BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Madzhab fiqih besar yang menempati urutan keempat berdasarkan
periodisasi kemunculannya adalah Madzhab Hambali, yang didirikan oleh muhaddits
besar Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Madzhab ini muncul di kota kelahiran
pendirinya yaitu Baghdad, pada akhir abad ketiga, yang bertepatan dengan masa
pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah.
Dibandingkan dengan madzhab-madzhab fiqih lain, perkembangan pengikut
Madzhab Hambali bisa dibilang yang paling tersendat. Menurut sejarawan muslim,
hal ini disebabkan rata-rata ulama Madzhab Hambali enggan duduk dalam
pemerintahan. Seperti menjadi qadhi (hakim) atau mufti. Karena menolak menjadi
pejabat pemerintah, otomatis madzhabnya pun tidak pernah menjadi madzhab resmi
negara. Padahal dengan menjadi madzhab resmi negara, bisa dipastikan suatu
madzhab akan berkembang pesat diwilayah kekuasaan pemerintah tersebut.
Madzhab Hambali terkenal sangat ketat dan teguh dalam menggunakan dasar sunnah.
Tak mengherankan dalam berbagai literatur, madzhab ini juga sering disebut
dengan nama fiqh assunnah. Oleh karenanya disini penulis akan mengulas sedikit
lebih jauh mengenai madzhab ini.
B.
Perumusan
Masalah
1.
Bagaimana
biografi Imam Hambali?
2.
Apa
sumber-sumber hukum madzhab Imam Hambali?
3.
Bagaimana
metode Ijtihad Imam Hambali dalam Madzhabnya?
4.
Bagaimana
penulisan madzhab Imam Hambali?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui Biografi Imam Hambali
2.
Mengetahui sumber – sumber hukum
Mazhab Imam Hambali
3.
Mengetahui metode Ijtihad Imam
Hambali dalam Mazhabnya
4.
Mengetahui penulisan Mazhab Hambali
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Imam Hambali
Nama lengkap Imam Hambali adalah ابو عبد الله احمد بن محمد بن حنبل بن
هلال بن اسد بن ادريس ابن عبد الله بن حيان بن عبد الله بن انس بن عوف بن
قاسط بن مازن ابن شيبان المروزى البغدادى.- [1] Dan beliau dilahirkan di Baghdad
pada tahun 780-855 M, beliau juga merupakan murid dari Imam Syafi’I [2]. Beliau dibesarkan oleh ibunya
lantaran sang ayah meninggal di masa mudanya, pada usia 16 tahun, keinginannya
yang besar membuatnya belajar Al Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainya kepada
ulama-ulama yang ada di Baghdad, dan setiap kali mendengar ada ulama terkenal
di suatu tempat, beliau rela menempuh perjalanan jauh dan waktu yang cukup lama
untuk menimba ilmu dari sang ulama, beliau mengunjungi para ulama terkenal di
berbagai tempat, seperti Bashrah, Syam, Kufah, Yaman, Mekkah dan Madinah,
beberapa gurunya antara lain : Hammad bin Khalid, Ismail bin Aliyah, Muzaffar
bin Mudrik, Walin bin Muslim dan Musa bin Thariq. Kecintaanya
terhadap ilmulah yang membuat beliau tidak menikah di usia muda, namun beliau
menikah pada di usia 40 tahun.
Kepandaian Imam Hambali dalam ilmu
hadis tak diragukan lagi, menurut putra sulungnya Abdullah bin Ahmad bahwa Imam
Hambali telah hafal 700.000 hadis di luar kepala. Hadis sebanyak itu kemudian
diseleksinya secara ketat dan ditulis kembali dalam kitabnya Al Musnad
berjumlah 40.000 hadis berdasarkan susunan nama-nama sahabat yang meriwayatkan.
Dengan kemampuan dan kepandaiannya, mengundang banyak tokoh ulama yang berguru
kepadanya yang melahirkan banyak ulama dan pewaris hadis terkenal semisal Imam
Bukhari, Imam Muslim dan Imam Abu Daud. [3]
1.
