BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Islam merupakan agama
yang kaffah, yang mengatur segala
perilaku kehidupan manusia. Bukan hanya menyangkut urusan peribadahan saja,
urusan sosial dan ekonomi juga diatur dalam Islam. Oleh karenanya setiap Muslim,
Islam merupakan sistem hidup (way of life)
yang harus diimplementasikan secara komprehensif dalam seluruh aspek
kehidupannya tanpa terkecuali.
Sudah cukup lama umat
manusia mencari sistem untuk meningkatkan kesejahteraannya khususnya di bidang
ekonomi. Selama ini memang sudah ada beberapa sistem, diantaranya dua aliran
besar sistem perekonomian yang dikenal didunia, yaitu sistem ekonomi
kapitalisme, dan sistem ekonomi sosialisme. Tetapi sistem-sistem itu tidak ada
yang berhasil penuh dalam menawarkan solusi optimal. Konsekuensinya orang-orang
mulai berpikir mencari alternatif. Dan alternatif yang oleh banyak kalangan
diyakini lebih menjanjikan adalah sistem ekonomi Islam. Karena sistem ini
berpijak pada asas keadilan dan kemanusiaan. Oleh karenanya, sistem ini bersifat
universal, tanpa melihat batas-batas etnis, ras, geografis, bahkan agama.
Pada bulan Oktober
tahun 2008 Al-Jazeera TV, sebuah stasiun TV terkenal di dunia yang berkedudukan
di Qatar, melakukan polling tentang
sistem ekonomi yang dipercaya paling baik untuk diterapkan di dunia.
Respondennya sebanyak 29.486. Polling
itu berisikan pertanyaan “Setelah krisis
keuangan global melanda, sistem keuangan apa yang anda percaya paling baik
untuk diterapkan di dunia?” Hasilnya adalah 88,5% dari 29.486 responden menjawab
sistem ekonomi Islam. Sedangkan responden yang memilih sistem ekonomi kapitalis
hanya 5,0% saja, dan yang memilih sistem ekonomi keuangan komunis sebanyak
6,5%.
Sistem ekonomi Islam
merupakan sistem ekonomi yang sangat baik. Sistem ekonomi ini tidak hanya di
perbankan, namun mencakup semua sistem keuangan. Mulai dari perbankan, pasar
modal, asuransi, hingga dana pensiun. Pasar ekonomi Islam di Indonesia sangat
luas, hal ini disebabkan karena Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim,
sehingga tidak diragukan penerapan sistem ini.
Perkembangan ekonomi
Islam di Indonesia dalam beberapa tahun terkahir ini, baik pada tataran
teoritis-konseptual (sebagai wacana akademik) maupun pada tataran praktis
(khususnya di lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank), sangat
pesat. Perkembangan ini tentu saja sangat menggembirakan, karena ini merupakan
cerminan dari semakin meningkatnya kesadaran umat Islam dalam menjalankan
syariat Islam. Hal ini refleksi dari pemahaman bahwa ekonomi Islam bukan hanya
sekedar konsepsi. Ia merupakan hasil suatu proses transformasi nilai-nilai
Islam yang membentuk kerangka serta perangkat kelembagaan dan pranata ekonomi
yang hidup dan berproses dalam kehidupan masyarakat. Adanya konsep pemikiran
dan organisasi-organisasi yang dibentuk atas nama sistem ini sudah tentu bisa
dinilai sebagai model dan awal pertumbuhannya.
Kendati perkembangan
ekonomi Islam saat ini sangat prospek namun dalam pelaksanaannya masih
menemukan berbagai kendala sekaligus tantangan, baik pada tataran teoritis
maupun pada tataran praktis, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat
eksternal. Pada tataran teoritis misalnya belum terumusnya secara utuh berbagai
konsep ekonomi dalam ekonomi Islam. Sedangkan pada tataran praktis belum
tersedianya sejumlah institusi dan kelembagaan yang lebih luas dalam
pelaksanaan Ekonomi Islam. Adapun dari aspek internal adalah sikap umat Islam
sendiri yang belum maksimal dalam menerapkan ekonomi Islam. Sedangkan dari
aspek eksternal adalah praktik-praktik kehidupan ekonomi yang sudah terbiasa
dengan konsep-konsep ekonomi konvensional.
