BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia
adalah makhluk istimewa yang diciptakan Tuhan karena memiliki akal budi.
Melalui akal budi manusia dapat hidup sesuai dengan apa yang ada tempat dimana
dia hidup. Perkembangan yang dialami manusia menjadikan dia lebih matang dalam
menjalani kehidupan ini. Manusia adalah makhluk sosial yang eksploratif dan
potensial. Manusia dikatakan makhluk yang eksploratif karena manusia memiliki
kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia
sebagai makhluk potensial karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan
bawaan yang dapat dikembangkan secara nyata.
Selanjutnya manusia disebut sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa
daya karena untuk tumbuh dan berkembang secara normal memerlukan bantuan dari
luar dirinya.
Sebagai
akhir dari masa remaja adalah masa dewasa, atau biasa disebut dengan masa
adolesen. Ketika manusia mnginjak masa dewasanya sudah terlihat adanya
kematangan dalam dirinya. Kematangan jiwa tersebut menggambarkan bahwa manusia
tersebut sudah menyadari makna hidupya. Sebagai akhir dari masa dewasa ini
manusia akan menginjak masa tua atau masa lansia, dimana masa tua itu adalah
periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana
seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan,
atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
perkembangan masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara fisik?
2.
Bagaimana
perkembangan masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara kognitif?
3.
Bagaimana
perkembangan masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara psikososial?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
perkembangan masa dewasa dan tua yang dilihat dari perkembangan secara fisik.
2.
Mengetahui
perkembangan masa dewasa dan tua yang dilihat dari perkembangan secara
kognitif.
3.
Mengetahui
perkembangan masa dewasa dan tua yang dilihat dari perkembangan secara
psikososial.
BAB II
PEMBAHASAN
Perkembangan Masa Dewasa dan Tua
Dalam
studi psikologi perkembangan kontemporer atau yang lebih dikenal dengan istilah perkembangan
rentang hidup (life-span development),
wilayah pembahasannya tidak lagi terbatas pada perubahan
perkembangan selama masa anak-anak dan remaja saja, melainkan juga menjangkau masa
dewasa, menjadi tua, hingga meninggal
dunia. Hal ini adalah karena perkembangan tidak berakhir
dengan tercapainya kematangan fisik. Sebaliknya, perkembangan
merupakan proses yang berkesinambungan, mulai dari
masa konsepsi berlanjut ke masa sesudah lahir, masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa hingga
menjadi tua. Perubahan-perubahan badaniah yang terjadi sepanjang hidup,
mempengaruhi sikap,
proses kognitif, dan perilaku individu. Hal ini berarti bahwa permasalahan yang harus diatasi
juga mengalami-perubahan dari waktu
ke waktu sepanjang rentang kehidupan.
Seperti
halnya dengan remaja, untuk merumuskan sebuah definisi
tentang kedewasaan tidaklah mudah. Hal ini karena setiap kebudayaan berbeda-beda dalam
menentukan kapan seseorang menentukan
status dewasa secara formal. Pada sebagian besar kebudayaan
kuno, status ini tercapai apabila pertumbuhan pubertas telah selesai atau
setidak-tidaknya sudah mendekati selesai dan
apabila
organ kelamin anak telah mencapai kematangan serta mampu berproduksi.
Terlepas
dari perbedaan dalam penentuan waktu dimulainya status
kedewasaan tersebut, pada umumnya psikolog menetapkan sekitar usia 20 tahun sebagai awal
masa dewasa dan berlangsung sampai
sekitar usia 40 - 45, dan pertengahan masa dewasa berlangsung
dari sekitar usia 40 ~ 45 sampai sekitar usia 65 tahun, serta masa dewasa lanjut atau masa
tua berlangsung dari skitar usia
65 tahun sampai meninggal (Feldman, 1996).
Berikut
ini akan diuraikan beberapa aspek perkembangan yang terjadi selama masa dewasa dan usia
tua, yang meliputi perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial.
A.
Perkembangan
Fisik
Dilihat
dari aspek perkembangan fisik, pada awal masa dewasa kemampuan fisik mencapai puncaknya,
dan sekaligus mengalami penurunan
selama periode ini. Dalam pembahasan berikut akan diuraikan
beberapa gejala penting dari perkembangan fisik yang terjadi selama masa dewasa, yang
meliputi: kesehatan badan, sensor
dan
perseptual, serta otak.
1.
Kesehatan
Badan
Bagi kebanyakan orang, awal masa dewasa
ditandai dengan memuncaknya
kemampuan dan kesehatan fisik. Mulai dari sekitar usia
18 hingga 25 tahun, individu memiliki kekuatan yang terbesar, gerak-gerak reflek mereka sangat cepat.