Awal Mula
Menuntut Ilmu
Ilmu
yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur’an hingga beliau hafal pada usia 15
tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai
orang yang terindah tulisannya. Lalu beliau mulai konsentrasi
belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu pula. Beliau telah mempelajari
Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini beliau pernah pindah atau menjadi
tokoh ulama yang bertakwa, saleh, dan zuhud. Abu Zur'ah
mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah sudah beliau hafal di luar
kepala. Belaiu menghafal sampai sejuta hadits. Imam Syafi'i mengatakan
tetang diri Imam Ahmad sebagai berikut :
"Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada
orang yang saya tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang
lebih berilmu daripada Ahmad bin Hambal"
Abdur Rozzaq
Bin Hammam yang juga salah seorang guru beliau pernah
berkata,"Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin
Hanbal".
2.
Keadaan fisik Imam Hambali
Muhammad bin ‘Abbas An-Nahwi bercerita, Saya pernah
melihat Imam Ahmad bin Hambal, ternyata Badan beliau tidak terlalu tinggi juga
tidak terlalu pendek, wajahnya tampan, di jenggotnya masih ada yang hitam. Ia
senang berpakaian tebal, berwarna putih dan bersorban serta memakai kain. Yang
lain mengatakan, “Kulitnya berwarna coklat (sawo matang)”.
3.
Kecerdasan Imam Hambali
Putranya yang bernama Shalih mengatakan, Ayahku pernah
bercerita, “Husyaim meninggal dunia saat saya berusia dua puluh tahun, kala itu
saya telah hafal apa yang kudengar darinya”. Abdullah, putranya yang lain
mengatakan, Ayahku pernah menyuruhku, “Ambillah kitab mushanaf Waki’ mana saja
yang kamu kehendaki, lalu tanyakanlah yang kamu mau tentang matan nanti
kuberitahu sanadnya, atau sebaliknya, kamu tanya tentang sanadnya nanti
kuberitahu matannya”.
Abu Zur’ah pernah ditanya, “Wahai Abu Zur’ah,
siapakah yang lebih kuat hafalannya? Anda atau Imam Ahmad bin Hambal?” Beliau
menjawab, “Ahmad”. Ia masih ditanya, “Bagaimana Anda tahu?” beliau menjawab,
“Saya mendapati di bagian depan kitabnya tidak tercantum nama-nama perawi,
karena beliau hafal nama-nama perawi tersebut, sedangkan saya tidak mampu
melakukannya”. Abu Zur’ah mengatakan, “Imam Ahmad bin Hambal hafal satu juta
hadits”.
4.
Pujian ‘Ulama terhadap Imam Hambali
Abu Ja’far mengatakan, “Ahmad bin Hambal manusia yang
sangat pemalu, sangat mulia dan sangat baik pergaulannya serta adabnya, banyak
berfikir, tidak terdengar darinya kecuali mudzakarah hadits dan menyebut
orang-orang shalih dengan penuh hormat dan tenang serta dengan ungkapan yang
indah. Bila berjumpa dengan manusia, maka ia sangat ceria dan menghadapkan
wajahnya kepadanya. Ia sangat rendah hati terhadap guru-gurunya serta
menghormatinya”. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Ahmad bin Hambal imam dalam delapan
hal, Imam dalam hadits, Imam dalam Fiqih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Al
Qur’an, Imam dalam kefaqiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara’ dan Imam dalam
Sunnah”. Ibrahim Al Harbi memujinya, “Saya melihat Abu Abdillah Ahmad bin
Hambal seolah Allah gabungkan padanya ilmu orang-orang terdahulu dan
orang-orang belakangan dari berbagai disiplin ilmu”.
5.
Kezuhudan Imam Hambali
Beliau memakai peci yang dijahit sendiri. Dan kadang
beliau keluar ke tempat kerja membawa kampak untuk bekerja dengan tangannya.