Kebangkitan ekonomi dan
bisnis dibangun berdasarkan nilai-nilai Islam telah menjadi fenomena yang
menarik dalam dua dekade terakhir ini. Kesadaran untuk menghidupkan kembali
sistem ekonomi Islam merupakan jawaban atas berbagai persoalan dan dampak
negatif yang ditimbulkan oleh sistem ekonomi ribawi.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah definisi dari
Ekonomi Islam itu?
2.
Bagaimana perbedaan
Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional?
3.
Apa saja prinsip
Ekonomi Islam?
4.
Bagaimana perkembangan
sistem Ekonomi Islam di Indonesia?
5.
Apa saja kendala dan
tantangan dalam penerapan sistem Ekonomi Islam?
6.
Apa saja strategi yang
efektif dalam pengembangan sistem Ekonomi Islam di Indonesia?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui definisi dari
Ekonomi Islam itu
2.
Mengetahui perbedaan
Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional
3.
Mengetahui apa saja
prinsip Ekonomi Islam
4.
Mengetahui perkembangan
sistem Ekonomi Islam di Indonesia
5.
Mengetahui apa saja
kendala dan tantangan dalam penerapan sistem Ekonomi Islam
6.
Mengetahui apa saja
strategi yang efektif dalam pengembangan sistem Ekonomi Islam di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sekilas
Tentang Sistem Ekonomi Islam
Ada beberapa defenisi ekonomi Islam,
antara lain:
1.
Ekonomi Islam adalah
pengetahuan dan penerapan hukum syariah untuk mencegah terjadinya ketidakadilan
atas pemanfaatan dan pembuangan sumber-sumber material dengan tujuan untuk
memberikan kepuasan manusia dan melakukannya sebagai kewajiban kepada Allah subhanahu wata’ala dan masyarakat.
2.
Menurut M. Nejatullah
Siddiqi, Ekonomi Islam adalah pemikir Muslim yang merespon terhadap tantangan
ekonomi pada masanya. Dalam hal ini mereka dibimbing dengan al-Qur’an dan
Sunnah beserta akal dan pengalaman.
3.
Menurut Syed Nawab
Heider Naqvi, Ekonomi Islam merupakan representasi perilaku Muslim dalam suatu
masyarakat Muslim tertentu.
4.
Menurut M.A. Manan,
Ekonomi Islam merupakan suatu studi sosial yang mempelajari masalah ekonomi
manusia berdasarkan nilai-nilai Islam.
5.
Defenisi lain yang
lebih lengkap bahwa Ekonomi Islam adalah ilmu, teori, model, kebijakan serta
praktik ekonomi yang bersendi dan berlandaskan ajaran Islam, dengan Al-Qur’an dan
Al-Hadits sebagai rujukan utama serta ijtihad sebagai rujukan tambahan.
Dari berbagai definisi
di atas, penyusun dapat menyimpulkan bahwa Ekonomi Islam sesungguhnya adalah
bagian dari sistem hidup (way of life)
itu sendiri yang telah ada aturannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yang hadir sebagai
solusi ekonomi yang tak dibatasi waktu dan tempat, didalamnya terangkum sistem
yang selama ini menjadi perdebatan yaitu sistem ekonomi kapitalis dan sistem
ekonomi sosialis.
Dalam Sistem Ekonomi
Syariah, ada landasan etika dan moral dalam melaksanakan semua kegiatan
termasuk kegiatan ekonomi, selain harus adanya keseimbangan antara peran
pemerintah, swasta, kepentingan dunia dan kepentingan akhirat dalam aktivitas
ekonomi yang dilakukan.
Jika Kapitalisme
menonjolkan sifat individualisme dari manusia, dan Sosialisme pada
kolektivisme, maka Islam menekankan empat sifat sekaligus yaitu :
1.
Kesatuan (unity)
2.
Keseimbangan (equilibrium)
3.
Kebebasan (free will)
4.
Tanggungjawab (responsibility)
B.