Lebih dari itu, kemampuan reproduktif
mereka berada di tingkat yang paling tinggi. Meskipun pada awal masa dewasa kondisi kesehatan
fisik mencapai pancaknya, namun selama periode ini penurunan keadaan fisik juga terjadi. Sejak usia sekitar 25 tahun,
perubahan-perubahan fisik mulai
terlihat. Perubahan-perubahan ini sebagian besar lebih bersifat kuantitatif daripada kualitatif.
Secara berangsun-angsur, kekuatan
fisik mengalami kemunduran, sehingga lebih mudah terserang
penyakit. Akan tetapi, bagaimanapun juga seseorang masih tetap cukup mampu untuk
melakukan aktivitas normal. Bahkan
bagi orang-orang yang selalu menjaga kesehatan dan melakukan olah raga secara rutin
masih terlihat bugar.
Bagi wanita, perubahan biologis yang
utama terjadi selama masa
pertengahan dewasa adalah perubahan dalam hal kemampuan reproduktif, yakni
mulai mengalami menopause atau berhentinya menstruasi dan hilangnya
kesuburan. Pada umumnya, menopause
mulai terjadi pada usia sekitar 50 tahun, tetapi ada juga yang sudah mengalami menopause pada usia 40. Peristiwa menopause disertai dengan berkurangnya
hormon estrogen. Bagi sebagian
besar perempuan, menopause tidak
menimbulkan problem psikologis.
Tetapi, bagi sebagian lain, menopause
telah menyebabkan munculnya sejumlah besar gejala psikologis, termasuk depresi dan hilang ingatan. Sejumlah
studi belakang ini menunjukkan bahwa problem-problem tersebut sebenarnya lebih
disebabkan oleh
reaksi terhadap usia tua yang dicapai oleh wanita dalam suatu masyarakat yang sangat menghargai
anak-anak muda daripada peristiwa
menopause itu sendiri (Feldman,
1996).
Bagi laki-laki, proses penuaan selama
masa pertengahan dewasa tidak
begitu kentara, karena tidak ada tanda-tanda fisiologis dari peningkatan usia seperti berhentinya
haid pada perempuan. Lebih dari
itu, laki-laki tetap subur dan mampu menjadi ayah anak-anak sampai memasuki usia tua. Hanya
beberapa kemunduran fisik juga terjadi
secara berangsur-angsur, seperti berkurangnya produksi air mani, dan frekuensi orgasme yang
cenderung merosot.
Pada masa tua atau masa dewasa akhir,
sejumlah perubahan pada
fisik semakin terlihat sebagai akibat dari proses penuaan. Di perubahan-perubahan fisik yang
paling kentara pada masa tua
ini terlihat pada perubahan seperti rambut menjadi jarang dan beruban, kulit mengering dan
mengerut, gigi hilang dan gusi menyusut,
konfigurasi wajah berubah; tulang belakang menjadi bungkuk. Kekuatan dan ketangkasan
fisik berkurang, tulang-tulang menjadi rapuh, mudah patah dan lambat untuk dapat diperbaiki kembali. Sistem kekebalan
tubuh melemah, sehingga orang tua rentan terhadap berbagai penyakit, seperti
kanker dan radang
paru-paru.
2.
Perkembangan
Sensori
Pada awal masa dewasa, penurunan fungsi
penglihatan dan pendengaran
mungkin belum begitu kentara. Akan tetapi, pada masa
dewasa tengah perubahan-perubahan dalam penglihatan dan pendengaran merupakan dua perubahan
fisik yang paling menonjol.
Pada usia antara 40 dan 59 tahun, daya akomodasi mata mengalami penurunan paling tajam.
Karena itu, banyak orang pada
usia setengah baya mengalami kesulitan dalam melihat objek-objek yang dekat
(Kline & Schieber, 1985). Sementara itu,
pendengaran
juga mengalami penurunan pada usia sekitar 40 tahun.
Penurunan dalam hal pendengaran ini lebih terlihat pada sensitivitas terhadap nada tinggi.
Dalam hal penurunan sensitivitas
terhadap
nada tinggi ini, terdapat perbedaan jenis kelamin, yakni laki-laki biasanya kehilangan sensitivitasnya
terhadap nada tinggi lebih
awal dibandingkan perempuan. Perbedaan jenis kelamin ini mungkin lebih disebabkan oleh
pengaruh pengalaman laki-laki terhadap
suara gaduh dalam pekerjaan sehari-hari, seperti pertambangan,
perbengkelan, dan sebagainya.