Kadang juga beliau pergi ke warung membeli seikat kayu bakar dan barang lainnya
lalu membawa dengan tangannya sendiri. Al Maimuni pernah berujar, “Rumah Abu Abdillah
Ahmad bin Hambal sempit dan kecil”.
6.
Wara’ dan menjaga diri
Abu Isma’il At-Tirmidzi mengatakan, “Datang seorang
lelaki membawa uang sebanyak sepuluh ribu (dirham) untuk beliau, namun beliau
menolaknya”. Ada juga yang mengatakan, “Ada seseorang memberikan lima ratus
dinar kepada Imam Ahmad namun beliau tidak mau menerimanya”. Juga pernah ada
yang memberi tiga ribu dinar, namun beliau juga tidak mau menerimanya.
7.
Tawadlu’ dengan kebaikannya dan kesabaran dalam mencari ilmu
Yahya bin Ma’in berkata, “Saya tidak pernah melihat
orang yang seperti Imam Ahmad bin Hambal, saya berteman dengannya selama lima
puluh tahun dan tidak pernah menjumpai dia membanggakan sedikitpun kebaikan
yang ada padanya kepada kami”. Beliau (Imam Ahmad) mengatakan, “Saya ingin bersembunyi
di lembah Makkah hingga saya tidak dikenal, saya diuji dengan popularitas”. Al
Marrudzi berkata, “Saya belum pernah melihat orang fakir di suatu majlis yang
lebih mulia kecuali di majlis Imam Ahmad, beliau perhatian terhadap orang fakir
dan agak kurang perhatiannya terhadap ahli dunia (orang kaya), beliau bijak dan
tidak tergesa-gesa terhadap orang fakir. Ia sangat rendah hati, begitu tinggi
ketenangannya dan sangat memuka kharismanya”. Beliau pernah bermuka masam
karena ada seseorang yang memujinya dengan mengatakan, “Semoga Allah membalasmu
dengan kebaikan atas jasamu kepada Islam?” beliau mengatakan, “Jangan begitu
tetapi katakanlah, semoga Allah membalas kebaikan terhadap Islam atas jasanya
kepadaku, siapa saya dan apa (jasa) saya?!”
Tatkala beliau pulang dari tempat Abdurrazzaq yang
berada di Yaman, ada seseorang yang melihatnya di Makkah dalam keadaan sangat
ldtih dan capai. Lalu ia mengajak bicara, maka Imam Ahmad mengatakan, “Ini
lebih ringan dibandingkan faidah yang saya dapatkan dari Abdurrazzak”.
B.
Guru-Guru dan Murid-Murid Imam
Hambali
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada
banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh yang tersebar di
berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah, Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri
lainnya. Di antara mereka adalah:
1.
Ismail bin
Ja’far
2.
Abbad bin
Abbad Al-Ataky
3.
Umari bin
Abdillah bin Khalid
4.
Hasyim bin
Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami
5.
Imam Syafi'i
6.
Waki’ bin
Jarrah
7.
Ismail bin
Ulayyah
8.
Sufyan bin
‘Uyainah
9.
Abdurrazaq
10.
Ibrahim bin
Ma’qil
Dan
murid-muridnya antara lain :
1.
Shalih ibn Ahmad ibn Hambali
2.
Abdullah Ibn Ahmad ibn Hambali
3.
Ahmad ibn Muhammad ibn Hani Abu
Bakar
4.
Abdul Malik ibn Abd Al-Hamid
5.
Ahmad ibn Muhammad ibn Al-Hajjaj
C.
Sumber hukum
Madzhab Hambali
Dalam pengambilan sumber hukum, Imam
Hambali menjadikan lima dasar sebagai berikut.
1.
Al Qur’an dan Sunnah.
Jika ia menemukan nash (maka Al-qur’an / As-Sunnah) ia akan
menggunakannya dalam berfatwa dan tidak menggunakan yang lain, tidak
mendahulukan pendapat sahabat daripada hadits shahih, atau amalan penduduk
madinah atau yang lainnya. Tidak pula logika, qiyas, atau ketidak tahuan akan
adanya nash yang menentangnya yaitu apa yang dinamakan ijma’.
2.
Fatwa Sahabat.
Imam Ahmad bin Hambal menjadikan fatwa sahabat sebagai
standar hukum yang nomor 3 setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena menurut Imam
bin Hambal fatwa sahabat diambil dari hadits sahih. Dalam hal ini ulama yang
banyak mengeluarkan fatwa adalah “ Umar bin khaatab, ‘Ali bin Abi Thalib,
‘Abdullah bin abi mas’ud, ‘Abdullah bin bin Abbas, Zaid bin sabit sayidah
‘Aisyah (ummul mu’miniin)” serta sahabat yang sedikit memberikan fatwa adalah
Abu Bakar As-sidiq, ‘Usman bin ‘Affan mu’ad bin Jabal al-anshari, Sa’ad bin abi
Waqasy, Talkhah bin ‘Ubaidillah, Zubair binn ‘Awam, ‘Abdulah bin Umar bin
al-‘as, dan Salman al-Farisi”.
Namun diantara kesekian banyaknya sahabat
yang paling banyak mengeluarkan fatwanya adalah ‘Umar bin Khatab dan ‘Ali bin
Abi Thalib, karena mereka bredua merupakan hakim dari orang muslim pada waktu
itu maka tidak heran bila banyak sekali fatwa yang dikeluarkan oleh mereka [5]
3.
Qiyas
Jika
tidak ada nash dari Al Qur’an dan Sunnah, atau pendapat sahabat atau hadits
mursal atau hadits dhaif maka beliau baru mengambil qiyas, tapi dalam hal ini
Imam Hambali hanya mengambil qias yang berasal dari ulama terdahulu.
Selain
itu juga beliau menggunakan Hadits mursal dan hadits dhaif jika tidak ada dalil
lain yang menguatkannnya dan di dahulukan dari pada qiyas. Adapun hadits dhaif
menurut imam hambali bukanlah haits batil atau munkar, atau ada perawinya yang
dituduh dusta serta tida boleh diambil haditsnya. Namun yang beliau maksud
kandungan hadits dhaif adalah orang yang belum mencapai derajat tsiqqah, tetapi
tidak sampai dituduh berdusta dan jika memang demikian maka ia pun bagian dari
hadits yang shahih.
4.
Istiskhab
Maksudnya
adalah melangsungkan keberlakuan ketentuan hukum yang ada sehingga terdapat
ketentuan dalil yang mengubahnya. Istiskhab yang dimaksud baik berupa istiskhab
‘aqli (melangsungkan keberlakuan hukum akal mengenai kebolehan atau bebas asal
pada saat tidak dijumpai dalil yang mengubahnya), maupun istiskhab syar’i
(melangsungkan keberlakuan hukum syara’ berdasarkan suatu dalil dan tidak ada
dalil yang mengubahnya)[6]
5.
Syad
adz-Zara’i
Maksudnya
adalah menghambat, menghalangi dan menyumbat segala hukum yang menuju kepada
kerusakn atau maksiat.Tujuan dari metode ini adalah untuk menarik kemaslahatan
dan menjauhi karusakan. Pada awalnya perbuatan yang dimaksud tidak memiliki
hukum, tapi apabila di biarkan akan menjerumuskan manusia perbuatan dosa,
seperti permainan yang lazimnya berujung pada perjudian[7]
D.
Metode
Ijtihad Imam Hambali
Metode yang
dikembangkan oleh Ahmad bin Hambal adalah metode dialektika hal ini dapat kita
lihat cara beliau menjelaskan tentang suatu hukum, Fiqih Imam Ahmad menjelaskan
tentang syarat-syarat penegakan sanksi potong tangan. Dari sisi pelaku
pencurian, syarat-syarat yang meski dipenuhi adalah pencurinya sudah mukallaf,
dapat memilih, merdeka, dan budak pemilik, meskipun Syubhat. Sedangkan syarat
dari segi benda adalah benda yang dicurinya berupa harta dan sudah mencapai
nishab. Menurut Ahmad ibn Hambal, nishab harta curian yang pencurinya harus
dikenai sanksi potong tangan adalah ¼ dinar atau 3 Dirham.
Dalam bidang
pemerintahan Imam Ahmad berpendapat bahwa khalifah yang memimpin adalah dari
kalangan Quraisy sedangkan taat kepada khalifah adalah mutlak. Imam Ahmad
berpendapat :
“Mendengarkan dan taat kepada para imam dan amirul
mu’minin (adalah wajib), baik ia seorang yang baik maupun Fajir”
Dalam bidang Mu’amalah, terutama
tentang Khiyar al-Majlis. Imam Ahmad berpendapat bahwa jual beli belum dianggap
lazim (meskipun telah terjadi ijab dan qabul) apabila penjual dan pembeli masih
dalam satu ruangan yang di tempat itu akad dilakukan. Apabila keduanya atau
salah satunya tidak di tempat itu lagi (berpisah) maka akad sudah lazim.
Alasannya adalah hadist riwayat Nafi’ dan ‘Abdullah ibn Umar r.a yang menyatakan
bahwa nabi Muhammad Saw bersabda :
“Setiap penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar
(pilih) selama keduanya belum berpisah“
Selanjutnya, tokoh yang membaharui
dan melengkapi pemikiran Madzhab Hambali, terutama di bidang Mu’amalah adalah
Syeikh al-Islam Taqiyudin Ibnu Taimiyah (wafat 728 H) dan Ibn Al-Qayim
al-Jauziyyah (Wafat 751 H) murid ibnu Taimiyyah. Tadinya pengikut Madzhab
Hambali tidak begitu banyak, setelah dikembangkan oleh dua tokoh tersebut maka
madzhab Hambali menjadi semarak terlebih setelah dikembangkan lagi oleh
Muhammad bin Abdul Wahab (wafat 1206 H). dan kini menjadi Madzhab resmi
pemerintah Kerajaan Saudi Arabia.
E.
Penulisan
Madzhab Imam Hambali
Imam Hambali
tidak pernah menuliskan madzhabnya, bahkan beliau tidak suka jika ada yang
menulis pendapat dan fatwanya. Kalaupun ada, paling hanya berupa catatan kecil
khusus untuknya yang memuat beberapa masalah fiqih dan tidak ditulis ulang oleh
orang lain karena ia berpendapat bahwa yang boleh ditulis hanyalah Al Qur’an
dan sunnah agar ia tetap menjadi referensi utama masyarakat untik mempelajari
hukum taklif.
Salah
seorang muridnya yang bernama Ishaq Al Kusaj pernah menulis pendapatnya
kemudian menyebarkan di Khurasan. Mengetahui hal tersebut, Imam Hambali
menunjukkan ketidaksukaannya dan berkata,”saksikan bahwa saya sudah menarik
kembali pendapat saya.”
Oleh karena
itu, kalangan yang berjasa menuliskan madzhab Imam Hambali adalah
murid-muridnya. Merekalah yang mengumpulkan pendapat dan fatwa sang imam, lalu
menyusunnya sesuai dengan urutan bab fiqih. Adapun orang pertama yang
menyebarkan madzhab imam hambali adalah putranya yang bernama Shalih bin Ahmad
bin Hanbal (wafat 290 H). Beliau menyebarkan madzhab ayahnya dengan cara
mengirimkan surat kepada orang yang bertanya dengan jawaban yang pernah disampaikan
oleh ayahnya, beliau pernah menjabat sebagai hakim, menukil pendapat ayahnya
dan diterapkan langsung.