Perbedaan
Ekonomi Islam dan Ekonomi konvensional ditinjau dari moral dan etika
Menurut Qardhawi, sitem
ekonomi Islam tidak berbeda dengan sistem ekonomi lainnya, dari segi bentuk,
cabang, rincian, dan cara pengaplikasian yang beraneka ragam. Tapi menyangkut
gambaran global yang mencakup pokok-pokok petunjuk, kaidah-kaidah pasti,
arahan-arahan prinsip yang juga mencakup sebagian cabang penting yang bersifat
spesifik ada perbedaannya. Hal itu karena sistem Islam selalu menetapkan secara
global dalam masalah-masalah yang mengalami perubahan karena perubahan
lingkungan dan zaman. Sebaliknya menguraikan secara rinci pada masalah-masalah
yang tidak mengalami perubahan.
Fakta sejarah
menunjukkan bahwa Islam merupakan sistem kehidupan yang bersifat kompreshensif,
yang mengatur semua aspek, baik dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik
maupun yang bersifat spiritual.
Dalam menjalankan
kehidupan ekonomi, tentu Allah subhanahu
wata’ala telah menetapkan aturan-aturan yang merupakan batas-batas prilaku
manusia sehingga menguntungkan suatu individu tanpa merugikan individu yang
lain. Perilaku inilah yang harus diawasi dengan ditetapkannya aturan-aturan
yang berlandaskan aturan Islam, untuk mengarahkan individu sehingga mereka
secara baik melaksanakan aturan-aturan dan mengontrol dan mengawasi berjalannya
aturan-aturan itu.
Hal yang berbeda dengan
sistem ekonomi yang lainnya adalah terletak pada aturan moral dan etika. Aturan
yang dibentuk dalam ekonomi Islam merupakan aturan yang bersumber pada kerangka
konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan),
kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia. Sedangkan
pada sistem yang lain tidak terdapat aturan-aturan yang menetapkan batas-batas
prilaku manusia sehingga dapat merugikan satu pihak dan menguntungkan pihak
lainnya.
Beberapa aturan dalam
ekonomi Islam adalah sebagai berikut :
1.
Segala sesuatunya
adalah milik Allah subhanahau wata’ala,
manusia diberi hak untuk memanfaatkan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini
sebagai khalifah atau pengemban
amanat Allah subhanahau wata’ala,
untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan
kemampuannya dari barang-barang ciptaan Allah subhanahau wata’ala.
2.
Allah subhanahau wata’ala telah menetapkan
batas-batas tertentu terhadap prilaku manusia sehingga menguntungkan individu
tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya.
3.
Semua manusia
tergantung pada Allah subhanahau wata’ala,
sehingga setiap orang bertanggung jawab atas pengembangan masyarakat dan atas
lenyapnya kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi.
4.
Status ke-khalifah-an berlaku umum untuk setiap
manusia, namun tidak berarti selalu punya hak yang sama dalam mendapatkan keuntungan.
Kesamaan hanya dalam kesempatan dan setiap individu dapat menikmati keuntungan
itu sesuai dengan kemampuannya.
5.
Individu-individu
memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Hak dan kewajiban
ekonomi individu disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dan
dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial.
6.
Dalam Islam, bekerja
dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai kejahatan. Ibadah yang
paling baik adalah bekerja dan pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan
sekaligus kewajiban.
7.
Kehidupan adalah proses
dinamis menuju peningkatan. Allah menyukai orang yang bila dia mengerjakan
sesuatu melakukannya dengan cara yang sangat baik.
8.
Jangan membuat hal yang
mudharat dan jangan ada hal yang mudharat.
9.
Suatu kebaikan dalam
peringkat kecil secara jelas dirumuskan. Setiap Muslim dihimbau oleh sistem
etika (akhlak) Islam untuk bergerak melampaui peringkat minim dalam beramal
saleh.
Dari segi teori nilai,
dalam ekonomi Islam tidak ada sama sekali pemisahan antara manfaat normatif suatu
mata dagangan dan nilai ekonomisnya. Semua yang dilarang digunakan, otomatis
tidak memiliki nilai ekonomis.
Jika berbicara tentang
nilai dan etika dalam ekonomi Islam, terdapat empat nilai utama yaitu Rabbaniyyah (ketuhanan), Akhlak,
Kemanusiaan, dan Pertengahan. Nilai-nilai ini menggambarkan keunikan yang utama
bagi ekonomi Islam, bahkan dalam kenyataannya merupakan kekhasan yang bersifat
menyeluruh yang tampak jelas pada segala sesuatu yang berlandaskan ajaran
islam. Atas dasar itu, sangat nyata perbedaannya dengan sistem ekonomi lainnya.
Ekonomi Rabbaniyyah bermakna ekonomi Islam
sebagai ekonomi Ilahiah. Pada ekonomi
kapitalis semata-mata berbicara tentang materi dan keuntungan terutama yang
bersifat individual, duniawi dan kekinian. Islam mempunyai cara, pemahaman,
nilai-nilai ekonomi yang berbeda dengan ekonomi Barat buatan manusia yang sama
sekali tidak mengharapkan ketenangan dari Allah dan tidak mempertimbangkan
akhirat sama sekali. Seorang muslim ketika menanam, bekerja, ataupun berdagang
dan lain-lain adalah dalam rangka beribadah kepada Allah subhanahau wata’ala. Ketika mengkonsumsi dan menikmati berbagai
harta yang baik menyadari itu sebgai rezki dari Allah subhanahau wata’ala dan nikmat-Nya, yang wajib disyukuri sebagai
mana dalam firman Allah subhanahau
wata’ala:
ôs)s9
tb%x.
:*t7|¡Ï9
Îû
öNÎgÏYs3ó¡tB
×pt#uä
( Èb$tG¨Yy_
`tã
&ûüÏJt
5A$yJÏ©ur
( (#qè=ä.
`ÏB
É-øÍh
öNä3În/u
(#rãä3ô©$#ur
¼çms9
4 ×ot$ù#t/
×pt6ÍhsÛ
;>uur
Öqàÿxî
ÇÊÎÈ
Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda
(kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah
kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari
rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu)
adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun”. (Q.S.
Saba: 15)
Seorang Muslim tunduk
kepada aturan Allah, tidak akan berusaha dengan sesuatu yang haram, tidak akan
melakukan yang riba, tidak melakukan penimbunan, tidak akan berlaku zalim,
tidak akan menipu, tidak akan berjudi, tidak akan mencuri, tidak akan menyuap
dan tidak akan menerima suap. Seorang Muslim tidak akan melakukan pemborosan,
dan tidak kikir.
Ekonomi akhlak, dalam
hal ini tidak adanya pemisahan antara kegiatan ekonomi dengan akhlak. Islam
tidak mengizinkan umatnya untuk mendahulukan kepentingan ekonomi diatas
pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama. Kegiatan yang berkatian
dengan akhlak terdapat pada langkah-langkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan
produksi, distribusi, peredaran, dan konsumsi. Seorang Muslim terikat oleh iman
dan akhlak pada setiap aktivitas ekonomi yang dilakukannya, baik dalam
melakukan usaha, mengembangkan maupun menginfakkan hartanya.
Ekonomi kemanusiaan, merupakan
kegiatan ekonomi yang tujuan utamanya adalah merealisasikan kehidupan yang baik
bagi umat manusia dengan segala unsur dan pilarnya. Selain itu bertujuan untuk
memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya yang disyariatkan. Manusia
adalah tujuan kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam, sekaligus merupakan
sarana dan pelakunya dengan memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan Allah
kepadanya dan anugerah serta kemampuan yang diberikan-Nya. Nilai kemanusiaan
terhimpun dalam ekonomi Islam seperti nilai kemerdekaan dan kemuliaan
kemanusiaan, keadilan, dan menetapkan hukum kepada manusia berdasarkan keadilan
tersebut, persaudaraan, dan saling mencintai dan saling tolong menolong di
antara sesama manusia. Nilai lain, menyayangi seluruh umat manusia terutama
kaum yang lemah. Diantara buah dari nilai tersebut adalah pengakuan Islam atas
kepemilikan pribadi jika diperoleh dari cara-cara yang dibenarkan syariat serta
menjalankan hak-hak harta.
Ekonomi pertengahan,
yaitu nilai pertengahan atau nilai keseimbangan. Pertengahan yang adil
merupakan ruh dari ekonomi Islam. Dan ruh ini merupakan perbedaan yang sangat
jelas dengan sistem ekonomi lainnya. Ruh dari sistem kapitalis sangat jelas dan
nampak pada pengkultusan individu, kepentingan pribadi, dan kebebasannya
hampir-hampir bersifat mutlak dalam pemilikan, pengembangan, dan pembelanjaan
harta. Ruh sistem ekonomi komunis tercermin pada prasangka buruk terhadap
individu dan pemasungan naluri untuk memiliki dan menjadi kaya. Komunis
memandang kemaslahatan masyarakat, yang diwakili oleh Negara, adalah diatas
setiap individu dan segala sesuatu.
Ciri khas pertengahan
ini tercermin dalam keseimbangan yang adil yang ditegakkan oleh Islam di antara
individu dan masyarakat, sebagai mana ditegakkannya dalam berbagai pasangan
lainnya, seperti dunia-akhirat, jasmani-rohani, akal-rohani, idealisme-fakta
dan lainnya.
C.
Prinsip-prinsip
dalam Ekonomi Islam
Thomas Khun menyatakan
bahwa setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma. Inti paradigma ekonomi
Islam bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Ekonomi Islam mempunyai sifat dasar
sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Disebut Ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan
nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan
ekonomi Insani karena ekonomi ini
dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.
Menurut Yusuf Qardhawi
(2004), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu tauhid, akhlak,
dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada
dalam landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam
praktiknya, justru yang membuat ekonomi konvensional semakin dikritik dan
ditinggalkan orang. Ekonomi Islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini
dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia.
Sedangkan menurut
Chapra, disebut sebagai ekonomi Tauhid. Keimanan mempunyai peranan penting
dalam ekonomi Islam, karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang
dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera dan preferensi
manusia, sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya dan lingkungan. Saringan
moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas-batas
kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual sesuai dengan
prioritas sosial dan menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber
daya untuk tujuan yang akan menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan
meningkatkan keserasian antara kepentingan diri dan kepentingan
sosial.(Nasution dkk)
Dengan mengacu kepada
aturan Ilahiah, maka setiap perbuatan
manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Pada paham naturalis, sumber daya
menjadi faktor terpenting dan pada pada paham monetaris menempatkan modal
finansial sebagai yang terpenting. Dalam ekonomi Islam sumber daya insanilah yang terpenting.
Karakteristik Ekonomi
Islam bersumber pada Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya
secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah,
akhlak, dan asas hukum (muamalah).
Ada beberapa
Karasteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-ilmiah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat
diringkas sebagai berikut:
1.
Harta
Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta
Karasteristik pertama
ini terdiri dari 2 bagian yaitu :
a. Semua
harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah subhanahu wata’ala, seperti yang terdapat dalam Q.S. Al-Baqarah,
ayat 284 dan Q.S. Al-Ma’idah ayat 17.
b. Manusia
adalah khalifah atas harta miliknya. Sesuai
dengan firman Allah dalam Q.S. Al-Hadiid ayat 7.
Dapat
disimpulkan bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya milik
Allah, akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.
Sesungguhnya
Islam sangat menghormati milik pribadi, baik itu barang-barang konsumsi ataupun
barang-barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena
pemilik sesungguhnya adalah Allah subhanahu
wata’ala.
Firman
Allah dalam Al-Qur’an surat An-Najm ayat 31 dan Al-Qur’an surat An-Nisaa ayat
32 serta Al-Qur’an surat Al-Ma’idah ayat 38, terdapat penjelasan tentang
perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi yang lainnya. Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walau
hakekatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan
orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula dengan ajaran Islam.
Sementara dalam sistem kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan
pemanfaatannya pun bebas. Sedangkan dalam sistem sosialis justru sebaliknya,
kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh negara.
2.
Ekonomi
Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral
Diantara
bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam adalah: larangan terhadap pemilik
dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain
atau kepentingan masyarakat, larangan melakukan penipuan dalam transaksi,
larangan menimbun emas dan perak atau sarana-sarana moneter lainnya, sehingga mencegah
peredaran uang, larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan
individu dalam masyarakat.
3.
Keseimbangan
antara Kerohanian dan Kebendaan
Beberapa
ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa
Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain
itu para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur
keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia). Sesungguhnya
Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat.
4.
Ekonomi
Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan
umum
Arti
keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah Islam tidak mengakui hak mutlak
dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam
bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara
batasan-batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu
dan umum. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan
dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan
orang lain dan masyarakat secara umum.
5.
Kebebasan
Individu Dijamin dalam Islam
Individu-individu
dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara
perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut
tidak boleh melanggar aturan-aturan yang telah digariskan Allah subhanahu wata’ala baik dalam Al-Qur’an
maupun Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlak.
Prinsip
kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis
maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak
dibatasi norma-norma ukhrawi,
sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru
tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat
diatur dan ditujukan hanya untuk negara.
6.
Negara
Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Islam
memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan
masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara
proporsional. Dalam Islam, negara berkewajiban melindungi kepentingan
masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok
orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan
sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
Peran
negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem
kapitalis yang sangat membatasi peran negara. Sebaliknya juga berbeda dengan
sistem sosialis yang memberikan kewenangan negara untuk mendominasi
perekonomian secara mutlak.
7.
Bimbingan
Konsumsi
Islam
melarang orang yang suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena
kekayaan, sebagaimana Firman Allah:
!#sÎ)ur
!$tR÷ur&
br&
y7Î=ökX
ºptös%
$tRötBr&
$pkÏùuøIãB
(#qà)|¡xÿsù
$pkÏù
¨,yÛsù
$pkön=tæ
ãAöqs)ø9$#
$yg»tRö¨Bysù
#ZÏBôs?
ÇÊÏÈ
dan jika Kami hendak
membinasakan suatu negeri, Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup
mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan
dalam negeri itu, Maka sudah sepantasnya Berlaku terhadapnya Perkataan
(ketentuan kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (Q.S.
Al-Isra: 16)
8.
Petunjuk
Investasi
Tentang
kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah memandang ada
lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai
proyek investasi, yaitu:
a.
Proyek yang baik
menurut Islam.
b.
Memberikan rezeki
seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
c.
Memberantas kekafiran,
memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
d.
Memelihara dan
menumbuhkembangkan harta.
e.
Melindungi kepentingan
anggota masyarakat.
9.
Zakat
Zakat
adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak
terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak
mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta
tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.
10.
Larangan
Riba
Islam
menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu
sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang
menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba).
D.
Perkembangan
Sistem Ekonomi Islam Di Indonesia
Khusus di Indonesia,
beberapa tahun belakangan ini, lembaga-lembaga ekonomi yang berbasiskan syariah semakin marak dipanggung
perekonomian nasional. Mereka lahir menyusul krisis berkepanjangan sebagai buah
kegagalan sistem moneter kapitalis di Indonesia. Sejak berdirinya Bank Muamalat
sebagai pelopor bank yang menggunakan sistem syariah pada tahun 1991, kini banyak bermunculan bank-bank syariah,
baik yang murni menggunakan sistem tersebut maupun baru pada tahap membuka Unit
Usaha Syariah (UUS) atau divisi usaha syariah.
Sejarah perkembangan
perbankan syariah di Indonesia secara formal dimulai dengan Lokakarya MUI
mengenai perbankan pada tahun 1990, yang selanjutnya diikuti dengan
dikeluarkannya UU No 7/ 1992 tentang perbankan yang mengakomodasi kegiatan bank
dengan prinsip bagi hasil. Pendirian Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
menggunakan pola bagi hasil pada tahun 1992 menandakan dimulainya era sistem
perbankan ganda (dual banking system)
di Indonesia. Selama periode 1992-1998 hanya terdapat satu bank umum syariah
dan beberapa Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) sebagai pelaku industri
perbankan syariah. Pada tahun 1998, dikeluarkan UU No 10/1998 sebagai amandemen
dari UU No. 7/1992 tentang Perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih
kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah. Selanjutnya, pada tahun 1999
dikeluarkan UU No 23/1999 tentang Bank Indonesia yang memberikan kewenangan
bagi Bank Indonesia untuk dapat pula mengakomodasi prinsip-prinsip syariah
dalam pelaksanaan tugas pokoknya. Kedua UU ini mengawali era baru dalam
perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang ditandai dengan pertumbuhan
industri yang cepat.
Sepanjang tahun 1990an
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif lambat. Tetapi pada tahun
2000an terjadi gelombang perkembangan yang sangat pesat ditinjau dari sisi
pertumbuhan asset, omzet dan jaringan kantor lembaga perbankan dan keuangan
syariah. Sistem keuangan Islam telah menjadi salah satu segmen keuangan yang
pertumbuhannya paling cepat, diperkirakan mencapai 20% mulai 2008 hingga 2012.
Saat ini ada US $600 miliar asset yang dikelola oleh perbankan Islam. Diperkirakan
akan tumbuh mencapai satu triliyun dolar AS dalam beberapa tahun mendatang.
Pertumbuhan yang pesat juga muncul dari segmen sistem keuangan Islam, misalnya Islamic Mutual Fund diperkirakan telah
mencapai 300 miliyar dolar AS dan diperkirakan akan mencapai tiga kali lipat
pada akhir dekade ini. Tahun 2007 pertumbuhan luar biasa terjadi pada pasar
sukuk dunia yang tumbuh lebih dari 70%. Sukuk baru yang diluncurkan telah
mencapai rekor yang tinggi sekitar 47 miliar dollar AS dan pasar sukuk dunia
telah melebihi 100 miliar dollar AS.
Pada saat yang
bersamaan juga mulai muncul lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan ekonomi
Islam, karena salah satu pilar pendidikan nasional adalah relevansi pendidikan
atau interaksi antara dunia nyata dan dunia pendidikan yang sangat penting.
Tujuannya agar pendidikan menjadi relevan sesuai kebutuhan masyarakat baik dari
aspek sosial, ekonomi, politik, maupun budaya. Sektor ekonomi-industri dan
pendidikan harus memiliki sinergi positif yang saling mendorong perkembangannya.
Dengan sinergi positif medan industri diuntungkan, dan dunia pendidikan dapat
diberdayakan. Pendidikan tinggi dapat melakukan berbagai inovasi melalui Research and Development (R&D) yang
mendukung pertumbuhan ekonomi-industri dan menciptakan pasar bagi produk yang
bersangkutan. Perguruan tinggi agama Islam memiliki peran menentukan bagi arah
pengembangan ekonomi syariah dengan melibatkan sumber-sumber daya yang dimiliki
dan berkontribusi secara nyata dalam perkembangan tersebut.
Beberapa diantaranya
yaitu: STIE Syariah di Yogyakarta (1997), D3 Manajemen Bank Syariah di IAIN-SU
di Medan (1997), STEI SEBI (1999) , STIE Tazkia (2000), PSTTI UI yang membuka
konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Islam (2001), dan STIS Azhar Center yang juga
membuka konsentrasi Ekonomi Islam pada tahun 2006.
E.
Kendala
Dan Tantangan Dalam Penerapan Sistem Ekonomi Islam
Meskipun dengan
perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap
ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi berbagai permasalahan dan
tantangan-tantangan yang besar. Dalam usia yang masih muda tersebut, setidaknya
ada lima problem dan tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini:
1.
Masih minimnya pakar
ekonomi Islam berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu
syariah secara integratif
2.
Ujian atas kredibiltas
sistem ekonomi dan keuangannya,
3.
Perangkat peraturan,
hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum
memadai,
4.
Masih terbatasnya
perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga training dan consulting dalam bidang ini, sehingga SDM di bidang ekonomi dan
keuangan syariah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi syariah
yang memadai,
5.
Peran pemerintah baik
eksekutif maupun legislatif, masih rendah terhadap pengembangan ekonomi
syariah, karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi
Islam
F.
Strategi
Efektif Pengembangan Sistem Ekonomi Islam Di Indonesia.
Setelah sebelumnya
telah dipaparkan kendala dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan sistem
ekonomi Islam di Indonesia, maka ke depan harus dilakukan langkah-langkah atau
strategi pengembangan untuk pengimplementasian sistem Ekonomi Islam secara
lebih optimal, diantaranya yaitu:
1.
Harus ada wakil yang
menyuarakan sistem ekonomi Islam, khususnya di bidang politik.
2.
Mengadakan seminar,
diskusi, sarasehan, dan forum-forum
ilmiah baik secara regional, nasional maupun internasional dengan intensif
3.
Penyusunan
ketentuan-ketentuan sistem ekonomi Islam
4.
Mendorong terbentuknya
Forum Komuniasi Syariah
5.
Peningkatan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) dengan fokus pada gerakan edukasi dan sosialisasi
yang dilakukan secara optimal dan tepat
6.
Penelitian preferensi
dan perilaku konsumer terhadap lembaga-lembaga syariah
7.
Mempersiapkan teknologi
informasi yang handal
8.
Mempersiapkan lembaga
penjamin pembiayaan Syariah
9.
Mendorong terbentuknya Islamic Trade Center
10. Memberdayakan
pengawasan aspek Syariah
11. Dan
lain-lain
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Ekonomi Islam sesungguhnya
adalah bagian dari sistem hidup (way of
life) itu sendiri yang telah ada aturannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
yang hadir sebagai solusi ekonomi yang tak dibatasi waktu dan tempat, didalamnya
terangkum sistem yang selama ini menjadi perdebatan yaitu sistem ekonomi
kapitalis dan sistem ekonomi sosialis
2.
Hal yang berbeda dengan
sistem ekonomi yang lainnya adalah terletak pada aturan moral dan etika. Aturan
yang dibentuk dalam ekonomi Islam merupakan aturan yang bersumber pada kerangka
konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan),
kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia.
Sedangkan pada sistem yang lain tidak terdapat aturan-aturan yang menetapkan
batas-batas prilaku manusia sehingga dapat merugikan satu pihak dan
menguntungkan pihak lainnya
3.
Menurut Yusuf Qardhawi (2004), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip
dasar yaitu tauhid, akhlak, dan keseimbangan.
4.
Khusus di Indonesia, beberapa tahun belakangan ini, lembaga-lembaga ekonomi
yang berbasiskan syariah semakin
marak dipanggung perekonomian nasional. Mereka lahir menyusul krisis
berkepanjangan sebagai buah kegagalan sistem moneter kapitalis di Indonesia
5.
Salah satu kendala yang dihadapi dalam penerapan Ekonomi Islam adalah Masih
minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi
modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif
6.
Salah satu strategi
yang efektif dalam mengembangkan Ekonomi Islam di Indonesia ialah harus ada
wakil yang menyuarakan sistem ekonomi Islam, khususnya di bidang politik.
DAFTAR PUSTAKA
Qardhawi,
Yusuf. 2004. Peran Nilai dan Moral dalam
Perekonomian Islam. Jakarta: Robbani Press
Situs Web:
·
http://vitamindirosat.blogspot.co.id/2013/11/penerapan-sistem-ekonomi-islam-di.html?m=1
(Dikutip sebagian pada Sabtu 22 April 2017, jam 20.00 WIB)
·
https://suherilbs.wordpress.com/ekonomi-mikro/ekonomi-makro/
(Dikutip sebagian pada Sabtu 22 April 2017, jam 20.00 WIB)
As claimed by Stanford Medical, It is really the SINGLE reason this country's women live 10 years more and weigh an average of 42 lbs lighter than we do.
BalasHapus(And by the way, it is not related to genetics or some secret exercise and absolutely EVERYTHING around "HOW" they are eating.)
BTW, I said "HOW", and not "what"...
CLICK this link to see if this easy test can help you find out your real weight loss possibilities