Selanjutnya pada masa dewasa akhir,
perubahan-perubahan sensori
fisik melibatkan indera penglihatan, indera pendengaran, indera perasa, indera pencium, dan
indera peraba. Perubahan dalam
indera penglihatan pada masa dewasa akhir misalnya tampak pada berkurangnya ketajaman
penglihatan dan melambatnya adaptasi terhadap perubahan cahaya. Biji mata
menyusut dan lensanya menjadi kurang jemih, sehingga jumlah cahaya yang diperoleh retina berkurang itu,
penurunan juga
terlihat dalam kepekaan terhadap rasa dan bau. Dalam hal ini, kepekaan terhadap rasa pahit dan
masam bertahan lebih lama dibandingkan
kepekaan terhadap rasa manis dan asin (Santrock, 1995).
3.
Perkembangan
Otak
Mulai masa dewasa awal, sel-sel otak
juga berangsur-angsur berkurang.
Tetapi, perkembangbiakan koneksi neural (neural
connection), khususnya bagi orang-orang yang tetap aktif, membantu mengganti sel-sel yang hilang. Hal
ini membantu menjelaskan pendapat
umum bahwa orang dewasa yang tetap aktif, baik secara fisik, seksual, maupun secara
mental, menyimpan lebih banyak kapasitas
mereka untuk melakukan aktivitas-aktivitas demikian pada tahun-tahun selanjutnya.
Hilangnya sel-sel otak dari sejumlah
orang dewasa diantaranya
disebabkan
oleh serangkaian pukulan kecil, tumor otak, atau karena
terlalu banyak minum minuman beralkohol. Semua ini akan semakin merusak otak, menyebabkan
terjadinya erosi mental, yang sering
disebut dengan kepikunan (senility)
B.
Pekembangan
Kognitif
Salah
satu pertanyaan yang paling banyak menimbulkan kontroversial dalam studi
tentang perkembangan rentang hidup manusia
adalah
apakah kemampuan kognitif orang dewasa, seperti memori, kreativitas, inteligensi, dan kemampuan
belajar, paralel dengan penurunan
kemampuan fisik? Pada umumnya orang percaya
bahwa
proses kognitif -belajar, memori, dan inteligensi- mengalami kemerosotan
bersamaan dengan terus bertambahnya usia.
Bahkan
kesimpulan bahwa usia terkait dengan penurunan proses kognitif ini juga tercermin dalam masyarakat
ilmiah. Akan tetapi, belakangan
sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa
kepercayaan
tentang terjadinya kemerosotan proses kognitif bersamaan
dengan penurunan kemampuan fisik, sebenarnya
hanyalah
salah satu stereotip budaya yang meresap dalam diri kita. Uraian berikut akan mengetengahkan
beberapa perubahan penting dalam
proses kognitif yang terjadi pada masa dewasa dan usia tua.
1.
Perkembangan
Pemikiran Postformal
Sesuai
dengan tahap perkembangan kognitif Piaget, pemikiran remaja berada pada tahap operasional
formal -tahap kemampuan berpikir
secara abstrak dan hipotesis-.
Tipe pemikiran ini dimulai sekitar
usia 11 tahun, tetapi tidak berkembang secara penuh sampai berakhirnya masa remaja. Karena
itu, Piaget percaya bahwa seorang
remaja dan seorang dewasa memiliki cara berpikir yang sama (McConnell & Philipchalk,
1992). Akan tetapi, para pengkritik
Piaget
menunjukkan bahwa kesimpulan Piaget tersebut tidak dapat diterapkan pada kebudayaan-kebudayaan
lain, sebab ditemukan banyak
anak remaja ternyata tidak menggunakan pemikiran operasional
formal (Neimark, 1982). Bahkan sejumlah ahli
perkembangan
percaya bahwa baru pada masa dewasalah individu menata
pemikiran operasional formal mereka. Mereka mungkin merencanakan dan membuat hipotesis
tentang masalah-masalah seperti
remaja, tetapi mereka menjadi sistematis ketika mendekati masalah sebagai orang dewasa. Ketika
sejumlah orang dewasa lebih mampu
menyusun hipotesis daripada remaja dan menurunkan suatu
pemecahan masalah dari suatu permasalahan, banyak orang dewasa yang tidak menggunakan
pemikiran operasional formal sama
sekali (Keating, 1990).
2.
Perkembangan
Memori
Salah satu
karakteristik yang paling sering dihubungkan dengan orang dewasa dan usia tua adalah
penurunan dalam daya ingat. Akan
tetapi, apakah asumsi ini dapat dibenarkan? Sejumlah bukti menunjukkan bahwa perubahan memori
bukanlah suatu yang sudah
pasti terjadi sebagai bagian dari proses penuaan, melainkan lebih rnerupakan stereotip budaya. Hal
ini dibuktikan oleh hasil studi
lintas budaya yang dilakukan oleh B.L. Levy dan E. Langer (1994) terhadap orang tua di Gina dan
di Amerika. Hasil studi ini menyimpulkan
bahwa orang tua dalam kultur yang memberikan
penghargaan
tinggi terhadap orang tua, seperti kultur Cina daratan,
kecil kemungkinan mengalami kemerosotan memori dibanding
dengan orang tua yang hidup dalam kultur yang mengira
bahwa kemunduran memori adalah sesuatu yang mungkin terjadi.
Lebih dari itu, ketika orang tua
memperlihatkan kemunduran memori,
kemunduran tersebut pun cenderung sebatas pada keterbatasan
tipe-tipe memori tertentu. Misalnya, kemunduran cenderung
terjadi pada keterbatasan memori episodik (episodic memories)
-memori yang berhubungan dengan pengalaman-pengalaman tertentu di sekitar kehidupan
kita-.
Sementara tipe-tipe memori
lain, seperti memori semantik (semantic
memories) -memori yang
berhubungan dengan pengetahuan dan fakta-fakta umum-, dan
memori implisit (implicit memories) -memori
bawah sadar kita, secara
umum tidak mengalami kemunduran karena pengaruh ketuaan- (Fieldman, 1996).
Kemerosotan dalam memori episodik,
sering menimbulkan perubahan-perubahan
dalam kehidupan orang tua. Misalnya,
seseorang
yang memasuki masa pensiun, yang mungkin tidak lagi menghadapi bermacam-macam tantangan
penyesuaian intelektual sehubungan
dengan pekerjaan, dan mungkin lebih sedikit
menggunakan
memori atau bahkan kurang termotivasi untuk
mengingat
berbagai hal, jelas akan mengalami kemunduran dalam memorinya. Untuk itu, latihan menggunakan
bermacam-macam strategi
mnemonic (strategi penghafalan) bagi orang tua, tidak hanya memungkinkan dapat mencegah
kemunduran memori jangka
panjang, melainkan sekaligus memungkinkan dapat meningkatkan
kekuatan memori mereka (Ratner et.al., 1987).
Jadi, kemerosotan fungsi kognitif pada
masa tua, pada umumnya
memang merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan, karena disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti penyakit kekacauan
otak
(alzheimer) atau karena kecemasan dan
depresi. Akan tetapi, hal
ini bukan berarti bahwa keterampilan kognitif tidak bisa dipertahankan dan ditingkatkan.
Kunci untuk memelihara
keterampilan
kognitif terletak pada tingkat pemberian beberapa rangsangan
intelektual. Oleh karena itu, orang tua sebenarnya sangat membutuhkan suatu lingkungan
perangsang dalam rangka mengasah
dan memelihara keterampilan-keterampilan kognitif mereka
serta mengantisipasi terjadinya kepikunan.
3.
Perkembangan
Inteligensi
Suatu mitos yang bertahan hingga
sekarang adalah bahwa menjadi tua
berarti mengalami kemunduran intelektual. Mitos ini diperkuat oleh sejumlah peneliti awal yang
berpendapat bahwa seiring dengan
proses penuaan selama masa dewasa terjadi kemunduran dalam inteligensi umum. Misalnya
dalam studi kros-seksional, peneliti
menguji orang-orang dari berbagai usia pada waktu yang sama. Ketika memberikan tes
inteligensi kepada sampel yang representatif,
peneliti secara konsisten menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua memberikan lebih sedikit jawaban
yang benar dibanding orang dewasa yang lebih muda
Tetapi Studi
Thorndike menunjukkan bahwa kemunduran
kemampuan
intelektual pada orang dewasa tidak disebabkan oleh faktor usia, melainkan oleh
faktor-faktor lain. Witherington (1986)
menyebutkan
tiga faktor penyebab terjadinya kemunduran
kemampuan
belajar orang dewasa. Pertama,
ketiadaan kapasitas dasar.
Orang dewasa tidak akan memiliki kemampuan belajar bila pada usia muda juga tidak memiliki
kemampuan belajar yang memadai.
Kedua, terlampau lamanya tidak
melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat intelektual. Artinya, orang-orang
yang telah berhenti
membaca bacaan-bacaan yang “berat” dan berhenti pula melakukan pekerjaan intelektual,
akan terlihat bodoh dan tidak mampu
melakukan pekérjaan-pekerjaan semacam itu. Ketiga,
faktor budaya, terutama cara-cara
seseorang memberikan sambutan, seperti
kebiasaan, cita-cita, sikap, dan prasangka-prasangka yang telah mengakar, sehingga setiap
usaha untuk mempelajari cara sambutan
yang barn akan mendapat tantangan yang kuat.
C.
Perkembangan
Psikososial
Selama
masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan
dengan masa-masa sebelumnya.