Putra Imam Hambali yang bernama
Abdulloh bin Ahmad (wafat 266 H) juga melakukan hal yang sama dengan
mengumpulkan kitab Al musnad dan menyusunnya serta menukilkan fiqih sang ayah,
walaupun beliau lebih banyak meriwayatkan hadits. Beberapa
murid imam hambali yang bergiat menulis madzhab dan menyebarkannya antara lain:
Abu bakar Al Asyram, Abdul Malik Al Maimuni, Abu bakar Al Mawaruzi.
Di samping mereka,
masih ada lagi para fuqoha’ yang menjadi murid Imam Hambali. Mereka menulis dan
mengumpulkan pendapat sang imam kemudian membuat penjelasan. Salah satu di
antara mereka adalah Umar bin Ali bin Husain al Hazmi (wafat 234 H) yang
menulis kitab monumental, Mukhtashar Al Khiraqi yang lebih lanjut disyarahi
oleh ibnu qudamah menjadi kitab Al Mughni.
Setelah mereka datanglah dua imam besar yang mengafilisasikan
diri pada madzhab Imam Ahmad, yaitu Ahmad Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (wafat 728
H) dan Ibnu al Qoyyim al Jauziyah (wafat 751 H). Keduanya dikenal sebagai orang
yang menisbahkan diri pada madzhab hambali, baik dalam dasar maupun kaidahnya[8]
Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di
Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab
Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi.
Mazhab ini dianut kebanyakan penduduk Hejaz, di pedalaman Oman dan beberapa
tempat sepanjang Teluk Persia dan di beberapa kota Asia Tengah. Dan masa
sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai
penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
F.
Perkataan
Imam Hambali
Imam Ahmad adalah salah
seorang Imam yang paling banyak mengumpulkan sunnah dan paling berpegang teguh
kepadanya. Sehingga dia membenci penulisan buku-buku yang memuat cabang-cabang
(furuq) dan pendapat. Oleh kerana itu dia berkata:
1.
“Janganlah
engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i
dan Tsauri, tetapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al-Fulani, 113 dan
Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)
2.
“Pendapat
Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan
ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar
(hadits-hadits. Red.)” (Ibnul Abdl Brr di dalam Al-Jami`, 2/149)
3.
“Barang
siapa yang menolak hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wasallam, maka
sesungguhnya dia telah berada di tepi kehancuran.” (Ibnul Jauzi, 182).
Allah berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak
beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa di dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap keputusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya” (An-Nisa:65), dan
firman-Nya: “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya
takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. ” (An-Nur:63).
G.
Wafatnya
Imam Hambali
Setelah sakit sembilan hari, beliau
menghembuskan napas terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal
dua belas Rabi’ul Awwal 241 H pada umur 77 tahun. Jenazah beliau dihadiri
delapan ratus ribu pelayat lelaki dan enam puluh ribu pelayat perempuan.
H.
Karya Imam
Hambali
Beliau menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang
termasuk sebesar-besarnya kitab "Musnad" dan sebaik baik karangan
beliau dan sebaik baik penelitian Hadits.Ia tidak memasukkan dalam kitabnya
selain yang dibutuhkan sebagai hujjah. Kitab Musnad ini berisi lebih dari
25.000 hadits.
Di antara karya Imam Ahmad adalah
ensiklopedia hadits atau Musnad, disusun oleh anaknya dari ceramah
(kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga Kitab ash-Salat dan
Kitab as-Sunnah. Adapun beberapa karangannya adalah :
1. Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena
kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits.
2. Kitab at-Tafsir, namun Adz-Dzahabi mengatakan, “Kitab
ini hilang”.
3. Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
4. Kitab at-Tarikh
5. Kitab Hadits Syu'bah
6. Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi al-Qur`an
7. Kitab Jawabah al-Qur`an
8. Kitab al-Manasik al-Kabir
9. Kitab al-Manasik as-Saghir
Menurut Imam Nadim, kitab berikut ini juga merupakan
tulisan Imam Ahmad bin Hanbal
1. Kitab al-'Ilal
2. Kitab al-Manasik
3. Kitab az-Zuhd
4. Kitab al-Iman
5. Kitab al-Masa'il
6. Kitab al-Asyribah
7. Kitab al-Fadha'il
8. Kitab Tha'ah ar-Rasul
9. Kitab al-Fara'idh
BAB III
KESIMPULAN
Madzhab fiqih besar yang menempati
urutan keempat berdasarkan periodisasi kemunculannya adalah Madzhab Hambali,
yang didirikan oleh muhaddits besar Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Madzhab
ini muncul di kota kelahiran pendirinya. Baghdad, pada akhir abad ketiga dan
awal abad kedua, yang bertepatan dengan masa pemerintahan Daulah Bani
Abbasiyah.
Sumber-sumber yang di ambil oleh imam anbali adalah Al-Qur’an.
As-sunnah, fatwa sahabat, qiyas, istiskhab, dan syad adz-dzara’i.
Metode
yang dikembangkan oleh ahmad bin hambal adalah metode Dialektika. Awal
perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam
waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada
masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi. Mazhab ini dianut kebanyakan
penduduk Hejaz, di
pedalaman Oman dan beberapa tempat sepanjang
Teluk Persia dan di beberapa kota Asia
Tengah. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan
Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab,
Palestina, Siria dan Irak.
Dibandingkan dengan madzhab-madzhab
fiqih lain, perkembangan pengikut Madzhab Hambali bisa dibilang yang paling
tersendat. Menurut sejarawan muslim, hal ini disebabkan rata-rata ulama Madzhab
Hambali enggan duduk dalam pemerintahan., seperti menjadi qadhi (hakim) atau
mufti. Karena menolak menjadi pejahat pemerintah, otomatis madzhabnya pun tidak
pernah menjadi madzhab resmi negara. Padahal dengan menjadi madzhab
resmi negara, bisa dipastikan suatu madzhab akan berkembang pesat
diwilayah kekuasaan pemerintah tersebut.
Madzhab
Hambali terkenal sangat ketat dan teguh dalam menggunakan dasar sunnah. Tak
mengherankan dalam berbagai literatur, madzhab ini juga sering disebut dengan
nama fiqh assunnah
Daftar Pustaka
·
Manaqib Imam
Ahmad bin Hanbal, oleh Ibnul Jawzy, diteliti oleh Dr.'Abdullah Bin 'Abdul
Muhsin At Turky, Rektor Universitas Muhammad Bin Su'ud Al Islamiyyah di Arab
Saudi
·
Rasyad Hasan Khalil. Sejarah
Legislasi Hukum Islam. (Jakarta: AMZAH, 2009)
·
Dr. Syarbasyi akhmad, al-aimatul al-
arba’ah jz 1, al-azhar, darr al-jaill, Bairut
·
Dr. Musthofa as-saq’ah, imam akhmad
bin hambal, jz 4 th 1998 , dar al-kitab, Bairut
·
Forum pengembangan intelektual Islam,
Sejarah Tasyri’ al- Islam (FPII), Lirboyo, 2006
·
Mijib, ‘Abdullah M.Ag. , Kawasan dan
Wawasan Study Islam, cet-2, thn 2007
(dikutip pada
tanggal 9-10-2015)
[3] Manaqib Imam Ahmad bin Hanbal, Rektor Universitas Muhammad Bin
Su’ud Al Islamiyah di Arab Saudi
[4] Akhmad bin hanbal, jz 4, hal 217
[5] Akhmad bin hanbal, jz 4, hal 223
[6] Kawasan dan Wawasan Study Islam, hal 201
[7] Kawasan dan Wawasan Study Islam, hal 202
[8] Rasyad Hasan Khalil. Sejarah Legislasi Hukum Islam hal 197
[9] http://hasbiedaud.wordpress.com/2007/09/03/mazhab-hambali/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar