsung bersumber kepada Allah, ”Dan dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan dia mengangkat (derajat) sebagian kamu diatas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu” (surat Al’Anam 165).

Dengan demikian wajib bagi kita, baik sebagai warga Negara biasa maupun yang menjalankan tugas Negara baik sipil maupun militer menjalankan amanah itu dengan penuh dedikasi tanpa pamrih. Karena itu setiap langkah dalam kehidupan, hendaknya disesuaikan dengan kehendak Allah Tuhan Yang Kuasa. Dan selaras dengan itu wajiblah setiap sumpah jabatan disertai dengan ucapan ”Demi Allah” seperti yang telah dicontohkan dalam pasal UUD 1945.

2.             Pancasila dan umat Islam dipandang dari sudut sosiologi agama.

Sudah menjadi takdir Ilahi bahwa manusia hidup berkelompok dan salah satu kelompojk adalah kelompok bangsa. Sejak terjadinya revolusi Perancis 1789, peran bangsa menjadi besar dalam kehidupan umat manusia dengan terjadinya Negara-negara kebangsaan (nation states).

Negara kebangsaan menjadi subjek yang utama dalam kehidupan Internasional. Maka secara sosiologis sebagai umat Islam kita menganut persaudaraan Islam yang tak mengenal batas bangsa dan meliputi seluruh umat manusia. Tetapi dipihak lain kita sebagai umat Islam juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Negara dan Bangsa, dimana kita dilahirkan dan hidup di Negara Pancasila yaitu Negara Indonesia.

Karena Islam itu memandang sangat strategis bahwa umat Islam adalah menjadi bagian dari  bangsa Indonesia, mempunyai kepentingan besar atas kemajuan bangsa Indonesia. Sebab makin maju kesejahteraan hidup bangsa Indonesia, makin sejahtera pula kehidupan umat Islam di Indonesia. Karena umat Islam adalah mayoritas, maka keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia berarti keberhasilan umat Islam Indonesia.

Sebagai umat Islam yang memiliki keyakinan bahwa Islam adalah ”rahmatan lil alamin”, rahmat bagi seluruh alam, maka umat Islam yang merupakan bagian dari bangsa Indonesia harus menempatkan diri sebagai yang terdepan sebagai patriot bangsa, pembela tanah air, mencintai tanah air, dan bahkan komitmen terhadap pemimpin-pemimpin bangsa sebagai kholifah yang harus pula di taati, selain Allah dan Rasulnya

Islam memandang hukumnya wajib menghargai, menghormati dan mentaati siapapun pemimpin Negara Republik Indonesia. Demokrasi Pancasila yang berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa, berarti pula Negara ini secara tidak langsung berdasarkan sosiologi agama adalah pemerintahan yang didasarkan pada syari’at agama dan masyarakat adalah masyarakat yang agamis (religius). Sila-sila dalam Pancasila adalah jelas merupakan dasar-dasar yang tidak bertentangan ajaran agama (Islam) bahkan sejalan dengan syari’at Islam.

Memandang dari sudut theology bahwa Ke Tuhanan Yang Maha Esa diatas, para ulama menegaskan betapa pentingnya bangsa ini menumbuhkan persaudaraan melaui ukhuwah wathoniyah (persaudaraan antar Negara), ukhuwah bashoriah (persaudaraan antar warga negara), dan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan antar umat Islam). Persaudaraan ini sangat menjadi perhatian khusus oleh ajaran Islam, demi terwujudnya persaudaraan menyeluruh bagi warga bangsa. Dan pemerintah menyelaraskan hal ini melalui Kementrian Agama, telah merumuskan Tri Kerukunan Hidup Umat Beragama, yaitu kerukunan antar agama dan pemerintah, kerukunan antar agama dan kerukunan intern umat beragama.

Dalam kehidupan bangsa yang multi ras, agama dan suku, maka rumusan Tri Kerukunan Umat Beragama menjadi sangat penting dan strategis dalam upaya pemerintah menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa, sebagai wujud dan bentuk Negara yang ber Ke Tuhanan dengan pemerintahan yang sangat memahami bahwa bangsa lndonesia, masyarakatnya adalah masyarakat religius.

Secara sosiologis bahwa realitas masyarakat lndonesia, penduduknya yang paling besar adalah umat lslam (mayoritas). Karena itu Negara Republik lndonesia ini maju dan mundumya, secara tidak langsung telah menjadi tugas dan tanggung jawab umat lslam. Peranan umat Islam sangat penting dan modal besar bagi Negara untuk dijadikan modal dasar pembangunan.

Bahkan tidak mustahil bahwa kemajuan lndonesia dapat menjadi inspirasi bagi perkembangan dan kemajuan umat lslam di Negara-negara lain, Karena itu betapapun kemajuan yang dicapai oleh kalangan non lslam, itu masih belum dapat membawa kemajuan bangsa lndonesia kalau umat lslam lndonesia belum mencapai kemajuan hidup, Dengan menyadari existensinya sebagai umat mayoritas, dan sebagai warga Negara yang ta'at pada Allah, Rasul-Nya dan pemimpin pemerintahan, wajib hukumnya hubungan baik pemerintah dan umat lslam harus tetap terpelihara dengan baik.

Bahkan mayoritas umat lslam mendukung Negara Pancasila dan sedikit yang menginginkan berdirinya Negara lslam dan itupun dilakukan dengan cara damai karena mereka tidak melawan otoritas pemegang kekuasaan Negara melainkan dengan membangun 'masyarakat ideal’, yang diyakini sebagai pelaksanaan konsep Negara dalam lslam

Meskipun Negara Pancasila bukan berarti Negara Agama, sebaiknya pemerintah tetap selalu memperhatikan kepentingan mayoritas umat lslam sebagai warga Negara. Jika pemerintah membuat Peraturan perundangan hendaknya lebih memberikan peluang kepada fiqh lslam, yang menjadi landasan hidup umat lslam sehari-hari, Harus disadari bahwa umat lslam dalam Negara Pancasila tidak dapat mendirkan negara lslam, tetapi jika peraturan perundangan tidak menantang arus fiqh lslam maka berarti tidak akan menghalangi bagi umat lslam melaksanakan hukum lslam.

Pada akhirnya umat lslam memberikan legitimasi terhadap Pancasila sebagai dasar Negara dan Negara memberikan legitimasi terhadap umat lslam melaksanakan syari'at agamanya dalam kehidupan ber-Masyarakat, ber-Bangsa dan ber-Negara, Dan secara sosiologis, hubungan ulama-ulama Islam dapat berdampingan saling mengisi dalam membangun bangsa dan negara, sebaliknya kehidupan mayoritas umat lslam dalam Negara Pancasila semakin memiliki peran penting dalam pembangunan disegala bidang kehidupan, Sehingga keberhasilan pembangunan bangsa dan Negara ini juga merupakan keberhasilan umat lslam.




B.          Integritas Sila-sila dalam Pancasila terhadap Ayat-ayat Al-Qur’an
Lima Sila (Panca Sila) telah disebutkan dengan jelas dalam Naskah alinea ke-4 preamble (Mukadimah) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.,  dimana ia adalah amanat cita-cita mulia dari  para pendiri bangsa dalam membangun  dasar sebuah  nation (negara) besar Ber-Bhinneka Tunggal Ika,  “Berbeda-beda tetapi tetap satu” yang sekarang kita kenal bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagi kita sebagai orang Islam, jiwa yang terkandung didalam Pancasila bukanlah sesuatu yang asing lagi, bukan pula sesuatu yang merugikan apalagi hendak menghapuskan, karena apa yang telah disuarakan Pancasila  merupakan bagian dari nilai-nilai Universal Islam.  Nilai-nilai Pancasila itu terkandung di dalam ajaran indah Al-Qur’an.
Berikut adalah contoh penerapan pancasila yang berkaitan dengan ayat-ayat dalam Al’Qur’an:
1.             Sila kesatu, Ketuhanan Yang Maha Esa
a.              “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. Asy-Syuura : 11)
b.             “Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Saba’ : 1)
c.              “Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.  Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “
(Q.S. Al-Hasyr : 22-24)
d.             “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa.” (Q.S. Al-Ma’idah : 73)
e.              Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (Q.S. Al-Baqarah : 256)
2.             Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
a.             “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.“ (Q.S. At-Tiin : 4)
b.             “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Q.S. Al-Isra’ : 70)
c.              “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.“ (Q.S. Al-Hujurat : 11)
d.             “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Ma’idah : 2)
e.              “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. “(Q.S. Al-Insan : 8-9)
3.             Sila ketiga, Persatuan Indonesia
a.             “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “
(Q.S. Al-Hujurat : 13)
b.             “Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan
yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
(Q.S. Al-Hujurat : 9)
c.              “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. “(Q.S. Al- Al-Hujurat : 10)
d.             “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. “
(Q.S. An-Nisa : 59)
4.             Sila keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
a.              “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. “(Q.S. Asy-Syura : 38)
b.             “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.” (Q.S. Al-Mujadilah : 11)
c.              “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia, janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (Q.S. Al-Mujadilah : 9)
5.             Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
a.              “Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? “ (Q.S. An-Nahl : 71)
b.             “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka.  Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. “ (Q.S. Al-Imran : 180)
c.              “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. “ (Q.S. Al-Furqan : 67)
d.             “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak, “ (Q.S. Al-Hadid : 11)
e.              “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian. “ (Q.S. Adz-Dzariyat : 19)
f.                     “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. “ (Q.S. Al-Ma’uun : 1-3)





















BAB III
Kesimpulan

Berdasarkan uraian tentang Pancasila menurut Pandangan lslam dari sudut Theologis dan Sosiologis, maka dapat ditarik kesimpulan dalam 2 (dua ) hal, yaitu :
1.             Secara theologis, bahwa sebagai warga bangsa harus menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila dan nilai'nilai Agama. Pancasila yang memiliki sila pertama Ke Tuhanan yang Maha Esa, telah memberikan arti secara theologies bagi pelaksanaan sila-sila selanjutnya, Hal inidapat dimengerti bahwa setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam mengambil keputusan harus berdasarkan aspirasi politik umat lslam yang mayoritas, khususnya mmperhatikan kehidupan umat lslam yang melaksanakan syari’at agamanya' Sehingga kepentingan Negara dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan tidak bertentangan dengan kehendak Allah Tuhan yang Maha Esa, yang secara syari'at menjadi keyakinan umat lslam.
2.             Negara Pancasila telah memberikan legitimasi umat lslam dalam melaksanakan sysi'at lslam, sebaliknya umat lslam telah meligitimasikan Pancasila sebagai dasar Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara, Karena itu pancasila telah menjadi bagian dari nilai - nilai ajaran lslam yang sejalan dengan kehidupan sehari-hari umat lslam' Karena itu Tri Kerukunan Hidup Umat beragama perlu didukung sepenuhnya oleh warga bangsa, demi terwujudnya persatuan dan kesatuan Negara Republik lndonesia, yang berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Esa dan berahklakul karimah.
Dan ada banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang erat kaitannya dalam setiap sila dalam Pancasila.

DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah tentang Ekonomi Islam

BAB    I PENDAHULUAN A.           Latar Belakang Islam merupakan agama yang kaffah , yang mengatur segala perilaku kehidupan ma...