Pada masa dewasa ini, individu memasuki peran kehidupan
yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal
dari orang yang lebih muda. Perbedaan-perbedaan
tersebut tidak disebabkan oleh perubahan-perubahan fisik dan kognitif yang
berkaitan dengan penuaan, tetapi
lebih disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan
pekerjaan. Selama periode ini orang
melibatkan diri secara khusus dalam karir, pernikahan, dan hidup berkeluarga. Menurut Erikson,
perkembangan psikososial selama
masa dewasa; dan tua ini ditandai dengan tiga gejala panting, yaitu keintiman,
generatif, dan integritas.
1.
Perkembangan
Keintiman
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan
memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Orang yang tidak
dapat menjalin hubungan intim dengan orang lain akan
terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang
dihadapi oleh orang yang memasuki
masa dewasa. Pada masa dewasa awal ini, orang-orang telah siap dan ingin menyatukan identitasnya
dengan orang lain. Mereka
mendambakan hubungan-hubungan yang intim-akrab, dilandasi rasa persaudaraan, serta
siap mengembangkan daya-daya yang
dibutuhkan
untuk memenuhi kemitmen-komitmen ini
sekalipun
mereka mungkin harus berkorban untuk itu. Dalam suatu
studi ditunjukkan bahwa hubungan intim mempunyai pengaruh
yang besar terhadap perkembangan psikologi dan fisik seseorang. Orang-orang
yang mempunyai tempat untuk benbagi ide,
perasaan,
dan masalah, merasa lebih bahagia dan lebih sehat dibandingkan
dengan mereka yang tidak memiliki tempat untuk berbagi
(Traupmann & Hatfield, 1981).
2.
Cinta
Selama
tahap perkembangan keintiman ini, nilai-nilai cinta muncul. Cinta mengacu pada perilaku manusia
yang sangat luas dan kompleks.
Menurut Santrock (1995), cinta dapat diklasifikasikan menjadi empat bentuk cinta, yaitu:
altruisme, persahabatan, cinta yang
romantis atau bergairah, dan cinta yang penuh perasaan atau persahabatan. Meskipun cinta sudah
tampak dalam tahap-tahap sebelumnya
(seperti cinta bayi pada ibunya dan cinta birahi pada remaja), namun perkembangan cinta
dan keintiman sejati baru muncul
setelah seseorang memasuki masa dewasa. Pada masa ini, perasaan cinta lebih dari sekadar
gairah atau romantisme, melainkan
suatu afeksi -cinta yang penuh perasaan dan kasih sayang-. Cinta pada orang dewasa ini
diungkapkan dalam bentuk kepedulian
terhadap orang lain. Orang-orang dewasa awal lebih mampu melibatkan diri dalam hubungan
bersama, di mana mereka saling
berbagi hidup dengan seorang mitra yang intim.
3.
Pernikahan
dan Keluarga
Dalam
pandangan Erikson, keintiman biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah
pada perkembangan hubungan seksual
dengan lawan jenis yang ia cintai, yang dipandang sebagai teman berbagi suka dan duka. Ini
berarti bahwa hubungan intim yang
terbentuk akan mendorong orang dewasa awal untuk mengembangkan
perasaan yang sesungguhnya dalam
hubungan
timbal balik dengan mitra yang dicintai. Di hampir setiap masyarakat, hubungan perasaan dan
keintiman pada masa dewasa awal
ini diperoleh melalui lembaga pernikahan atau perkawinan.
Ketika
melangsungkan pernikahan, apakah pernikahan
pertama
atau kedua, hampir semua orang mengharapkan kebahagiaan dan ikatan pernikahan
yang langgeng. Akan tetapi, karena
perkawinan
menuntut adanya menyesuaian diri terhadap tuntutan peran dan tanggung jawab baru dari
kedua pasangan, harapan-harapan tersebut sering kandas ditengah jalan dan tidak
menjadi kenyataan. Hal ini adalah karena
penyesuaian diri demikian bukanlah
merupakan sesuatu yang mudah bagi masing-masing pasangan.
Lebih-lebih bagi pasangan yang menikah dalam usia muda,
ketidakmampuan melakukan penyesuaian diri terhadap peran dan tanggung jawab baru tersebut
tidak jarang menyebabkan terjadinya pertentangan, dan bahkan berakhir dengan perceraian.
Memang,
tidak satu pun hubungan interpersonal dan intim, termasuk
Perkawinan yang berjalan mulus dan selalu mesra. Tidak ada dua orang yang mampu hidup
bersama bertahun-tahun tanpa terjadi
konflik. Apalagi institusi perkawinan dibangun oleh dua individu yang memiliki persepsi dan
harapan yang berbeda tentang perkawinannya.
