Kamis, 27 April 2017

Makalah pembahasan soal fiqih jilid 3



Pembahasan
Soal

1.        Sekitar Thaharah, coba Anda jelaskan tentang fungsi air, tatacara penggunaan serta macam-macamnya! Disertai dalil Naqli yang berkaitan (Al-Qur’an dan As-Sunnah)
2.        Jelaskan disertai dengan contoh perbedaan najis dan kotoran dan tatacara membersihkannya! Disertai dalil Naqli yang berkaitan (Al-Qur’an dan As-Sunnah)
3.        Kapan Anda melaksanakan Wudhu dan Tayamum? Jelaskan secara terurai disertai dengan tatacaranya
4.        Kemukakan pendapat Anda tentang syarat sah, syarat wajib, rukun dan sunnah yang berkaitan dengan Wudhu dan Shalat!
5.        Kemukakan pengalaman anda pada saat melaksanakan Shalat!

Jawaban
1.      Sekitar Thaharah, coba Anda jelaskan tentang fungsi air, tatacara penggunaan serta macam-macamnya! Disertai dalil Naqli yang berkaitan (Al-Qur’an dan As-Sunnah)
a.        Fungsi air
øŒÎ) ãNä3ŠÏe±tóム}¨$yèZ9$# ZpuZtBr& çm÷YÏiB ãAÍit\ãƒur Nä3øn=tæ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB Nä.tÎdgsÜãÏj9 ¾ÏmÎ/ |=Ïdõãƒur ö/ä3Ztã tô_Í Ç`»sÜø¤±9$# xÝÎ/÷ŽzÏ9ur 4n?tã öNà6Î/qè=è% |MÎm7sWãƒur ÏmÎ/ tP#yø%F{$# ÇÊÊÈ
(ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)[1]. (Q.S. Al-Anfal : 11)
[1] Memperteguh telapak kaki disini dapat juga diartikan dengan keteguhan hati dan keteguhan pendirian.
Dalam ayat ini menjelaskan bahwa fungsi hujan adalah untuk menyucikan, untuk membersihkan. Hal ini terjadi pada saat perang Badr. Waktu itu, pasukan muslimin hanya sekitar 300 orang sedangkan lawannya adalah sekitar 1000 orang. Karena sangat khawatir, Rasulullah meminta pertolongan kepada Allah SWT. Kemudian Allah pun memberikan kekuatan dan ketenangan, yaitu dengan menurunkan hujan. Dimulai dengan diberikan rasa kantuk, kemudian diturunkan hujan. Sehingga dengan turunnya hujan tersebut bisa digunakan untuk membersihkan diri

uqèdur üÏ%©!$# Ÿ@yör& yx»tƒÌh9$# #MŽô³ç0 šú÷üt/ ôytƒ ¾ÏmÏGyJômu 4 $uZø9tRr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB #YqßgsÛ ÇÍÑÈ
Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang Amat bersih, (Q.S. Al-Furqon : 48)
Dalam ayat ini Allah  Subhanahu Wata’ala menyebutkan bahwa hujan turun sebagai Rahmat, “Ma’aan thohuran, air yang sangat bersih”, inilah sifat air hujan. Namun manusia seringkali menyebut bahwa hujan itu sebagai pembawa bencana. Sebenarnya yang membawa bencana bukanlah air hujannya melainkan tindakan manusia yang melampaui batas sehingga membuat keseimbangan alam terganggu yang mengakibatkan ketika turun hujan terjadi bencana banjir.
Selain sebagai Rahmat, fungsi lain air hujan ialah:
·         Air suling, filtrasi. Air yang dididihkan pada suhu 100 derajat celcius hingga menjadi uap, kemudian dikondensasi membentuk butiran air. Dengan kadar-kadar kejernihan tinggi/sangat jernih.
·         Air hujan, air suling yang paling baik.
Sains dan teknologi telah menunjukkan hal ini. Air yang ada diuapkan, kemudian dikondensasi, kemudian diturunkan dalam bentuk hujan. Jadi ketika Allah SWT menyebut hal ini tidak sembarangan. Air hujan ini memiliki karakteristik tertentu.
·         Air hujan mampu menjadi pembersih (udara, kulit), menyerap kotoran yang ada.
Jadi sebenarnya ketika orang tua melarang main hujan-hujanan karena takut sakit itu yang berbahaya bukan air hujannya. Air hujannya bersih, namun di sekitarnya banyak mengandung polutan dan air hujan ini berfungsi untuk membersihkan udara. Pembasmi kotoran terbaik. Yang mampu mensterilkan, membersihkan bumi yang tercemar. Sehingga ketika air hujan yang bercampur dengan polutan ini mengenai badan dapat menyebabkan sakit.
·         Thohuran yang berarti: menghilangkan berbagai kotoran

$uZù=yèy_ur $pkŽÏù zÓźuru ;M»yÏJ»x© /ä3»uZøs)ór&ur [ä!$¨B $Y?#tèù ÇËÐÈ
dan Kami jadikan padanya gunung-gunung yang tinggi, dan Kami beri minum kamu dengan air tawar (Q.S. Al-Mursalat : 27)

Air ini memiliki beda fungsi:
·         Al maa’ al furaat berarti nikmat rasanya
·         Berbeda dengan air hujan, yang memiliki kemampuan membasmi bakteri, kuman, tidak memiliki rasa.
·         Air yang kita minum (sumur, sungai, mata air) terasa segar karena mengandung mineral yang bermanfaat untuk kehidupan manusia, tumbuhan, dan hewan.
·         Air mengandung 13 unsur garam mineral. Diantaranya N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, Cl.

Bagi tubuh, air juga memiliki banyak fungsi, yaitu:
·         Fungsi terbesar air adalah untuk melancarkan aliran darah dan mendorong metabolisme.
·         Air berfungsi menghidupkan kehidupan bakteri dalam usus dan enzim
·         Air berfungsi mengeluarkan kotoran dan racun (dioksin, polutan, bahan-bahan tambahan makan yang bersifar karsinogen).
·         Air berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh.

Jadi, Air memiliki banyak fungsi dalam kehidupan kita di dunia, kaitannya dengan thaharah, maka dalam hal ini air berfungsi untuk membersihkan diri/badan kita (baik berupa Wudhu, Mandi atau hanya sekedar membersihkan bagian badan tertentu dari kotoran/najis)

b.        Tatacara Penggunaan Air
Beberapa tatacara dalam menggunakan air ialah sebagai berikut:
1)      Menggunakan air secara hemat (seperlunya)
2)      Lebih memilih air Mutlak (Suci dan Mensucikan) ketika hendak bersuci (seperti berwudhu dan mandi) kecuali dalam keadaan darurat)
3)      Menggunakan air dengan takaran yang cukup (minimal 2 kullah / sekitar 216 liter) ketika hendak berwudhu
4)      Tidak menggunakan air yang dipanaskan atau disimpan dalam logam yang berkarat (air musyammas)
5)      Lebih memilih bersuci dengan air yang mengalir daripada yang tergenang.

c.         Macam-Macam Air
1)      Air Mutlak.
Adalah air yang suci, tidak tercampur apapun di dalamnya, sehingga bisa digunakan untuk mensucikan. Seluruh ulama sepakat, bahwa air mutlak bisa digunakan untuk bersuci. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Macam-macam air Muthlak :
a)      Air hujan, salju atau es, dan air embun, berdasarkan Firman Allah dalam surat Al-Anfal : 11 dan Al-Furqon : 48 yang telah disebutkan sebelumnya.
Juga berdasarkan hadits Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu katanya:
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam bila membaca takbir di dalam sembahyang diam sejenak sebelum membaca Al-Fatihah, maka saya tanyakan: Demi kedua orangtuaku wahai Rasulullah! Apakah kiranya yang Anda baca ketika berdiamkan diri di antara takbir dengan membaca Al-Fatihah? Rasulullah pun menjawab:
Saya membaca: Ya Allah, jauhkanlah daku dari dosa-dosaku sebagaimana Engkau inenjauhkan Timur dan Barat. Ya Allah bersihkanlah daku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dan kotoran. Ya Allah, sucikanlah daku dan kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan embun. (H.R. Jamaah kecuali Turmudzi)
b)      Air laut, berdasarkan hadits Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu. katanya:
Seorang laki-laki menanyakan kepada Rasulullah, katanya: Ya Rasulullah, kami biasa berlayar di lautan dan hanya membawa air sedikit. Jika kami pakai air itu untuk berwudhuk, akibatnya kami akan kehausan, maka bolehkah. kami berwudhuk dengan air laut? Berkatalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam.:
Laut itu airnya suci lagi mensucikan, dan bangkainya halal dimakan. (Diriwayatkan oleh Yang Berlima)
Berkata Turmudzi: Hadits ini hasan lagi shahih, dan ketika kutanyakan kepada Muhammad bin Ismail al-Bukhari tentang hadits ini, jawabnya ialah: Hadits itu shahih.
c)      Air telaga/sumber mata air, karena apa yang diriwayatkan dan Ali rodhiallahu ‘anhu: Artinya:
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam meminta seember penuh dan air zamzam, lalu diminumnya sedikit dan dipakainya buat berwudhuk. (H.R. Ahmad)
d)     Air Sungai
e)      Air Embun
f)       Air Sumur

2)      Air Musta’mal
Air musta’mal adalah air yang sudah dipakai/digunakan. Perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan ulama terjadi saat menentukan apakah air musta’mal itu suci dan mensucikan ataukah suci tetapi tidak mensucikan muthohhir).
Dan perbedaan ini terjadi dikarenakan sudut pandang yang berbeda mengenai dalil yang ada, dan dalil tersebut juga sama2 shahih. Jadi, tidak perlu diperdebatkan dan diperuncing masalah perbedaan yang ada, yang penting sekarang adalah, menyikapi perbedaan yang ada dengan sikap yang arif, seperti para Imam Madzhab yg muktabar terdahulu menyikapi perbedaan pendapat di antara mereka.
Perbedaan pendapat (khilafiyah) yang ada mengenai “Air Musta’mal” adalah sebagai berikut :
a)        Pendapat Yang Mengatakan Air Musta’mal adalah Suci Tetapi Tidak Mensucikan.
Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah :
Dari seorang sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita (istri) mandi dengan air bekas mandi laki-laki (suami), atau laki-laki (suami) mandi dengan air bekas mandi wanita (istri), dan hendaknya mereka berdua menciduk air bersama-sama.” Dikeluarkan oleh Abu Dawud, An Nasa-i, dan sanad-sanadnya shahih.
b)      Pendapat Yang Mengatakan Air Musta’mal adalah Suci dan Mensucikan.
Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah :
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu : “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi dengan air bekas mandinya Maimunah radiyallahu ‘anha. (HR. Muslim no. 323).
Oleh ashabus sunan, “sebagian istri-istri nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- (Maimunah) mandi di dalam bak. Lalu beliau datang untuk mandi dengan airnya. Lalu Maimunah berkata, “Saya sedang junub”, lalu beliau bersabda, “sesungguhnya air tidak tercemar oleh junub”.
Hadits tersebut menerangkan tentang bolehnya menggunakan air musta’mal untuk bersuci. Bagaimana hubungannya dengan hadits larangan mandi di air yang tidak mengalir dan hadits larangan mandi air bekas mandi sebelumnya?!
Untuk melakukan kompromi atas hadits-hadits tersebut di atas, maka ulama yang mendukung pendapat air musta’mal bisa digunakan untuk bersuci mengatakan bahwa “larangan” pada hadits yg berbicara tentang larangan mandi menggunakan air bekas mandi di atas adalah larangan tanzih (makruh), tidak sampai hukum “haram”. Karena hadits-hadits di atas sama-sama shahih, maka harus dikompromikan.
Berarti mandi dengan air bekas mandi sebaiknya tidak dilakukan jika masih bisa ditemukan air yang jauh lebih bersih. Tetapi, jika kondisi tidak memungkinkan, maka air bekas boleh digunakan untuk bersuci dan bisa mensucikan. Menurut ilmu kedokteran/kesehatan pun hal ini dilarang.
Selain itu larangan tersebut juga mengandung hikmah di dalamnya, yaitu kebersihan lebih diutamakan dalam melakukan thoharoh (bersuci).
3)      Air Yang Bercampur Najis
Ada dua pendapat sehubungan dengan air yang bercampur dengan najis ini.
a)      Pendapat yang mengatakan, air menjadi najis karena tercampuri najis jika air itu sedikit, walaupun tidak merubah bau, rasa, atau warna air tersebut. Pendapat ini dipegang oleh Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Hmbali.
Masalah jumlah air yang sedikit tersebut, berapa batasannya..?! ada dua pendapat juga mengenai batasan jumlah air tersebut.
Sedikitnya air menurut Abu Hanifah adalah air yang jika digerakkan di satu ujung wadahnya, maka ujung lainnya juga ikut bergerak. Adapun sedikitnya air menurut madzhab Syafi’i dan Ahmad (Hanabilah) adalah air yang kurang dua kullah. Ini sesuai hadits :
Dari Abdullah bin Umar radiyallahu ‘anhuma dia berkata (bahwa) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “jika air mencapai dua kullah, maka (air tersebut) tidak mengandung kotoran [najis]”. Dalam lafadz lain: “(air tersebut) tidak ternajisi.” ( Dikeluarkan oleh imam yang empat, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, dan Ibnu Hibban)
b)      Pendapat yang mengatakan bahwa, jika air tidak merubah bau, rasa, atau warnanya, maka air tersebut tidak najis (suci). Ini adalah pula pendapat dan Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Hasan Basri, Ibnul Musaiyab, Ikrimah, Ibnu Abi Laila, Tsauri, Daud Azh-Zhahiri, Nakhai, Malik dan lain-lain. Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi :
Seorang badui berdiri lalu kencing di masjid. Orang-orang pun sama berdiri untuk menangkapnya. Maka bersabdalah Nabi saw: Biarlah dia, hanya tuangkanlah pada kencingnya setimba atau seember air! Kamu dibangkitkan adalah untuk memberi keentengan/kemudahan, bukan untuk menyukarkan. (H.R. Jamaah kecuali Muslim)
Dari hadits di atas, bisa diambil kesimpulan, bahwa air yang sedikit tetapi bisa menghilangkan bau, rasa dan warnanya, maka air tersebut bisa mensucikan.
2.             Jelaskan disertai dengan contoh perbedaan najis dan kotoran dan tatacara membersihkannya! Disertai dalil Naqli yang berkaitan (Al-Qur’an dan As-Sunnah)
a.        Perbedaan najis dan kotoran
Najis menurut bahasa artinya kotor, atau segala sesuatu yang dianggap kotor. Menurut istilah syariat Islam,. Najis adalah kotoran yang menghalangi sahnya ibadah. Sedangkan kotoran pun artinya keadaan yang tidak bersih yang ditimbulkan oleh bintik noda, daki, sampah atau barang-barang lain yang mencemarkan. Atau bisa juga dikatakan sesuatu yang najis pasti kotor tetapi belum tentu sesuatu yang kotor itu najis. Tetapi perbedaan yang mencolok dari keduanya ialah bahwa kotoran tidak menghalangi sahnya ibadah (misalnya pakaian yang berkeringat / terkena lumpur maka tetap sah shalatnya) dan najis dapat menghalangi dalam sahnya ibadah (pakaian yang terkena air kending / air liur anjing membuat shalatnya menjadi tidak sah)

b.        Tatacara Membersihkannya
Untuk membersihkan kotoran, maka dibagi dalam 3 kategori:
1)      Apabila kotoran tersebut terdapat di badan kita, maka cara membersihkannya adalah dengan membasuh dengan air bagian yang kotor tersebut atau dengan mandi untuk membersihkan secara keseluruhan.
2)      Apabila kotoran tersebut terdapat di pakaian kita, maka cara membersihkannya adalah dengan menggosok bagian yang kotor atau dengan mencucinya atau dengan mengganti dengan pakaian yang bersih
3)      Apabila kotoran tersebut terdapat dilingkungan dalam rumah atau diluar rumah, maka cukup dengan membersihkan tempat-tempat tersebut dari kotoran, bisa dengan disapu atau dibasuh dengan air.
Untuk membersihkan najis, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu tingkatan najis tersebut, apakah najisnya ringan (Mukhafafah), sedang (Mutawasitoh) atau berat (Mughaladoh):
·         Cara menghilangkan/menyucikan najis ringan (mukhaffafah)
Najis mukhaffafah terdapat pada kencing anak laki-laki usia di bawah 2 tahun dan belum memakan makanan apapun kecuali ASI (Air Susu Ibu). Adapun kencing bayi perempuan status najisnya sama dengan kencing orang dewasa (Muthawasitoh)
Cara menghilangkan atau mensucikan najis tersebut adalah dengan menyiramkan air suci pada kencing anak tersebut sampai merata walaupun air itu tidak mengalir. Siraman cukup dilakukan satu kali.
Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ali rodhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasal bersabda:

Kencing bayi laki-laki (dibersihkan) dengan dipercikan air, dan kencing bayi perempuan (dibersihkan) dengan dibasuh. (HR. Ahmad)

·         Cara menghilangkan/menyucikan najis sedang (mutawassitah)
Najis mutawassitah (sedang) adalah seluruh najis selain najis anjing babi dan najis bayi laki-laki.
Cara menyucikan najis mutawassitah ainiyah adalah dengan menghilangkan perkara yang najis yakni rasa, warna dan baunya dengan air yang suci dan mensucikan. Apabila sulit menghilangkan warna atau baunya, maka tidak apa-apa
Berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu  bahwa Khaulah binti Yasar berkata:
"Ya Rasulullah aku hanya mempunyai satu potong pakaian, dan (sekarang) saya haidh mengenakan pakaian tersebut?" Maka Rasulullah menjawab, 'Apabila kamu suci, maka cucilah yang terkena daerah haidhmu, kemudian shalatlah kamu dengannya.' Ia bertanya (lagi), 'Ya Rasulullah, (bagaimana) kalau bekasnya tidak bisa hilang?!' Rasulullah menjawab, 'Cukuplah air bagimu (dengan mencucinya) dan bekasnya tidak membahayakan (shalat)mu.'" (HR. Abu Daud)

·         Cara menghilangkan/menyucikan najis berat (mughalladzah)
Najis mughalladzah (mugholadhoh) adalah najis anjing dan babi. Cara menghilangkannya adalah dengan membasuh najis sebanyak 7 (tujuh) kali dan salah satu dari tujuh itu dicampur dengan debu atau tanah yang suci.
Berdasarkan hadits riwayat Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam bersabda:
Membersihkan bejana salah seorang kamu, apabila dijilat anjing, hendaklah dibasuh tujuh kali, basuhan pertama hendaklah dicampur dengan tanah (HR. Muslim)

3.        Kapan Anda melaksanakan Wudhu dan Tayamum? Jelaskan secara terurai disertai dengan tatacaranya
a.        Kapan melaksanakan wudhu?
Pelaksanakan wudhu diwajibkan ketika hendak melaksanakan shalat, baik itu Shalat Fardhu maupun Shalat Sunnah, tetapi terdapat kegiatan lain yang disunnahkan / dianjurkan untuk berwudhu, diantaranya:
1)      Sebelum Sholat
Sholat tidak akan diterima oleh Allah tanpa berwudhu’ terlebih dahulu. Sehingga wudhu’ merupakan syarat sahnya sholat.
Shahih Muslim No.176; Dari Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu., katanya Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam bersabda: "Tidak diterima shalat seseorang (dari) kamu, bila berhadas, sebelum dia ber-Wudhu' lebih dahulu." Disunnahkan untuk memperbaharui wudhu’ setiap kali sholat, walaupun masih dalam keadaan suci (belum batal). Hal ini sebagaimana kebiasaan Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam (Lihat HR.Bukhari no.214, dari shahabat Anas r.a.). Tentunya ini bukan perkara yang wajib, karena ‘Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam dalam perang Fathu Makkah (Penaklukan kota Makkah), beliau Shalallaahu Alaihi Wassallam sholat lima waktu hanya dengan sekali wudhu’. (Lihat HR.Muslim no.277, dari shahabat Buraidah r.a.)

2)    Terkait Dengan Orang yang Junub
Junub merupakan hadats besar. Cara bersuci yang bisa menghilangkan dari hadats besar adalah dengan mandi janabah. Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam telah memberikan tuntunan tentang tata cara mandi tersebut. Dalam mandi janabah disunnahkan berwudhu’ setelah membersihkan alat kelaminnya terlebih dahulu.
Bagi orang yang junub di malam hari dan ia hendak menunda mandi janabah hingga bangun tidur, maka hendaknya sebelum tidur, ia membersihkan alat kelaminnya, kemudian berwudhu’. Ummul Mu.minin ‘Aisyah rodhiallahu ‘anha berkata: “Dahulu Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bila hendak tidur sedangkan beliau dalam keadaan junub maka beliau membersihkan alat kelaminnya lalu berwudhu’ (seperti wudhu’) untuk sholat.” (HR Al Bukhari no.288)

3)      Sebelum Mandi Janabat
Dari ‘Aisyah rodhiallahu ‘anha beliau berkata: Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam apabila mandi janabat memulai dengan mencuci kedua belah telapak tangan beliau, kemudian menuangkan air dengan menggunakan telapak tangan kanannya kearah telapak kirinya, lalu mencuci farji (kemaluan)nya kemudian berwudhu’ sebagaimana wudhu’ untuk sholat.” (Shahih Bukhari No.248, KBC-2005)

4)      Sebelum Tidur
Tentang sunnah ini, Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam telah menjelaskan dalam sabda beliau yang diriwayatkan dari shahabat Al-Barra' bin 'Azib rodhiallahu ‘anhu, bahwasanya beliau bersabda: "Apabila engkau mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhu'lah sebagaimana wudhu'mu untuk sholat, lalu berbaringlah pada lambungmu yang kanan." (HR.Bukhari No.234 KBC M’sia-2005).

5)      Memegang Mushaf Al-Qur’an
Al-Qur'an adalah Kalamullah (firman Allah), yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam sebagai Kitab Suci umat Islam. Dalam rangka memuliakan Al-Qur'an sebagai kalamullah (firman Allah), maka disunnahkan berwudhu' dahulu sebelum memegang kitab suci Al-Qur'an ini. Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: "Janganlah kamu menyentuh Al-Qur'an kecuali dalam keadaan suci". (HR. Malik no. 419 & Ad-Darimi no. 2166 dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dengan banyak riwayat di dalam Al-Irwa’).
Demikian juga halnya ketika membaca Al-Qur’an atau berdzikir, maka disunnahkan berwudhu’ terlebih dahulu sebagaimana hadits riwayat Muhajir bin Qunfudz, dimana beliau mengatakan, “Saya mengucapkan salam kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam, sedangkan beliau dalam keadaan berwudhu, maka beliau menjawab salam setelah selesai dari wudu’nya, dan kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya tidaklah mencegahku untuk menjawab salam darimu, kecuali bahwasanya aku tidak menyukai menyebut nama Allah (berdzikir) kecuali dalam keadaan suci." (HR.Abu Dawud no.18 dishahihkan Asy Syaikh Al-Albani). Dan, sesungguhnya, membaca Al-Qur'an adalah semulia-mulia dzikir kepada Allah SWT.

6)      Setelah Mengangkat Jenazah
Bila seseorang ikut mengangkat jenazah, maka setelah itu disunnahkan baginya berwudhu’ .Sedangkan bagi yang ikut memandikan jenazah, maka setelah itu disunnahkan baginya mandi.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam bersabda: “Barangsiapa memandikan jenazah maka hendaknya ia mandi dan barangsiapa yang telah mengangkatnya, maka hendaknya ia berwudhu’.” (HR.At-Tirmidzi no.94; Abu Dawud no, 2749; Ibnu Majah no 1452; dan Ahmad no.9485. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Al-Irwa’)

7)      Berwudhu’ dari Setiap Kali Hadats
Bila kita ingin memperoleh kemulian dan maqam tertinggi di sisi Allah dan ingin berdekatan dengan Nabi SAW di surga kelak sebagaimana halnya shahabat Bilal bin Rabbah , maka dawamkanlah (biasakanlah) untuk selalu berwudhu’ dalam setiap keadaan, lalu sholat dengan wudhu’ tersebut, sebagaimana hadist berikut ini.
Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Wahai Bilal! Dengan sebab (amalan) apakah engkau mendahuluiku masuk Al-Jannah. Tidaklah aku masuk Al-Jannah kecuali aku mendengar suara terompahmu dihadapanku.”
Bilal rodhiallahu ‘anhu berkata: “Tidaklah aku selesai adzan kecuali setelah itu aku sholat sunnah wudhu’ dua raka’at , dan tidaklah aku berhadats kecuali setelah itu aku berwudhu’.” (Shahih Bukhari, KBC (1149); HR.At-Tirmidzi No.3689-dishahihkan oleh Asy Syaikh Al-Albani)

b.      Kapan melaksanakan Tayyamum?
Berikut alasan dibolehkannya tayyamum:
1)        Jika tidak menemukan air atau menemukan air tetapi tidak cukup untuk bersuci. Sebelum bertayamum, ia harus benar-benar mencari air di sekitarnya. Mungkin ada orang lain yang masih mempunyai air. Jika benar-benar sudah tidak mendapati air, atau air itu sangat jauh, maka ia boleh tayamum.
Imran bin Hushain rodhiallahu ‘anhu. menceritakan, “Kami pernah bersama Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam satu perjalanan. Kami shalat dan Rasul menjadi imam. Ada seorang laki-laki yang tiak ikut shalat. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bertanya, ‘Mengapa kamu tidak ikut shalat?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Saya sedang junub dan tidak ada air.’ Rasul kemudian bersabda, ‘Bertayamumlah. Itu sudah cukup.’” (H.R. Bukhari dan Muslim).


2)      Terluka atau sedang sakit. Jika terkena air maka sakitnya akan bertambah parah atau tidak sembuh-sembuh. Hal ini bisa diketahui berdasarkan pengalaman sebelumnya atau atas nasihat dokter.
Jabir rodhiallahu ‘anhu  menceritakan, “Kami pernah bepergian. Di tengah perjalanan, seorang dari kami terkena batu hingga robek kepalanya. Setelah itu, saat ia tidur, ia mimpi basah. Ia bertanya kepada rekan-rekannya, ‘Apakah saya boleh tayamum?’ Mereka menjawab, ‘Tidak boleh, karena kamu bisa mendapatkan air.’ Ia pun mandi dan meninggal dunia. Sesampainya di Madinah, kami beritahukan hal itu kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam Beliau bersabda, ‘Mereka telah membunuhnya, Allah akan membunuh mereka. Mengapa mereka tidak bertanya kalau tidak mengerti? Obat ketidaktahuan adalah bertanya. Sebetulnya ia cukup bertayamum, lalu mengusap lukanya dengan air. Atau luka itu diperban dengan kain. Kain perbannya itulah yang diusap. Kemudian membasuh seluruh tubuhnya.’” (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah, Daruquthni.)

3)      Jika air sangat dingin atau mendatangkan mudharat, sementera itu dia tidak menghangatkannya, atau tidak mampu pergi ke pemandian air hangat.
Amru bin Ash rodhiallahu ‘anhu menceritakan, “Ketika dikirim bersama pasukan dalam perang Dzatus-Salasil, di malam yangsangat dingin, saya mengalami mimpi basah. Saya katakan kepada teman-teman, jika mandi akan sangat membahayakan kesehatan saya. Karena itu, saya tayamum lalu kami shalat Subuh dengan saya menjadi imam. Ketika kami tiba di Madinah, teman-teman menceritakannya kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Beliau bersabda, ‘Amru, kamu menjadi imam shalat dalam keadaan junub?’ Saya menjawab, ‘Aku ingat firmat Allah, “Janganlah kalian membunuh diri kalian. Sesungguhnya, Allah Maha Penyayang kepada -kalian.” (An-Nisa’: 29) Lalu saya tayamum dan sholat.’ Mendengar itu, Rasul tertawa dan tidak berkata apa pun.” (H.R. Ahmad, Abu Daud, Hakim, Daruquthni dan Ibnu Hibban). Bukhari meriwayatkan hadits ini secara mu’allaq.

4)      Jika air berada tidak jauh, namun khawatir atas keselamatan diri, kehormatan atau harga. Atau khawatir tertinggal oleh teman. Atau khawatir ada musuh yang menghadang, baik musuh dari manusia maupun yang lain. Atau ia berada dalam sel penjara. Atau tidak bisa mengambil air karena tidak ada alat untuk mengambilnya, seperti tambang atau ember. Dalam kondisi seperti ini, keberadaan air sama dengan tidak ada.
Begitu juga jika ia mandi akan ada tuduhan-tuduhan negatif, maka ia diperbolehkan tayamum. Seperti seorang yang menginap di rumah teman laki-lakinya yang sudah beristri, lalu malam harinya ia mimpi basah. Untuk menghindari praduga negatif, ia boleh tayamum.

5)      Jika air itu dibutuhkan, sekarang atau pada masa yang akan datang, untuk diminum dirinya atau makhluk lain, meskipun seekor anjing peliharaan atau dibutuhkan untuk adonan roti, memasak atau membersihkan najis berat, maka ia diperbolehkan untuk tayamum dan menyimpan air tersebut.
Khulafaurrasyidin Ali rodhiallahu ‘anhu pernah berfatwa berkenaan dengan orang yang junub ketika sedang dalam perjalanan, padahal ia hanya punya sedikit air untuk persediaan minum, maka beliau berkata, “Bertayamum dan tidak perlu mandi.” (HR. Daruquthni).

6)      Ada air dan mampu menggunakannya, namun waktu shalat hampir habis. Jika ia pergunakan untuk wudhu, waktu shalat itu habis, maka ia boleh tayamum lalu sholat. Ia tidak harus mengulangi shalatnya. (Tentunya harus ada alasan syar’i yang membuatnya seperti ini, bukan karena kesengajaan atau karena alasan sepele, seperti Facebook-an atau jalan-jalan ke taman kota, red.).

c.       Tatacara Wudhu
Adapun tata cara wudhu secara ringkas berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam dari Humroon budak sahabat Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu[1]
Dari Humroon -bekas budak Utsman bin Affan–, suatu ketika ‘Utsman memintanya untuk membawakan air wudhu (dengan wadahpent.), kemudian ia tuangkan air dari wadah tersebut ke kedua tangannya. Maka ia membasuh kedua tangannya sebanyak tiga kali, lalu ia memasukkan tangan kanannya ke dalam air wudhu kemudian berkumur-kumur, lalu beristinsyaq dan beristintsar. Lalu beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, (kemudian) membasuh kedua tangannya sampai siku sebanyak tiga kali kemudian menyapu kepalanya (sekali sajapent.) kemudian membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengatakan, “Aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu yang semisal ini dan beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Barangsiapa yang berwudhu dengan wudhu semisal ini kemudian sholat 2 roka’at (dengan khusyuked.)dan ia tidak berbicara di antara wudhu dan sholatnya maka Allah akan ampuni dosa-dosanya yang telah lalu”[2]
Dari hadits yang mulia ini dan beberapa hadits yang lain dapat kita simpulkan tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam secara ringkas sebagai berikut:[3]
1)        Berniat wudhu (dalam hati) untuk menghilangkan hadats.
2)        Mengucapkan basmalah (bacaan bismillah).
3)        Membasuh dua telapak tangan sebanyak 3 kali.
4)        Mengambil air dengan tangan kanan kemudian memasukkannya ke dalam mulut dan hidung untuk berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air dalam hidung). Kemudian beristintsar (mengeluarkan air dari hidung) dengan tangan kiri sebanyak 3 kali.
5)        Membasuh seluruh wajah dan menyela-nyelai jenggot sebanyak 3 kali.
6)        Membasuh tangan kanan hingga siku bersamaan dengan menyela-nyelai jemari sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan dengan yang kiri.
7)        Menyapu seluruh kepala dengan cara mengusap dari depan ditarik ke belakang, lalu ditarik lagi ke depan, dilakukan sebanyak 1 kali, dilanjutkan menyapu bagian luar dan dalam telinga sebanyak 1 kali.
8)        Membasuh kaki kanan hingga mata kaki bersamaan dengan menyela-nyelai jemari sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan dengan kaki kiri.
d.      Tatacara Tayamum
Tata cara tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan hadits ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan, “Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.[4]
Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,
“Dan beliau mengusap wajahnya dan kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.
Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum beliau shallallahu ‘alaihi was sallam adalah sebagai berikut.
1)        Berniat Tayamum (dalam hati)
2)        Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.
3)        Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
4)        Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
5)        Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan sekali usapan saja.
6)        Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak tangan sampai pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai siku seperti pada saat wudhu[5]

4.    Kemukakan pendapat Anda tentang syarat sah, syarat wajib, rukun dan sunnah yang berkaitan dengan Wudhu dan Shalat!

a.        Syarat sah/wajib, rukun dan sunnah Wudhu
1)      Syarat sah/wajib wudhu:
·         Islam
·         Tamiyiz (Bisa membedakan yang baik dan buruk)
·         Bersih dari haid dan nifas
·         Tidak adanya sesuatupun yang mencegah sampainya air ke kulit anggota wudhu
·         Tidak ada sesuatupun di anggota wudhu yang bisa merubah air
·         Mengetahui kefardhuan/kewajiban dari pada wudhu
·         Tidak meyakini kefardhuan/kewajiban dari pada rukun rukun wudhu adalah sunnah
Memakai air yang suci dan mensucikan
·         Telah masuknya waktu
·         Muwalah (Yaitu tanpa adanya jeda waktu antara setiap basuhan wudhu dan sholat bagi yang selalu hadas. jadi setelah melaksanakan wudhu diharuskan langsung melaksanakan sholat)
Catatan : syarat 2 urutan terakhir berlaku bagi yang selalu mengeluarkan hadast secara terus menerus (misal : terus menerus kencing).

2)      Rukun Wudhu
·         Niat Wudhu (dalam hati)
·         Membasuh seluruh muka ( mulailah dari tempat tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan kedua telinga kanan dan kiri )
·         Membasuh kedua tangan sampai siku-siku tangan
·         Mengusap sebagian rambut kepala
·         Membasuh kedua belah kaki sampai dengan mata kaki
·         Tertib ( berturut-turutan)

3)      Sunnah-sunnah berwudhu:
·           Memakai siwak atau mengosok gigi sebeulm berwudhu.
·           Membaca bismillah, dimulai dari pertama mencuci kedua telapak tangan.
·           Mencuci kedua telapak tangan.
·           Berkumur tiga kali
·           Memasukan air ke hidung dan mengeluarkanya.
·           Mengusap seluruh kepala dari depan ke belakang
·           Mengusap kedua telinga luar dan dalamnya dengan air baru.
·           Membasuh jenggot yang tebal atau memasukan air wudhu ke dalam selah-selah jenggot dengan jari jari tangan.
·           Mecuci selah-selah tangan dan kaki.
·           Mendahulukan yang kanan sebelum yang kiri.
·           Membasuh dan mengusap semua anggota wudhu tiga kali-tiga kali
·           Melebihi pengusapan kepala, begitu pula kedua tangan sampai ke atas siku dan kaki sampai di atas mata kaki.
·           Membaca do’a setelah selesai wudhu.

b.        syarat sah, syarat wajib, rukun dan sunnah shalat.
1)   Syarat sah shalat:
·         Telah masuk waktu shalat
·         Suci dari hadats besar dan hadats kecil
·         Suci, badan, pakaian dan tempat shalat dari najis
·         Menutup aurat
·         Menghhadap kiblat

2)   Syarat wajib shalat:
·         Islam
·         Tamyiz (dapat membedakan yang baik dan buruk)
·         Suci dari hadats dan najis
·         Berakal
·         Baligh
·         Telah sampainya dakwah rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam

3)   Rukun shalat
·         Niat
·         Berdiri bagi yang mampu
·         Takbiiratul-Ihraam
·         Membaca Al-Fatihah
·         Ruku'
·         I'tidal setelah ruku'
·         Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh
·         Duduk di antara dua sujud
·         Thuma'ninah (tenang dalam semua gerakan)
·         Tasyahhud Akhir
·         Duduk untuk Tahiyyat Akhir
·         Shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
·         Salam

4)      Sunnah shalat
·         Do’a Iftitaah
·         Meletakkan (telapak) tangan kanan di atas (punggung) tangan kiri pada dada tatkala berdiri sebelum ruku’
·         Mengangkat kedua tangan dengan jari-jari rapat yang tebuka (tidak terkepal) setinggi bahu atau telinga tatkala takbir pertama, ruku’, bangkit dari ruku’, dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju raka’at ketiga
·         Tambahan dari sekali tasbih dalam tasbih ruku’ dan sujud
·         Tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah bangkit dari ruku’
·         Tambahan dari satu permohonan akan maghfirah (yaitu bacaan Rabbighfirlii) Diantara dua sujud
·         Meratakan kepala dengan punggung dalam ruku’
·         Berjauhan antara kedua lengan atas dengan kedua sisi, antara perut dengan kedua paha dan antara kedua paha dengan kedua betis pada waktu sujud
·         Mengangkat kedua siku dari lantai ketika sujud
·         Duduk iftiraasy (duduk di atas kaki kiri sebagai alas dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud awal dan Diantara dua sujud.
·         Duduk tawarruk (duduk pada lantai dan meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan yang tegak) pada tasyahhud akhir dalam shalat tiga atau empat raka’at
·         Mengisyaratkan dengan telunjuk pada tasyahhud awal dan tasyahhud akhir sejak mulai duduk sampai selesai tasyahhud
·         Mendo’akan shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga beliau serta untuk Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan keluarga beliau pada tasyahhud awal
·         Berdo’a pada tasyahhud akhir
·         Mengeraskan (jahr) bacaan pada shalat Fajar (Shubuh), Jum’at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta hujan), dan pada dua raka’at pertama shalat Maghrib dan ‘Isya`
·         Merendahkan (sirr) bacaan pada shalat Zhuhur, ‘Ashar, pada raka’at ketiga shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir shalat ‘Isya`
·         Membaca lebih dari surat Al-Fatihah.

5.    Kemukakan pengalaman anda pada saat melaksanakan Shalat!
Pengalaman yang sering dirasakan ketika sedang shalat ialah sering kurang khusu’, banyak hal yang menyebabkan kurang khusu’nya ketika shalat, seperti membayangkan sesuatu, lupa akan bacaan dan gerakan shalat, tiba-tiba mengingat sesuatu, sering terganggu dengan suara dari luar (yang bukan suara bacaan shalat), membaca bacaan shalat tetapi tidak diiringi dengan makna.
Walaupun menyadari bahwa shalat merupakan ibadah wajib yang pertama kali ditanya dalam kubur, shalat adalah cerminan awal amalan kita, dan shalat adalah kewajiban yang harus dikerjakan oleh umat Muslim, yang mengaku Tuhan nya Allah Subhanahu wata’ala, sekaligus umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Maka dari itu, penulis selalu berusaha tetap meluruskan niat shalat ikhlas karena Allah semata, selalu menjalankan shalat dengan hati yang tenang, selalu berusaha khusu’ dalam shalat, selalu melaksanakan shalat secara berjama’ah, memaknai setiap bacaan-bacaan shalat dan gerakannya, serta berusaha menganggap bahwa shalat bukan hanya sebuah kewajiban, tetapi telah menjadi kebutuhan yang senantiasa harus dipenuhi setiap 5 kali dalam seharinya dan mengerjakannya diawal waktu. Inshaa Allah...
Semoga Allah memberikan jalan terhadap setiap amal kebaikan yang akan kita lakukan dan memberikan ganjaran pahala terhadap amal kebaikan yang telah kita perbuat.
Aamiin yaa robbal ‘aalamiin...














DAFTAR PUSTAKA
Situs Web:
·           http://mesjidui.ui.ac.id/mengungkap-rahasia-keajaiban-air-dalam-al-quran/ (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·           https://almubayyin.wordpress.com/about/macam-macam-air-dalam-fiqih-islam/ (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·           http://www.alkhoirot.net/2012/05/najis.html (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·           http://fiqihmtssrg.blogspot.co.id/2012/10/ketentuan-dan-tatacara-membersihkan.html (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·           http://hariswanindra.blogspot.co.id/2010/05/kapan-anda-berwudhu.html (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·           http://kmikorea.org/html/2013/02/24/sebab-sebab-dibolehkannya-bertayammum.html?lang=ko (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·           https://muslim.or.id/1810-panduan-praktis-tata-cara-wudhu.html (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 8.30 WIB)
·           https://muslim.or.id/1918-panduan-tata-cara-tayammum.html (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 8.30 WIB)
·           http://abd-holikulanwarislamic.blogspot.co.id/2015/08/tata-cara-wudhu-syarat-rukun-doa-wudhu.html (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 8.30 WIB)
·           http://nasi-hati.blogspot.co.id/2012/05/syarat-sah-wajib-rukun-dan-sunnah.html (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 8.30 WIB)







[1] Hadits ini merupakan salah satu hadits pokok dalam masalah tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.
[2] HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226.
[3] Lihat Shohih Fiqhis Sunnah oleh Abu Maalik Kamaal bin Sayyid Salim hal. 111/I, terbitan Maktabah Tauqifiyah.
[4] HR. Bukhori no. 347, Muslim no. 368.
[5] Kami katakan demikian karena kemutlakan yang ada dalam ayat tayammum,”Dan sapulah tanganmu”. [QS. Al Maidah (5) : 6]) tidak bisa di dimuqoyyadkan dengan ayat wudhu, “Dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku” [QS. Al Maidah (5) : 6]), karena hukum kedua masalah ini berbeda (yang satu masalah tayammum yang lainnya wudhu) walaupun sebabnya sama, hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah dalam Syarh Nadzmul Waroqot hal. 123, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh dan lihat juga Ma’alim Ushul Fiqh oleh Syaikh Muhammad Husain bin Hasan Al Jaizaniy, hal. 441,  terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah tentang Ekonomi Islam

BAB    I PENDAHULUAN A.           Latar Belakang Islam merupakan agama yang kaffah , yang mengatur segala perilaku kehidupan ma...