PEMBAHASAN HADITS
(2)
Hisab dan Syafaat
A.
Ketentuan
Hisab
Hadits
1
1.
Hadits
dan Terjemahnya
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي مَرْيَمَ قَالَ
أَخْبَرَنَا نَافِعُ بْنُ عُمَرَ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ أَنَّ عَائِشَةَ
زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. كَانَتْ لَا تَسْمَعُ
شَيْئًا لَا تَعْرِفُهُ إِلَّا رَاجَعَتْ فِيهِ حَتَّى تَعْرِفَهُ وَأَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ
قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى -فَسَوْفَ
يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا?- قَالَتْ: فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ
وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ
Telah menceritakan
kepada kami Sa'id bin Abu Maryam berkata, telah mengabarkan kepada kami Nafi'
bin Umar berkata, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah bahwa Aisyah istri Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam tidaklah mendengar sesuatu yang tidak dia mengerti kecuali
menanyakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sampai dia mengerti, dan
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda: "Siapa yang dihisab
berarti dia disiksa" Aisyah berkata: maka aku bertanya kepada Nabi:
"Bukankah Allah Ta'ala berfirman: "Kelak dia akan dihisab dengan
hisab yang ringan" Aisyah berkata: Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Sesungguhnya yang dimaksud itu adalah pemaparan (amalan). Akan
tetapi barangsiapa yang didebat hisabnya pasti celaka". (H.R. Bukhari:
100)
2.
Kandungan
Hadits
العرض berarti menghadapkan seorang hamba
didepan pengadilan Allah.
نوقش (dihisab
dengan teliti). Maksudnya, bahwa pemeriksaan Allah terhadap seorang Hamba akan
menyebabkan adanya siksaan, karena perbuatan baik seorang hamba tergantung
apakah perbuatan tersebut diterima atau tidak. Jika bukan karena rahmat Allah
yang menjadikan amal perbuatan tersebut diterima disisinya, maka dia tidak akan
selamat dari siksaan.
Hadits ini menjelaskan antusiasme Aisyah untuk memahami
makna setiap hadits, dan Nabi pun tidak pernah merasa bosan untuk menjelaskan
setiap ilmu yang ditanyakan, maka hadits ini mengandung isyarat diperbolehkannya
mengadakan dialog dan mendiskusikan sesuatu, menghubungkan Sunnah dan al-Qur’an
serta perbedaan manusia dalam pemeriksaan (hisab) Allah.
Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun
792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah, seandainya Allah memeriksa dengan
menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam hisab hambaNya, tentulah akan
mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi mereka sedikitpun, namun Allah
memaafkan dan mengampuninya.[1]
Demikian juga umat Islam, sepakat
atas hal ini.[2] Sehingga
apabila seseorang mengingkari hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya
sama dengan pengingkar hari kebangkitan.[3]
3.
Relevansi
Hadits dengan Ayat Al-Qur’an
Kepastian
adanya hisab telah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
فَأَمَّا
مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ ﴿٧﴾ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا
Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa
dengan pemeriksaan yang mudah, [al Insyiqaq / 84 : 7-8].
وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاءَ
ظَهْرِهِ﴿١٠﴾فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُورًا﴿١١﴾وَيَصْلَىٰ سَعِيرًا
Adapun
orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak:
“Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
[al Insyiqaq / 84:10-12].
إِنَّ
إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ﴿٢٥﴾ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
Sesungguhnya
kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah
menghisab mereka. [al Ghasyiyah / 88 : 25-26].
الْيَوْمَ
تُجْزَىٰ كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ ۚ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ ۚ إِنَّ اللَّهَ
سَرِيعُ الْحِسَابِ
Pada hari
ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada
yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya. [al
Mu’min / 40 : 17].
4.
Hikmah
Hadits
a. Pentingnya
untuk mengetahui makna hadits yang sebenarnya dari apa yang dimaksudkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam dengan menanyakan kepada orang-orang
yang berilmu dan mengetahui tentang hadits yang bersangkutan (misalnya para
ulama) agar dapat terhindar dari kesalahan dalam memaknai suatu hadits
b. Semakin
semangat untuk senantiasa beramal sholeh agar mendapatkan karunia dan magfirah
Allah terutama ketika kita dihisab nanti
c. Meyakini
dengan sepenuh hati, bahwa langkah dan gerak gerik kita tidak akan pernah
terlepas dari pengawasan Allah, karena Dia Yang Maha Melihat. Maka dari itu,
Hadits ini semata-mata memberikan kita motivasi untuk selalu beramal yang baik
agar senantiasa mendapat Ridho-Nya.
Hadits
2
1.
Hadits
dan Terjemah
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُثْمَانَ أَخْبَرَنَا
عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ أَخْبَرَنِي حَمْزَةُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
إِذَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِقَوْمٍ عَذَابًا, أَصَابَ الْعَذَابُ مَنْ كَانَ فِيهِمْ,
ثُمَّ بُعِثُوا عَلَى أَعْمَالِهِمْ.
Telah menceritakan
kepada kami Abdullah bin Utsman, Telah mengabarkan kepada kami Abdullah telah
mengabarkan kepada kami Yunus dari Az Zuhri telah mengabarkan kepada kami
Hamzah bin Abdullah bin Umar, ia mendengar Ibnu
Umar radliallahu 'anhuma mengatakan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Jika Allah menurunkan adzab, maka adzab itu akan mengenai siapa
saja yang berada ditengah-tengah mereka, lantas mereka dihisab sesuai amalan
mereka." (H.R. Bukhari: 6575)
2.
Kandungan
Hadits
اذا أنزل الله بقوم عذابا (Apabila
Allah menurunkan adzab bagi suatu kaum). Maksudnya, hukuman bagi mereka
atas keburukan perbuatan mereka.
أصاب العذاب من كان فيهم (Adzab itu akan menimpa siapa yang berada ditengah-tengah
mereka). Dalam riwayat an-Nu’man, dari Ibnu al-Mubarak disebutkan
أصاب
به من بين أظهرهم , (Akan
menimpa siapa yang berada dikalangan mereka). Redaksi ini diriwayatkan
al-Ismaili. Maksudnya, orang-orang berada diantara mereka dan tidak sependapat
dengan mereka.
ثم بعثوا على أعملهم (Kemudian
mereka dibangkitkan sesuai perbuatan mereka). Maksudnya, setiap salah satu
dari mereka dibangkitkan sesuai amalannya. Jika dia shalil maka balasannya
kebaikan, dan bila tidak maka dia dibalas dengan keburukan. Adzab tersebut
menjadi pembersih bagi orang-orang shalih dan hukuman bagi orang-orang fasik.
3.
Relevansi
Hadits dengan Ayat Al-Qur’an
Allah tidak akan menurunkan adzab kepada mereka, bahkan
adzab itu ditolak dengan sebab mereka. Hal ini diperkuat dengan firman Allah
surah al-Qashah ayat 59,
$tBur
tb%x.
y7/u
y7Î=ôgãB
3tà)ø9$#
4Ó®Lym
y]yèö7t
þÎû
$ygÏiBé&
Zwqßu
(#qè=÷Gt
öNÎgøn=tæ
$uZÏF»t#uä
4 $tBur
$¨Zà2
Å5Î=ôgãB
#tà)ø9$#
wÎ)
$ygè=÷dr&ur
cqßJÎ=»sß
ÇÎÒÈ
dan tidak adalah
Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang
Rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula)
Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam Keadaan melakukan
kezaliman.
Dan Firmannya dalam
surah al-Anfal ayat 33,
$tBur
c%2
ª!$#
öNßgt/ÉjyèãÏ9
|MRr&ur
öNÍkÏù
4 $tBur
c%x.
ª!$#
öNßgt/ÉjyèãB
öNèdur
tbrãÏÿøótGó¡o
ÇÌÌÈ
dan Allah sekali-kali
tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. dan tidaklah
(pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun[608]
[608] Di antara mufassirin mengartikan
yastagfiruuna dengan bertaubat dan ada pula yang mengartikan bahwa di antara
orang-orang kafir itu ada orang Muslim yang minta ampun kepada Allah.
Ayat ini menunjukkan
bahwa adzab akan menimpa siapa saja yang tidak mencegah kemungkaran meski dia
tidak melakukan kemungkaran tersebut.
Firman Allah dalam surah an-Nisa ayat 140,
ôs%ur
tA¨tR
öNà6øn=tæ
Îû
É=»tGÅ3ø9$#
÷br&
#sÎ)
÷Läê÷èÏÿx
ÏM»t#uä
«!$#
ãxÿõ3ã
$pkÍ5
é&töktJó¡çur
$pkÍ5
xsù
(#rßãèø)s?
óOßgyètB
4Ó®Lym
(#qàÊqès
Îû
B]Ïtn
ÿ¾ÍnÎöxî
4 ö/ä3¯RÎ)
#]Î)
óOßgè=÷VÏiB
3 ¨bÎ)
©!$#
ßìÏB%y`
tûüÉ)Ïÿ»uZßJø9$#
tûïÌÏÿ»s3ø9$#ur
Îû
tL©èygy_
$·èÏHsd
ÇÊÍÉÈ
dan sungguh Allah telah
menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar
ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka
janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang
lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa
dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik
dan orang-orang kafir di dalam Jahannam,
Dari sini diambil pelajaran bahwa anjuran menyingkir dari
lingkungan orang-orang kafir dan zhalim dilakukan karena tinggal bersama mereka
termasuk menjerumuskan diri dalam kebinasaan. Ini apabila tidak menolong dan
ridha atas perbuatan mereka. Sedangkan membangkitkan mereka berdasarkan
amal-amal mereka merupakan hukum yang adil, sebab amal shalih hanya diberikan
balasannya diakhirat.
Sedangkan didunia, cobaan apapun yang menimpa mereka akan
menjadi penghapus perbuatan buruk sebelumnya. Adzab yang dikirimkan didunia
untuk orang-orang dzalim juga menimpa orang-orang yang tinggal bersama mereka
dan tidak mengingkari kedzaliman. Ini dianggap sebagi balasan atas mereka
karena meninggalkan prinsip agama, tetapi pada hari kiamat, setiap orang akan
dibangkitkan dan dibalas sesuai dengan amalannya. Dalam hadits ini juga
terdapat peringatan dan ancaman keras bagi orang yang tidak mencegah
kemungkaran.
4.
Hikmah
Hadits
a. Pentingnya
memilih kepada siapa kita menjalin hubungan pertemanan, tentunya hal ini untuk
menghindari datangnya adzab Allah ketika kita salah dalam memilih
teman/lingkungan yang baik, karena ketika adzab-Nya datang dan menghampiri
manusia yang dzolim, maka orang-orang yang disekitarnya pun akan merasakan
adzab-Nya pula
b. Membuat
kita menyadari untuk selalu mawas diri dan terus berharap agar kita terhindar
dari adzabnya Allah dengan selalu berdo’a dan menjalankan setiap perintah-Nya
serta selalu menghindari diri dari setiap apa yang Allah larang
c. Selalu
berhusnudzon kepada Allah terhadap takdir yang telah Allah tetapkan kepada kita
dan tetap sabar dalam menjalaninya
B. Syafa’at Nabi Muhammad
Hadits
3 & 4
1.
Hadits
dan Terjemah
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ
عَنْ الزُّهْرِيِّ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ
أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ فَأُرِيدُ, إِنْ شَاءَ اللَّهُ, أَنْ
أَخْتَبِيَ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Telah menceritakan
kepada kami Abul Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Azzuhri telah
menceritakan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman, bahwa Abu Hurairah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Setiap Nabi mempunyai doa yang telah dikabulkan,
sedang aku insya Allah terus akan menyimpan doaku sebagai syafaat untuk umatku
di hari kiamat nanti." (H.R. Bukhari: 6920)
وَقَالَ لِي خَلِيفَةُ قَالَ مُعْتَمِرٌ سَمِعْتُ
أَبِي عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :
كُلُّ نَبِيٍّ سَأَلَ سُؤْلًا أَوْ قَالَ لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ قَدْ دَعَا
بِهَا فَاسْتُجِيبَ فَجَعَلْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
[Khalifah] pernah
berkata kepadaku; [Mu'tamar] mengatakan; saya mendengar [Ayahku] dari [Anas]
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
beliau bersabda: "Setiap Nabi pernah meminta suatu permintaan -atau beliau
bersabda- setiap Nabi mempunyai doa yang telah dikabulkan, sedang aku ingin
menyimpan do'aku sebagai syafa'at untuk umatku di hari Kiamat nanti."
(H.R. Bukhari: 5830)
2.
Kandungan
Hadits
Perdebatan
tentang syafaat nabi kepada umatnya telah terjadi sejak dahulu dan masih
berlangsung hingga sekarang. Salah satu pihak memandang bahwa syafaat tersebut
hanya untuk meninggikan derajat bagi orang-orang beriman dan tidak melakukan
dosa. Sedangkan pihak lain juga menyatakan bahwa syafaat tersebut berfungsi
untuk menghapus dosa dan mengeluarkan orang-orang yang telah disiksa di neraka
untuk memasuki surga, sebab di dalam hatinya pasti masih memiliki kebaikan
walaupun hanya seberat biji sawi.[4]
Dalam
hadits menerangkan bahwa tidak ada yang bisa memberikan syafaat kepada
sekelompok orang yang meminta syafaat, kecuali Rasulullah. Ketika sekelompok
orang tersebut mendatangi Rasulullah, maka Rasul segera menghadap Allah dan
memohon kepada Allah agar diringankannya penderitaan umatnya dan memohon agar
umat Beliau masuk surga. Allah pun mengabulkan doa Rasulullah dengan rahmat-Nya
dan mengampuni dosa.
Adapun
syafaat Nabi tersebut berupa doa. Satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah akan mendoakan umatnya di hari akhir agar
terbebas dari siksa api neraka. Doa Nabi Muhammad tersebut merupakan keutamaan
Beliau atas semua nabi-nabi sebelumnya, doa itu akan diberikan kepada
keluarganya dan kepada umatnya. Ibn Bathal mengatakan bahwa hadits tersebut
merupakan penjelasan keutamaan Rasulullah atas seluruh nabi-nabi terdahulu pada
umatnya lewat doanya yang terkabul bagi umatnya dan keluarganya. Sedangkan
al-Sindi mengutarakan bahwa sesungguhnya syafaat itu hanya untuk meninggikan
derajat dan bukan bagi orang-orang yang melakukan dosa besar, mereka akan kekal
di neraka. Menurut Ibn Mas’ud, orang yang melakukan dosa besar akan diazab,
sedangkan bila ia meninggal mengucapkan dua kalimat syahadat maka ia akan
dikeluarkan dari neraka.
Mazhab
ahli sunnah berpendapat bahwa barangsiapa yang mati dalam keadaan Tauhid, maka
ia akan masuk surga, dan bagi orang yang bertaubat ia mendapat karunia masuk
surga. Jika ia mati dalam belum bertaubat, maka hal itu diserahkan sepenuhnya
kepada kehendak Allah yang akan mengampuni atau tidak. Sedangkan orang yang
melakukan dosa besar dan dia masih meng-esakan Allah, maka baginya akan masuk
surga. Untuk orang-orang kafir yang melakukan kebaikan di dunia dia tetap kekal
di neraka.
Al-Qadhi
al-‘Iyad berkata bahwa bagi golongan Mu’tazilah syafaat Nabi hanya untuk
meninggikan derajat saja. Sedangkan al-Nawawi mengutarakan beberapa syafaat
nabi Muhammad bagi umatnya, yaitu: (1) Melapangkan orang-orang yang berada di
surga, (2) Masuknya segolongan umat tanpa hisab, (3) Menghapus dosa, (4)
Megeluarkan orang-orang yang berbuat dosa dari neraka, (5) Mengangkat derajat,
(6) meringankan dosa Abu Thalib, (7) bagi orang yang meninggal di Madinah.
3.
Relevansi
Hadits dengan Ayat Al-Qur’an
Allah
SWT menetapkan adanya syafaat di dalam kitab-Nya dalam banyak tempat dan dengan
persyaratan ketat. Allah juga memberitahukan bahwa syafaat itu adalah
wewenang-Nya secara penuh, tidak seorang pun yang berhak dan dapat campur
tangan.[5] Sebagaimana dalam firman-Nya:
@è%
°!
èpyè»xÿ¤±9$#
$YèÏHsd
( ¼ã&©!
à7ù=ãB
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
( ¢OèO
Ïmøs9Î)
cqãèy_öè?
ÇÍÍÈ
“Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.
Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu
dikembalikan.” (az-Zumar: 44)
Allah
SWT juga memberitahukan bahwa syafaat itu tidak akan ada atau tidak akan
terjadi tanpa seizin-Nya, sebagaimana firman-Nya:
wur
ßìxÿZs?
èpyè»xÿ¤±9$#
ÿ¼çnyYÏã
wÎ)
ô`yJÏ9
cÏr&
¼çms9
4 #Ó¨Lym
#sÎ)
tíÌhèù
`tã
óOÎgÎ/qè=è%
(#qä9$s%
#s$tB
tA$s%
öNä3/u
( (#qä9$s%
¨,ysø9$#
( uqèdur
Í?yèø9$#
çÎ6s3ø9$#
ÇËÌÈ
dan Tiadalah berguna
syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh
syafa'at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka,
mereka berkata "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?" mereka
menjawab: (perkataan) yang benar", dan Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha
Besar[1240]. (Q.S. Saba’: 23)
[1240] Ayat ini menerangkan bahwa
pemberian syafa'at hanya dapat Berlaku dengan izin tuhan. orang-orang yang akan
diberi izin memberi syafa'at dan orang-orang yang akan mendapat syafa'at merasa
takut dan harap-harap cemas atas izin tuhan. tatkala takut dihilangkan dari
hati mereka, orang-orang yang akan mendapat syafa'at bertanya kepada
orang-orang yang diberi Syafa'at: apa yang dikatakan oleh Tuhanmu?. mereka
menjawab: Perkataan yang benar, Yaitu Tuhan mengizinkan memberi syafa'at kepada
orang-orang yang disukai-Nya Yaitu orang-orang mukmin.
Ayat
di atas menerangkan bahwa pemberian syafa’at hanya dapat berlaku dengan izin
Tuhan. Orang-orang yang akan diberi izin memberi syafa’at dan orang-orang yang
akan mendapat syafa’at merasa takut dan harap-harap cemas atas izin Tuhan.
Tatkala takut dihilangkan dari hati mereka, orang-orang yang akan mendapat
syafa’at bertanya kepada orang-orang yang diberi syafa’at: Apa yang
dikatakan oleh Tuhanmu?. Mereka menjawab: Perkataan yang benar,
yaitu Tuhan mengizinkan memberi syafa’at kepada orang-orang yang disukai-Nya
yaitu orang-orang mukmin.[6]
Kemudian
mengenai siapa yang berhak memberikan syafaat, Allah menjelaskan bahwa
syafaat itu hanya terjadi jika Dia mengizinkannya. Izin untuk memberikan
syafaat Dia khususkan kepada para kekasih-Nya, orang-orang yang bertaqwa, yang
diridhoi-Nya, dan dipilih-Nya, sebagaimana firman-Nya:
w tbqä3Î=ôJt spyè»xÿ¤±9$# wÎ) Ç`tB xsªB$# yZÏã Ç`»uH÷q§9$# #Yôgtã ÇÑÐÈ
“Mereka tidak berhak mendapat syafa’at kecuali orang yang
telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah.” (Q.S. Maryam:
87)
Maksudnya:
mengadakan perjanjian dengan Allah ialah menjalankan segala perintah
Allah dengan beriman dan bertakwa kepada-Nya. [7]
Lalu
mengenai siapakah yang berhak menerima syafaat itu? Allah membatasi penerima
syafaat itu hanya di kalangan orang yang diridhai-Nya, sebagaimana firman-Nya:
ãNn=÷èt
$tB
tû÷üt/
öNÍkÉ÷r&
$tBur
öNßgxÿù=yz
wur
cqãèxÿô±o
wÎ)
Ç`yJÏ9
4Ó|Ós?ö$#
Nèdur
ô`ÏiB
¾ÏmÏGuô±yz
tbqà)Ïÿô±ãB
ÇËÑÈ
“Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka
(malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaatmelai nkan
kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena
takut kepada-Nya.” (al-Anbiya’: 28)
4.
Hikmah
Hadits
a. Semangat
untuk selalu ber-shalawat kepada Nabi, mengikuti sunnah-sunnah beliau dan
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan harapan agar kita
mendapatkan sya’faat darinya kelak
b. Menjaga
jiwa, raga dan hati agar selalu beristiqomah dijalan Allah subhanahu wata’ala,
agar Dia Ridho kepada kita serta memberikan izin kepada kita untuk menerima
syafa’at dari Nabi Muhammad
c. Sebagai
acuan untuk selalu bisa beramal shalih sebagai bukti cinta kita kepada Allah
dan rasul-Nya.
DAFTAR
PUSTAKA
·
http://ibnusyafi.blogspot.co.id/2014/11/hisab-dan-syafaat.html
(Dikutip sebagian pada Minggu, 19 Februari 2017, jam 8.30 WIB)
·
https://almanhaj.or.id/3705-hisab-pada-hari-pembalasan.html
(Dikutip sebagian pada Minggu, 19 Februari 2017, jam 8.30 WIB)
·
https://putrizedzed.wordpress.com/2011/11/19/hadits-tentang-syafaat-rasul/
(Dikutip sebagian pada Minggu, 19 Februari 2017, jam 8.30 WIB)
[1] Syarh al Qaidah ath Thahawiyah, Ibnu Abil Izz al Hanafi, Tahqiq
Syuaib al Arnauth, Cetakan Kedua, Tahun 1413H, Muassasah ar Risalah, hlm. 602.
[2] Lihat Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Ibnu ‘Utsaimin. Cetakan ke-2,
Tahun 1415 H, Dar Ibnul Jauzi. 2/152
[3] Lihat kaset Syarh al Aqidah al Wasithiyah ke-19
[4] Untung Tri Wanarso, Skripsi: Hadis-Hadis tentang Syafaat (Studi
Ma’anil Hadis), 2004.
[5] Syekh Hafizh Hakami, 200 Sual Wa Jawab Fi Al-Aqidah Al-Islamiyah
(terjemahan: As’ad Yasin), Jakarta: Gema Insani, hlm.150
[6] Departemen Agama RI, Al Qur’an Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka,
Banten: PT Kalim, hlm.432
[7] Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 312
Tidak ada komentar:
Posting Komentar