Pengalaman, kebutuhan, dan nilai yang berbeda membuat
mereka tidak sama. Karena
itulah Myers
menjelaskan bahwa ikatan cinta akan
lebih menyenangkan dan langgeng apabila didasarkan pada persamaan minat dan nilai, saling
berbagi perasaan dan dukungan materi,
serta keterbukaan diri secara intim. Kelanggengan sebuah ikatan perkawinan biasanya juga
lebih terjamin apabila masing-masing pasangan menikah setelah berumur di atas
20 tahun dan berpendidikan
baik (Myers, 1996).
Secara
tradisional, peran utama seorang wanita yang telah menikah
adalah menjadi ibu rumah tangga, dan umumnya mereka merasa puas -dengan peran tersebut-. Hasil wawancara terstruktur Oakley dengan 40 orang ibu yang
berusia antara 20-30 tahun sehubungan
dengan kepuasan dan ketidakpuasan menjadi ibu rumah
tangga serta aspek kehidupan umum lainnya menunjukkan: sekitar 50% ibu~ibu menyatakan,
“menjadi ibu rumah tangga merupakan
pilihan pekerjaan yang terbaik, karena dengan menjadi ibu rumah tangga berarti para ibu
menjadi bos untuk dirinya sendiri”.
Oakley kemudian menjelaskan, otonomi ibu rumah tangga secara teoritis lebih nyata karena secara
aktual seorang ibu rumah tangga
terbebas dari prosedur atau mekanisme pekerjaan umum lainnya. Selanjutnya, jawaban lain
yang diperoleh adalah bekerja sebagai
ibu rumah tangga memiliki kebebasan yang tak terbatas karena mengerjakan segala sesuatunya
di rumah tanpa adanya kontrol
langsung dan sang suami. Hanya sebesar 15% menganggap bekerja sebagai ibu rumah tangga
merupakan “pekerjaan terburuk”, karena
pekerjaan tersebut monoton, bersifat rutin, dan membosankan (Fransella & Frost, 1977).
Dengan
demikian, pada umumnya wanita percaya bahwa peran utamanya
ialah menjadi seorang istri dan ibu. Pria tampaknya juga sepakat bahwa beberapa pekerjaan
rumah tangga dan menjaga anak
merupakan tugas atau pekerjaan wanita. Akan tetapi, seiring dengan terjadinya perubahan-perubahan
besar dalam hampir seluruh
dimensi kehidupan manusia sebagai konsekuensi logis dari arus modernisasi, peran wanita pada
abad sekarang turut mengalami
perubahan. Dewasa ini semakin banyak wanita yang menunjukkan
peningkatan perhatian dalam pengembangan karir, sehingga
mereka tidak hanya terlambat menikah, melainkan juga terlambat memiliki anak. Lebih dari
itu, dengan berkembangnya metode
kontrasepsi modern, telah memungkinkan wanita untuk membatasi jumlah anak yang mereka
miliki dan sering kali tidak merencanakan kehamilan, sehingga
kemungkinan adanya gangguan
dari kehamilan terhadap karir mereka dapat
diminimalkan.
Pola pengasuhan anak juga mengalami perubahan. Dengan
tersedianya berbagai jenis fasilitas perawatan, beban domestik wanita yang bekerja sepertinya
relatif lebih ringan.
Akan
tetapi, ketika banyak wanita yang terlibat dalam dunia karir, berarti pada saat yang sama
mereka dihadapkan pada lebih
banyak
tuntutan peran yang harus dimainkan dalam kehidupannya. Di satu sisi, wanita
karir harus memerankan beberapa peran
yang
dituntut oleh pekerjaannya, namun di sisi lain ia dituntut pula untuk memerankan tanggung jawabnya
sebagai istri dan ibu rumah
tangga.
Bagaimana
pun juga, wanita yang bekerja akan mengalami
konflik
peran. Konflik peran wanita ini diantaranya
dipengaruhi oleh:
(1) image wanita tentang dirinya
sendiri; (2) sudut pandang wanita
tentang femininitas; dan (3) pendapat pria tentang wanita karir dan jenis karirnya. Oleh
sebab itu, untuk mengurangi tekanan,
hambatan dan konflik tersebut, wanita karir dituntut untuk melakukan manajemen konflik.
Poloma (dalam Fransella & Frost,
1977) menyebutkan sejumlah teknik manajemen konflik bagi wanita dalam menghadapi berbagai
tekanan pekerjaannya, yaitu:
1.
Mendefinisikan situasi secara
menyenangkan; contohnya: berkata
pada dirinya sendiri bahwa “saya menjadi seorang ibu yang lebih baik karena saya
bekerja”.
2.
