Kamis, 27 April 2017

Makalah tentang Kalimat Tunggal Bahasa Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di kawasan republik kita. Pentingnya peranan bahasa itu antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia” dan pada Undang-Undang Dasar kita yang di dalamnya tercantum pasal khusus yang menyatakan bahwa “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia”. Namun, di samping itu masih ada beberapa alasan lain mengapa bahasa Indonesia menduduki tempat yang terkemuka di antara beratus-ratus Bahasa Nusantara yang masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa Ibu.
Kalimat adalah bagian terkecil ujuran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titinda, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf Kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru; dan sementara itu disertakan pula di dalamnya berbagai tanda baca yang berupa spasi atau ruang kosong, koma, titik koma, titik dua, dan atau sepasang garis pendek yang mengapit bentuk tertentu. Tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!) sepadan dengan intonasi selesai, sedangkan tanda baca lainya sepadan dengan jeda. Adapun kesenyapan diwujudkan sebagai ruang kosong setelah tanda titik, tanda tanya, dan tanda perintah dan ruang kosong sebelum huruf  kapital permulaan. Alunan titik nada, pada kebanyakan hal, tidak ada padamnya dalam bentuk tertulis.
Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan maupun tertulis, harus memiliki subjek (S) dan predikat (P). Kalau tidak memiliki unsur subjek dan unsur predikat,

pernyataan itu bukanlah kalimat. Deretan kata yang seperti itu hanya dapat disebut sebagai frasa. Inilah yang membedakan kalimat dengan frasa.
Kita tidak akan memahami tentang kalimat tunggal, kalau kita tidak mempelajari pengertian kalimat tunggal, pola-pola pembentukan kalimat tunggal dan perluasan kalimat tunggal, yaitu sebagai pengantar untuk memahami kalimat tunggal secara sempurna.

B.          Rumusan Masalah
1.        Apa pengertian kalimat tunggal?
2.        Bagaimana pola-pola pembentukan kalimat tunggal?
3.        Bagaimana cara memperluas kalimat tunggal?

C.          Tujuan Penulisan
1.        Untuk mengetahui pengertian kalimat tunggal.
2.        Untuk mengetahui pola-pola pembentukan kalimat tunggal.
3.        Untuk mengetahui cara memperluas kalimat tunggal.









BAB II
PEMBAHASAN
A.           Pengertian Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah yang terdiri atas satu klausa[1]. Hal itu berarti bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat seperti subjek dan predikat hanyalah satu atau merupakan satu kesatuan. Dalam kalimat tunggal tentu saja terdapat semua unsur inti yang diperlukan. Di samping itu, tidak mustahil ada unsur yang bukan inti seperti keterangan tempat, waktu, dan alat. Dengan demikian , maka kalimat tunggal tidak selalu dalam wujud yang pendek, tetapi dapat pula dalam wujud yang panjang.
Pada hakikatnya, kalau dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah yang dimaksud dengan pola kalimat dasar.


B.          Pola-pola Pembentukan Kalimat Tunggal
1.        Kalimat Berpredikat Nominal
Dalam bahasa Indonesia, ada jenis kalimat yang predikatnya terdiri atas nomina[2] (termasuk Pronomina) atau frasa[3] nominal. Dengan demikian, kedua nomina atau frasa nominal yang sejajarkan dapat membentuk kalimat asalkan syarat untuk subjek dan predikat terpenuhi. Syarat untuk kedua unsur itu penting karena tidak dipenuhi, nomina tadi tidak akan membentuk kalimat. Perhatikan contoh berikut!
a.         Buku cetakan Bandung itu ....
b.        Buku itu cetakan Bandung....

Urutan kata seperti pada nomor (a) membentuk satu frasa dan bukan berupa kalimat karena cetakan Bandung itu merupakan pewatas[4] bukan predikat. Sebaliknya, urutan pada nomor (b) membentuk kalimat karena penanda batas frasa itu memisahkan kalimat menjadi dua frasa nominal dengan cetakan bandung  sebagai predikat. Kalimat yang predikatnya nominal, kerap kali dinamakan kalimat persamaan atau kalimat ekuatif. Kalimat ekuatif nominal, frasa nominal yang pertama itu subjek, sedangkan yang kedua predikat. Akan tetapi, jika frasa nominal pertama dibubuhi partikel-lah, frasa nominal pertama itu predikat, sedangkan frasa nominal kedua menjadi subjek. Perhatikan contoh berikut!
a.         1) Dia guru saya.
2) Dialah guru saya.
b.        1) Orang itu pencurinya.
2) Orang itulah pencurinya.
Pada contoh (a1) dan (a2) subjek tiap-tiap contoh tersebut adalah dia dan orang itu. pada contoh (b1) dan (b2) justru sebaliknya, dialah dan orang itulah tidak lagi berfungsi sebagai subjek, tetapi sebagai predikat. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam struktur bahasa Indonesia, secara keseluruhan, partikel-lah umumnya menandai predikat.

2.        Kalimat Berpredikat Verbal
Seperti kita ketahui, bahwa ada bermacam-macam verba[5] yang tiap-tiap verba memengaruhi jenis kalimat yang menggunakannya. Kita mengenal adanya verba taktransitif, semitransitif, dan transitif. Verba transitif dibagi lagi menjadi ekatransitif (atau monotransitif) dan dwitransitif. Akan tetapi, kalimat yang berpredikat verba hanya dibagi menjadi tiga macam, yaitu
a.        Kalimat Taktransitif

Kalimat yang tidak berobjek dan tidak berpelengkap hanya memiliki dua unsur fungsi wajib, yakni subjek dan predikat. Pada umumnya, urutan katanya adalah subjek-predikat. sebagai contoh:
1)             Bu Camat sedang berbelanja.
2)             Pak Halim belum datang.
3)             Mereka mendarat (di tanah yang tidak sehat).
4)             Dia berjalan (dengan tongkat).
5)             Kami (biasanya) berenang (hari Minggu pagi).
6)             Padinya menguning.
Berdasarkan contoh tersebut tampak pula bahwa verba yang berfungsi sebagai predikat dalam tipe kalimat itu ada yang berprefiks[6] ber- ada pula yang berprefiks meng-. Dari segi sematisnya, verba tersebut ada yang bermakna inheren[7] proses (seperti menguning) dan banyak pula yang bermakna inheren perbuatan (seperti berbelanja, datang, dan mendarat). Karena predikat dalam kalimat tidak berobjek dan tidak berpelengkap itu adalah verba taktransitif, kalimat seperti itu dinamakan kalimat taktransitif.

b.        Kalimat Ekatransitif
Kalimat yang berobjek dan tidak berpelengkap mempunyai tiga unsur wajib, yakni subjek, predikat, dan objek. Predikat dalam kalimat ekatransitif adalah verba yang digolongkan dalam kelompok verba ekatransitif. Karena itu, kalimat seperti itu disebut pula kalimat ekatransitif. Dari segi makna, semua verba ekatransitif memiliki makna inheren  perbuatan. Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat ekatransitif.
1)        Pemerintah akan memasok semua kebutuhan lebaran.
2)        Presiden merestui pembentukan panitia pemilihan umum.

Verba predikat pada tiap-tiap kalimat tersebut adalah akan memasak, merestui. Disebelah kiri tiap-tiap verba itu berdiri subjeknya dan di sebelah kanan objeknya. Dalam kalimat aktif urutan kata dalam kalimat ekatransitif adalah subjek, predikat, dan objek.

c.         Kalimat Dwitransitif
Telah kita ketahui, bahwa ada verba transitif dalam bahasa Indonesia yang secara semantis[8] mengungkapkan hubungan tiga maujud[9]. Dalam bentuk aktif, tiap-tiap maujud itu merupakan subjek, objek, dan pelengkap. Verba itu dinamakan verba dwitransitif. Perhatikan kalimat berikut!
1)        Ida sedang mencari pekerjaan.
2)        Ida sedang mencarikan pekerjaan.
3)        Ida sedang mencarikan adiknya pekerjaan.
Dari kalimat (1) kita ketahui bahwa yang memerlukan pekerjaan adalah Ida. Dengan ditambahkannya sufiks-kan pada verba dalam kalimat (2), kita rasakan adanya perbedaan makna, yaitu yang melakukan perbuatan “mencari” memang Ida, tetapi pekerjaan itu bukan untuk dia sendiri, meskipun tidak disebut siapa orangnya. Pada kalimat (3), orang itu secara eksplisit[10] disebutkan , yakni adiknya. Pada kalimat (3), kita lihat ada dua nomina yang terletak di belakang verba dalam predikat. kedua nomina itu berfungsi sebagai objek dan pelengkap.

3.        Kalimat Berpredikat Adjektival
Predikat kalimat dalam bahasa Indonesia dapat pula berupa adjektival[11] atau frasa adjektival seperti terlihat pada contoh berikut.
a.         Ayahnya sakit.
b.        Pernyataan orang itu benar.
c.         Alasan para pengunjuk rasa agak aneh.

Pada ketiga contoh tersebut, tiap-tiap subjek kalimatnya adalah ayahnya, pernyataan orang itu, dan para pengunjuk rasa, sedangkan predikatnya adalah sakit, benar, dan agak aneh. Kalimat yang predikatnya adjektival sering juga dinamakan kalimat statif. Kalimat statif kadang-kadang memanfaatkan verba adalah untuk memisahkan subjek dan predikatnya. Hal itu dilakukan apabila subjek, predikat, atau kedua-duanya panjang. Perhatikan contoh berikut!
a.         Pernyataan kedua gabungan koperasi itu adalah tidak benar.
b.        Gerakan badannya pada tarian yang pertama adalah anggun dan mempesona.

4.        Kalimat Berpredikat Numeral
Selain macam-macam kalimat yang predikatnya berupa frasa verbal, adjektival, dan nominal yang telah dibicarakan , ada pula kalimat dalam bahasa Indonesia yang predikatnya berupa frasa numeral, seperti yang tampak contoh berikut.
a.         1) Anaknya banyak.
2) Uangnya hanya sedikit.
b.        1) Istrinya dua (orang)
2)   Lebar sungai itu lebih dari dua ratus meter.
Pada contoh tersebut tampak bahwa predikat yang berupa numeralia (kata bilangan) tidak tentu (banyak  dan sedikit) tidak dapat diikuti kata penggolong, sedangkan predikat yang berupa numeralia tentu dapat diikuti penggolong, seperti orang pada contoh (a2) dan wajib diikuti ukuran seperti meter contoh (b2).

5.        Kalimat Berpredikat Frasa Preposisional
Predikat  kalimat dalam bahasa Indonesia dapat pula berupa frasa preposisional. perhatikan contoh berikut!
a.         1) Ibu sedang ke pasar.

2)  Mereka ke rumah kemarin.
b.        1) Ayah di dalam kamar.
2) Anak itu sedang di sekolah.
Perlu dicatat, bahwa tidak semua preposisi dapat menjadi predikat kalimat. Kalimat-kalimat berikut terasa janggal bila tidak disertai verba.
a.         Ia dengan ibunya. (harusnya ditambah pergi)
b.        Rumah makan sepanjang malam. (harusnya ditambah buka)
c.         Pembicaraan mengenai reformasi. (harusnya ditambah membahas)
d.        Buku itu kepada saya. (harusnya ditambah berikan)

C.          Perluasan Kalimat Tunggal
Kalimat 1, mahasiswa berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat.
Mahasiswa semester III sedang berdiskusi di aula.
                        S                                  P            K
Perluasan kalimat itu adalah hasil perluasan subjek mahasiswa dengan semester III. Perluasan predikat berdiskusi dengan sedang, dengan menambah keterangan tempat di akhir kalimat.

Kalimat 2, yaitu “Rustam peneliti” dapat di perluas menjadi
Rutam, anak Pak Camat, adalah seorang peneliti.
                        S                                  P
Dalam kalimat 2 ini, antara subjek dan predikat dapat disimpulkan disisipkan kata adalah sebagai pengantar predikat.

Memperluas kalimat tunggal tidak hanya terbatas seperti contoh di atas. Tidak tertutup kemungkinan kalimat tunggal seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata atau lebih.
Pemerluas kalimat itu, antara lain, terdiri atas
1.       Keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup , lewat Yogyakarta, dalam republik itu,  dan sekeliling kota;
2.       Keterangan waktu, seperti setiap hari, pada pukul 19.00, tahun depan, kemarin sore, dan minggu kedua bulan ini;
3.       Keterangan alat, seperti dengan linggis, dengan undang-undang itu, dengan sendok dan garpu, dengan wesel pos, dan dengan cek;
4.       Keterangan modalitas, seperti harus, barangkali, seyogyanya, sesungguhnya, dan sepatutya;
5.        Keterangan cara, seperti dengan hati-hati, seenaknya saja, selekas mungkin, dan dengan tergesa-gesa;
6.        Keterangan aspek, seperti akan, sedang, sudah dan telah;
7.        Keterangan tujuan, seperti agar bahagia, supaya tertib, untuk anaknya, dan bagi kita;
8.        Keterangan sebab, seperti karena tekun, sebab berkuasa, dan lantaran panik;
9.        Frasa yang, seperti mahasiswa yang IP-nya 3 ke atas, para atlet yang sudah menyelesaikan latihan, dan pemimpin yang memperhatikan rakyatnya;
10.    Keterangan aposisi, yaitu keterangan yang sifatnya saling menggantikan, seperti penerima Kalpataru, Abdul Rozak, atau Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo



















BAB III
PENUTUP
A.           Kesimpulan
1.        Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Hal itu berarti, bahwa konstituen untuk setiap unsur kalimat, seperti subjek dan predikat, tetap merupakan satu kesatuan.
2.        Pola pembentukan kalimat tunggal dapat dibedakan menjadi lima bagian, yaitu kalimat (1) kalimat yang predikatnya nominal/benda (KB+KK), kalimat (2) kalimat yang predikatnya verbal/kerja (KB+KK), kalimat (3) kalimat yang predikatnya adjektival/sifat (KB+KS), kalimat (4) kalimat yang predikatnya numeral/bilangan (KB+Kbil), dan kalimat yang predikatnya preposisi/kata depan (KB+Kdep).
3.        Kalimat yang predikatnya verbal/kerja dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu verba transitif, verba ekatransitif, dan verba dwitransitif.
4.        Perluasan kalimat tunggal dapat dilakukan dengan mengembangkan subjek inti dan predikat inti kalimat. Subjek inti kalimat dapat diperluas dengan atributif  (keterangan) dan aposisi (keterangan pengganti).




DAFTAR PUSTAKA

Arifin Zainal, Tasai Amran. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akademika Pressido.
Depertemen Pendidikan dan kebudayaan. 1997. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.
Putrayasa Bagus Ida. 2006. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama.
Ervina, Eka Yani. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Tiga Dua

(dikutip Kamis, 10 Maret 2016, jam 13.30)


[1] Satuan gramatikal yang berupa kelompok kata sekurang-kurangnya terdiri atas subyek dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat
[2] Golongan kata dalam bahasa Indonesia yang ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata
[3] Gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif
[4] Pewatas=pembatas
[5] Verba=kata kerja
[6] Berprefiks=berawalan
[7] Inheren=berkaitan erat dengan...
[8] Semantis=makna
[9] Maujud=wujud (kata)
[10] Eksplisit=gamblang
[11] Adjectival=kata sifat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah tentang Ekonomi Islam

BAB    I PENDAHULUAN A.           Latar Belakang Islam merupakan agama yang kaffah , yang mengatur segala perilaku kehidupan ma...