Mengurutkan peran terpenting; contoh:
memprioritaskan kebutuhan
keluarga sebagai kebutuhan yang utama dan
pertama.
3.
“Compartmentalization” -melihara peran
terpisah tersebut dalam
konsep dan praktek.
4.
“Compromise” –contohnya: memilah-milah
urusan karir tertentu yang
tidak perlu dan menyesuaikannya dengan berbagai tuntutan
atau kebutuhan.
Memperhatikan daftar panjang tentang
berbagai kesulitan atau problem
yang umum terjadi dalam perkawinan, dapat dipahami bahwa perkawinan yang bahagia dan
langgeng membutuhkan dua orang
yang dengan sepenuh hati, mempunyai cukup keterampilan dalam menghadapi dan mengatasi konflik
peran dan setiap problem yang
timbul. Di samping itn, kemampuan kedua pasangan tersebut untuk mengkomunikasikan pikiran dan
perasaannya secara efektif serta
kemampuan mengatasi stres secara konstruktif juga mempunyai kaitan yang erat dengan
perkawinan yang stabil. Mereka yang
mempunyai ikatan perkawinan yang kuat biasanya selalu berusaha keras agar komunikasi dan
interaksi di antara mereka senantiasa
efektif. Banyaknya kesamaan diantara kedua pasangan, akan membuat ikatan perkawinan
semakin kuat.
4.
Perkembangan
Generativitas
Generativitas
(generativity), adalah tahap
perkembangan psikososial yang dialami individu selama pertengahan masa
dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah
perhatian terhadap apa yang dihasilkan
(keturunan, produk-produk, ide-ide, dan sebagainya) serta pembentukan dan penetapan
garis-garis pedoman untuk generasi
mendatang. Transmisi nilai-nilai sosial ini diperlukan untuk memperkaya aspek psikoseksual
dan aspek psikososial kepribadian.
Apabila generativitas lemah atau tidak diungkapkan, maka kepribadian akan mundur,
mengalami pemiskinan, dan stagnasi.
Bagi
kebanyakan orang, usia setengah baya (usia antara 40-50 tahun) merupakan masa paling produktif.
Laki-laki dalam usia 40-an biasanya berada pada puncak karir mereka. Pada usia
ini, perempuan mempunyai lebih sedikit
tanggung jawab di rumah karena
anak-anak telah besar dan dapat mencurahkan lebih banyak
waktu untuk karir atau kegiatan sosial. Kelompok ini merupakan kelompok usia yang
sesungguhnya mengatur masyarakat, baik dalam hal kekuasaan maupun tanggung
jawab.
Apa
yang disebut Erikson dengan generativity
pada masa setengah
baya ini ialah suatu rasa kekhawatiran mengenai bimbingan
dan persiapan bagi generasi yang akan datang. Jadi pada tahap
ini, nilai pemeliharaan berkembang. Pemeliharaan terungkap
dalam kepedulian seseorang pada orang-orang lain, dalam
keinginan memberikan perhatian pada mereka yang membutuhkannya
serta berbagi dan membagi pengetahuan serta
pengalaman
dengan mereka. Nilai pemeliharaan ini tercapai lewat kegiatan membesarkan anak dan
mengajar, memberi contoh, dan mengontrol.
Manusia
sebagai suatu spesies memiliki kebutuhan inheren untuk
mengajar, suatu kebutuhan yang dimiliki oleh semua orang dalam setiap bidang pekerjaan. Perasaan
puas pada tahapan ini timbul
dengan menolong anak usia belasan tahun menjadi dewasa, mengajar orang-orang dewasa lam,
bawahan-bawahan, dan bahkan
binatang-binatang, menyediakan bantuan yang diperlukan orang lain, serta menyaksikan bahwa
sumbangan yang mereka berikan
kepada masyarakat memiliki manfaat. Aktivitas memelihara dan mengajar menumbuhkan dalam diri
orang dewasa setengah baya
suatu perasaan vital bahwa mereka dibutuhkan oleh orang-orang lain, suatu
perasaan bahwa diri mereka memiliki arti, yang membuat mereka tidak terlalu asyik dan larut
dengan diri mereka sendiri.
Perasaan putus asa mungkin timbul dari adanya kesadaran bahwa ia merasa belum mencapai
tujuan yang dicanangkan semasa muda
atau kesadaran bahwa apa yang dilakukan tidak begitu berarti.
5.
Perkembangan
Integritas
Integritas
(integrity) merupakan tahap
perkembangan psikososial Erikson
yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang
setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta
setelah berhasil melakukan penyesuaian diri
dengan berbagai keberhasilan dan
kegagalan dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusasaan tertentu dalam
menghadapi perubahan-perubahan siklus
kehidupan individu, terhadap kondisi-kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan
hidup menjelang kematian.
Kondisi
ini dapat memperburuk perasaan bahwa kehidupan ini tidak berarti, bahwa ajal sudah
dekat, dan ketakutan akan kematian.
Seseorang yang berhasil menangani masalah yang timbul
pada setiap tahap kehidupan sebelumnya, maka dia akan mendapatkan perasaan utuh atau integritas.
Sebaliknya, seorang yang
berusia tua melakukan peninjauan kembali terhadap kehidupannya
yang silam dengan penuh penyesalan, menilai
kehidupannya
sebagai suatu rangkaian hilangnya kesempatan dan kegagalan,
maka pada tahun-tahun akhir kehidupan ini akan merupakan
tahun-tahun yang penuh dengan keputusasaan.
Pertemuan
antara integritas dan keputusasaan yang terjadi pada
tahap kehidupan yang terakhir ini menghasilkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang
sederhana akan menjaga dan memberikan
integritas pada pengalaman-pengalaman yang
diperoleh
pada tahun-tahun yang silam. Mereka yang berada pada tahap kebijaksanaan dapat menyajikan
kepada generasi-generasi yang
lebih muda suatu gaya hidup yang bercirikan suatu perasaan tentang keutuh dan keparipurnaan.
Perasaan keutuhan ini dapat
meniadakan perasaan putus asa dan muak, serta perasaan berakhir ketika situasi-situasi kehidupan
kini berlalu. Perasaan tentang
keutuhan
juga akan mengurangi perasaan tak berdaya dan ketergantungan
yang biasa menandai akhir kehidupan. (Hall & Linzey,
1993).
Tahap
integritas ini dimulai kira-kira usia sekitar 65 tahun, di mana orang-orang yang tengah berada
pada usia ini sering disebut sebagai
orang usia tua atau orang usia lanjut.
Disekitar usia ini,
banyak menimbulkan masalah baru dalam
kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena
penurunan fisik atau penyakit
yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan membuat orang merasa tak berdaya. Masa
pensiun, yang memberi waktu luang
untuk diisi, mengurangi perasaan dibutuhkan dan harga diri. Di satu sisi, mereka sangat
berharap masih dapat melakukan kegiatan
yang biasa ia lakukan untuk memperoleh kembali identitas diri dan nilainya. Tapi, pada sisi lain
mereka juga ingin dapat melepaskan
semua itu atau menarik diri dari keterlibatan sosial dan menjalani hidup kontemplatif.
Terdapat
beberapa tekanan yang membuat orang usia tua ini menarik
diri dari keterlibatan sosial: (1) ketika masa pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang
mungkin lepas dari peran dan aktivitasnya
selama ini; (2) penyakit dan menurunnya kemampuan fisik
dan mental, membuat ia terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebihan; (3) orang-orang yang
lebih muda di sekitarnya cenderung
menjauh darinya; dan (4) pada saat kematian semakin mendekat, orang sepertinya ingin
membuang semua hal yang bagi dirinya
tidak bermakna lagi.
Masalah
pengendalian diri tampaknya menjadi hal penting bagi orang usia lanjut. Meskipun mereka
pada dasarnya sangat membutuhkan
pertolongan orang lain, namun mereka juga sangat ingin
untuk menunjukkan bahwa dirinya masih mampu melakukan aktivitas sendiri, dan mereka masih
rnempunyai kekuatan dan wewenang.
Kebanyakan dari orang-orang yang sudah tua sering kali
berorientasi pada masa lalu, menengok ke belakang tentang apa saja yang pernah diperbuatnya
dan bagaimana hasilnya. Peninjauan
hidup ini mungkin merupakan suatu upaya mereka untuk
mencari-cari identitas dirinya yang dirasa hilang karena merasa disisihkan oleh lingkungannya.
Sering kali mereka mencoba mencari
jawaban atas hal-hal yang sebelumnya kurang ia mengerti dan menyatukan diri kepada keberhasilan
dan kegagalan masa lalunya.
Dalam beberapa kasus, mereka berusaha menuliskan riwayat
hidupnya sebagai upaya untuk merasa dekat dengan dirinya
sendiri dan masa lalunya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Perkembangan
masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara fisik terbagi menjadi 3
kategori umum: kesehatan badan, perkembangan sensori dan perkembangan otak.
2.
Perkembangan
masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara kognitif terbagi menjadi 3
kategori umum: perkembangan pemikiran postformal, perkembangan memori, dan
perkembangan intelegensi.
3.
Perkembangan
masa dewasa dan tua dilihat dari perkembangan secara psikososial terbagi
menjadi 3 kategori umum: perkembangan keintiman, cinta, pernikahan dan
keluarga, perkembangan generativitas serta perkembangan integritas.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar