PEMBAHASAN
KUIS
KE-4
A. Bagaimana
sikap anda terhadap orang yang meninggal dunia? Jelaskan secara terurai!
B. Apa
yang anda ketahui tantang Shalat dalam keadaan darurat?
C. Bagaimana
tatacara melaksanakan Shalat dalam keadaan darurat?
D. Kemukakan
pengalaman anda ketika shalat Shalat Jenazah dan Shalat dalam keadaan darurat
Jawaban:
A. Tatkala seseorang telah benar-benar
menghembuskan nafas terakhirnya ada beberapa hal yang hendaknya dilakukan oleh orang-orang
yang hadir di sisinya, yaitu:
1.
Memejamkan mata orang yang baru meninggal dunia
Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam ketika mendatangi Abu Salamah yang telah
menghembuskan nafas terakhirnya sedangkan kedua matanya terbelalak maka Beliau shalallahu ‘alaihi wa salam memejamkan kedua mata Abu Salamah dan berkata:
إن الروح إذا قبض تبعه البصر
‘’Sesungguhnya bila ruh telah dicabut, maka
pandangan matanya mengikutinya”[1].
Imam ash Shan’aniy berkata: “Di dalam perbuatan Nabi ini (memejamkan Abu Salamah) terdapat dalil
atas disunnahkannya perbuatan ini dan seluruh ulama’ Kaum Muslimin telah
sepakat atas hal ini”[2] . Imam asy Syaukaniy berkata: “Di dalamnya terdapat penjelasan
disyari’atkan memejam kan mata orang yang telah meninggal dunia”. Imam an Nawawiy mengatakan: Ulama’ kaum muslimin telah sepakat atas hal
tersebut.Mereka mengatakan bahwa hikmaknya adalah agar tidak jelek pemandangan
wajahnya” [3].
Dan tidak ada
dzikir atau bacaan doa yang shahih dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa
salam dalam masalah ini [4].
2.
Mendo’akan kebaikan
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam setelah memejamkan
mata Abu Salamah berdo’a:
اللهم اغفر لأبي سلمة وارفع درجته في
المهديين واخلفه في عقبه في الغابرين واغفر لنا وله يا رب العالمين وافسح له في
قبره ونور له فيه
“Ya
Allah ampunilah Abu Salamah,angkatlah derajatnya di tengah orang-orang yang
mendapatkan petunujuk dan gantilah dalam anak keturunannya yang ada setelahnya
dan ampunilah kami dan dia wahai Tuhan semesta alam dan luaskanlah kuburnya”[5].
3.
Mengikat dagunya
Dalil masalah ini adalah dalil nzhar (akal)
yang shahih, yaitu di dalamnya terdapat kemaslahatan yang sangat jelas bagi
jenazah, yaitu agar mulutnya tidak terbuka sehingga tidak dimasuki serangga dan
agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan wajahnya ketika dipandang oleh
orang lain.
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: “Setahu saya tidak ada dalil atsar dalam
masalah ini namun yang ada hanya dalil akal yaitu: agar mulutnya tidak terbuka
sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan
wajahnya ketika dipandang oleh orang lain”[6].
Adapun tata caranya adalah mengikatnya dengan kain
yang lebar dan panjang lagi mencakup seluruh dagunya dan diikatkan dengan
bagian atas kepalanya agar mulutnya tidak terbuka.
4.
Melemaskan persendian
Dalil masalah ini
adalah nazhar (akal) yang shahih, yaitu di dalamnya terdapat
kemaslahatan yang sangat jelas bagi jenazah dan orang yang mengurusnya.
Proses pelemasan ini dilakukan ketika jenazah baru
meninggal dunia ketika tubuhnya masih dalam keadaan hangat adapun jika sudah
lama atau tubuhnya sudah dingin maka tidak perlu dilemaskan karena tubuhnya
sudah kaku. Apabila kita lemaskan dalam kondisi jenazah sudah kaku maka akan menyakiti
jenazah dan hal ini tidak diperbolehkan karena Rasulullahshalallahu ‘alaihi wa
salam bersabda:
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ
حَيًّا
“Memecah tulang orang yang telah meninggal dunia adalah seperti
memecahnya dalam keadaan hidup” [7].
Adapun caranya adalah
sebagai berikut:
·
Dilipat lengannya ke pangkal lengannya
kemudian dijulurkan lagi
·
Dilipat betisnya ke pahanya dan pahanya
ke perutnya kemudian dikembalikan lagi
·
Jari-jemarinya dilemaskan juga dengan
ditekuk dengan lembut[8].
5.
Melepas pakaian yang melekat di badannya
Seluruh pakaian yang
melekat pada jasad jenazah hendaknya dilepas sehingga tidak ada satu helai
kainpun yang melekat pada jasadnya kemudian diganti dengan kain yang menutupi
selurut jasadnya. Dalil amalan ini adalah :
a.
Para sahabat
mengatakan ketika akan memandikan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
salam:
لَا نَدْرِي أَنُجَرِّدُ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ثِيَابه كَمَا تجرد مَوْتَانَا
“Kami tidak tahu, apakah kami melepas pakaian Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam sebagaimana kami melepas pakaian orang yang meninggal dunia di
antara kami ataukah tidak “[9].
Hadits ini menunujukkan bahwa adat dan kebiasaan yang
berlaku di masa Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam ketika akan memandikan jenazah melepas pakaian yang
melekat pada jasadnya
b.
Agar badannya
tidak cepat rusak karena pakaian yang melekat padanya akan memanaskan tubuhnya.
Jenazah apabila terkena hawa panas maka akan cepat rusak. Kadang-kadang
keluar kotoran yang akan mengotorinya sehingga akan tampak menjijikkan dan
menimbulkan bau yang tidak sedap.
6.
Menutup seluruh jasad jenazah dengan kain
Setelah seluruh pakaian yang melekat pada badannya
ketika meninggal dunia dilepas lalu ditutupi dengan kain yang menutupi seluruh
jasadnya. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma berkata:
أن رسول الله صلى الله
عليه وسلم حين توفي سجي ببرد حبرة
“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
meninggal dunia jasad beliau ditutup dengan pakaian bergaris ala Yaman”[10].
Para ulama’ menjelaskan bahwa hikmah dari ditutupnya
seluruh jasad jenazah adalah agar tidak tersingkap tubuh dan auratnya yang
telah berubah setelah meninggal dunia.
7.
Menyegerakan pemakaman
Diriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَسْرِعُوْا
بِالْجَنَازَةِ, فَإِنْ تَكُنْ صَالِحَةً فَخَيْرٌ تُقَدِّمُوْنَهَا عَلَيْهِ,
وَإِنْ تكُنْ غَيْرَذَلِكَ فَشَرٌّ تَضَعُونَهُ عَنْ رِقَابِكمْ
“Segerakanlah pemakaman jenazah. Jika ia termasuk orang-orang yang
berbuat kebaikan maka kalian telah menyajikan kebaikan kepadanya. Dan jika ia
bukan termasuk orang yang berbuat kebaikan maka kalian telah melepaskan
kejelekan dari pundak-pundak kalian.” [11]
Berkata pengarang kitab Tharhu at Tastrib
syarh at Taqrib: “Perintah menyegerakan di sini menurut jumhur ulama’ salaf
dan mutaakhirin adalah sunnah. Ibnu Qudamah mengatakan: Tidak ada perselisihan di antara imam-imam
ahli ilmu dalam masalah kesunnahannya” [12]
8.
Segera melunasi hutang-hutangnya
Yakni hutang yang
berkaitan dengan hak Allah seperti: zakat, kafarah, nazar dan lain-lainnya ataupun
hutang yang berkaitan dengan hak anak turun bani Adam semisal hutang dari
proses pinjam meminjam, jual beli, upah pekerja dan lain-lainnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
salam bersabda:
حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ نَفْسُ الْمُؤْمِنِ
مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ
“Jiwa seorang mukmin bergantung dengan utangnya
sehingga ditunaikan “[13]
Imam asy Syaukaniy berkata: “Di dalam hadits tersebut
terdapat anjuran untuk menunaikan hutang orang yang meninggal dunia dan
pemberitaan bahwa jiwanya bergantung dengan hutangnya sehingga ditunaikan. Dan ini terbatasi dengan orang yang
memiliki harta yang dapat dipergunakan untuk menunaikan hutangnya. Adapun orang yang tidak memiliki harta
untuk menunaikan hutangnya maka sungguh telah datang hadits-hadits yang
menunjukkan bahwasanya Allah akan menunaikan hutangnya bahkan ada beberapa
riwayat yang menjelaskan bahwa apabila seseorang memiliki kecintaan untuk
membayar hutangnya ketika meninggal dunia maka Allah akan menanggung penunaian
hutangnya walaupun ia memiliki ahli waris yang tidak mau menunaikan
hutangnya” [14]
9.
Segera menunaikan wasiatnya
Syaikh al Utsaimin
dalam Asy Syarh Al Mumti’ mengatakan, para ahli ilmu berkata:
“seyogyanya wasiat ditunaikan sebelum
jenazah dikuburkan….”.
Lalu beliau mengatakan: “Wasiat dengan sesuatu yang wajib hukumnya wajib segera ditunaikan dan
sesuatu yang sunnah hukumnya sunnah tetapi mempercepat penunaiannya sebelum
dishalati dan dikubur adalah sesuatu yang dituntut baik yang wajib maupun yang
sunnah “[15]
B.
Shalat dalam keadaan darurat ialah Shalat yang dilakukan
oleh seorang Muslim yang dalam pelaksanaannya tidak dapat dilakukan secara
sempurna baik mengenai syarat maupun rukunnya. Hal ini dikarenakan beberapa
sebab diantaranya:
1.
Karena Sakit
Orang yang sedang sakit harus tetap
melakukan shalat lima waktu, selama akal atau ingatannya masih tetap normal.
Cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orang yang sakit tersebut. Yang termasuk dalam arti tidak mampu adalah
apabila ia mendapatkan kesulitan dalam berdiri atau duduk, atau sakitnya akan
bertambah apabila ia berdiri atau ia takut bahaya.
2.
Karena berada dalam kendaraan (sedang melakukan Safar)
Orang yang sedang berada dalam
kendaraan mengalami situasi yang berbeda. Ada yang di dalam kendaraan itu bisa
tenang seperti dalam kapal laut yang besar, adakalanya seseorang tidak
merasa nyaman seperti berada di dalam bis yang sempit. Untuk melakukan shalat
di kendaraan ini tentunya di sesuaikan dengan jenis kendaraan yang
ditumpanginya.
سُئِلَ ا النبِي صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ عَنِ
الصَلَاةِ فِي السَفِيْنَةِ قاَ لَ: صَلِ فِيْهاَ قَا ئِمًا اْلااَنْ يَخَا فَ
الغَرَقَ
“Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam ditanya oleh seorang sahabatnya,
bagaimana cara saya sholat diatas perahu (pesawat) beliau bersabda shalatlah di
dalam perahu/pesawat itu dengan berdiri kecuali kalau kamu takut tenggelam.”(HR. Ad-Daruquthni).
Bila selama perjalanan (dengan
kendaraan) itu masih dapat turun dari kendaraan, maka hendaknya kita
melaksanakan sholat seperti dalam keadaan normal. Tetapi bila memang tidak ada
kesempatan lagi untuk turun dari kendaraan seperti bila naik pesawat terbang,
maka kita melakukan shalat di atas kendaraan itu.
Tetapi sebagian Ulama menyatakan bahwa semua itu hanya berlaku untuk
shalat sunnah saja. Untuk shalat wajib, Seseorang
yang sedang dalam perjalanan mendapat keringanan dalam sholat dengan cara Jama’
atau Qashar sekaligus Jama’ Qashar. Itupun jika syarat-syaratnya terpenuhi.
3.
Karena Takut : Sholat Khauf
Kaum Muslimin disyariatkan meminta perlindungan kepada Allah swt. ketika
musuh datang untuk memerangi mereka atau ketika takut kepada binatang buas,
kebakaran, tenggelam, ataupun lainnya dengan melakukan sholat khauf (karena
takut). Legalitas hukum sholat khauf
didasarkan pada firman Allah Subhanahu
Wata’ala:
#sÎ)ur |MZä. öNÍkÏù |MôJs%r'sù ãNßgs9 no4qn=¢Á9$# öNà)tFù=sù ×pxÿͬ!$sÛ Nåk÷]ÏiB y7tè¨B (#ÿrääzù'uø9ur öNåktJysÎ=ór& #sÎ*sù (#rßyÚy (#qçRqä3uù=sù `ÏB öNà6ͬ!#uur ÏNù'tGø9ur îpxÿͬ!$sÛ 2t÷zé& óOs9 (#q=|Áã (#q=|Áãù=sù y7yètB (#räè{ù'uø9ur öNèduõÏn öNåktJysÎ=ór&ur 3 ¨ur z`Ï%©!$# (#rãxÿx. öqs9 cqè=àÿøós? ô`tã öNä3ÏFysÎ=ór& ö/ä3ÏGyèÏGøBr&ur tbqè=ÏJusù Nà6øn=tæ \'s#ø¨B ZoyÏnºur 4 wur yy$oYã_ öNà6øn=tã bÎ) tb%x. öNä3Î/ ]r& `ÏiB @sܨB ÷rr& NçFZä. #ÓyÌö¨B br& (#þqãèÒs? öNä3tGysÎ=ór& ( (#räè{ur öNä.uõÏn 3 ¨bÎ) ©!$# £tãr& tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 $\/#xtã $YYÎgB ÇÊÉËÈ
dan apabila kamu berada di
tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat
bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat)
besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat
besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah
dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang
kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu, dan
hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. orang-orang kafir ingin
supaya kamu lengah terhadap senjatamu dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu
kamu dengan sekaligus. dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu,
jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu memang
sakit; dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang
menghinakan bagi orang-orang kafir itu.[16]
Berdasarkan berbagai sumber
yang shahih, Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wassalam juga pernah menunaikan sholat khauf bersama para
sahabatnya. Sholat ini disyariatkan pada tahun ketujuh hijrah berdasarkan
keterangan Jabir bin Abdullah: “Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wassalam berperang enam kali sebelum sholat khauf, dan sholat khauf baru
disyariatkan pada tahun ketujuh. (Abd. Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, 2009: 300-301)
C. Tatacara
pelaksanaan Shalat dalam keadaan darurat:
1.
Shalat dalam
Keadaan Sakit
a.
Cara sholat
dengan duduk
Yaitu: dengan cara duduk
seperti ketika tasyahud awal (duduk iftirosy). Untuk niat takbiratul ihram,
do’a iftitah dan bacaan-bacaan yang sama (seperti pada sholat berdiri). Untuk
ruku’ cukup membungkukkan badan sekedarnya. I’tidalnya dengan duduk. Untuk sujud dan tasyahud akhirnya duduk tawaruk salam sama dengan
sholat biasa.
b.
Cara sholat
dengan berbaring
Yaitu: dengan cara kaki berada
disebelah utara, kepala disebelah selatan dengan menghadap
kearah kiblat. Untuk bacaan-bacaan sama seperlu sholat biasa. Sedangkan untuk
gerakan-gerakannya cukup dengan isyarat kepalanya atau kerdipan mata.
c.
Cara sholat
dengan terlentang
Yaitu: dengan cara kaki
disebelah barat dan kepalanya disebelah timur (jika memungkinkan kepalanya
diberi bantal agar mukanya dapat menghadap kiblat). Untuk gerakan-gerakan cukup
dengan isyarat. Dan bacaan sholat ada keringanan sesuai kemampuannya.
عَنْ عَليْ بْن اَبِيْ طَا لِبِ عَنِ النَبِيِّ صلي الله
عليه وسلم قال يُصَلِّي الْمَرِيْضِ قَائِمًاإِنِ اسْتَطَاعَ فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ صَلّيَ قَاعِدًا فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يَسْجُدَ أَوْمَأَ بِرَأْ
بِرَأْسِهِ وَجَعَلَ سُجُوْدَهُ اَخْفَضُ مِنْ رُكُوْعِهِ فَإنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
أَنْ يُصَلّي قَاعِدًا صَلَّي عَلَي جَنْبِهِ الأَيْمَنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ
فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّيَ مُسْتَلْقِيًا رِجْلَاهُ مِمَّايَلِي
الْقِبْلَةِ
“Dari Ali bin Abi Thalib ra, telah bersabda
Rasulullah saw tentang shalat orang sakit; jika kuasa seseorang shalatlah ia
dengan berdiri, jika tidak kuasa shalatlah sambil duduk. Jika ia tidak mampu
sujud maka isyarat saja dengan kepalanya, tetapi hendaklah sujud lebih rendah
daripada ruku’nya. Jika ia tidak kuasa shalat sambil duduk, shalatlah ia sambil
berbaring ke sebelah kanan menghadap kiblat.jika tidak kuasa juga maka
shalatlah ia terlentang, kedua kakinya kearah kiblat.” (HR. Ad Daruquthni).
2.
Cara shalat dalam kendaraan
a.
Menghadap
kearah kiblat (jika tidak bisa, karena dalam pesawat atau kereta) boleh
menghadap kemana saja
b.
Berdiri
(jika tidak memungkinkan, boleh dengan duduk)
c.
Untuk niat
dan bacaan-bacaannya sama seperti sholat biasa
d.
Sedangkan
gerakannya, Jika dapat harus seperti sholat dengan berdiri, tetapi jika tidak
dapat boleh dengan isyarat.
3.
Cara shalat Khauf
Mengenai
Shalat Khauf, terdapat beberapa
tatacara pelaksanaannya, salah satunya ialah:
Jika musuh juga tidak berada di arah kiblat, maka imam shalat satu rakaat
dengan kelompok pasukan, sedang kelompok lainnya menghadapi musuh. Kelompok
pertama tadi kemudian pergi menghadapi musuh, sedangkan kelompok yang tadinya
berjaga-jaga lalu shalat satu rakaat bersama imam. Masing-masing
kelompok, kemudian menyelesaikan sendiri rakaatnya yang kedua. Diriwayatkan
dari Ibnu Umar Rhodiallahu ‘anhu ia
berkata:
صَلِى
َرسُولُ اللهِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ بِإِحْدَى الَطَائِفَتَيْنِ
رَكْعَةً, وَ الَطَائِفَةُ اْلْأُخْرَى مُوَاجِهَةٌ لِلْعَدِو, ثُمَ انْصَرَفُوْا,
وَ قَامُوْا فِي مَقَامِ أَصْحَاِبِهمْ مُقْبِلِيْنَ عَلَى اْلعَدُوِ, وَ جَاءَ
أُولَئِكَ, ثُمَ صَلَى بِهِمُ الَنِبيِ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ رَكْعَةً,
ثُمَ سَلَمَ , ثُمَ قَضَى هَؤُ لاَءِ رَكْعَةً وَ هَؤُلاَءِ رَكْعَةً.
“Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda: shalat satu rakaat dengan
salah satu dari dua kelompok, sedang kelompok lainnya menghadap musuh,
kemudian kelompok pertama itu pergi menggantikan kelompok kedua untuk
mengahadap musuh. Kelompok kedua itu datang,
lalu shalat satu rakaat bersama Rasulullah. Beliau lalu mengucapkan salam, dan
kedua kelompok itu menyelesaikan satu rakaat lagi dengan cara sendiri-sendiri. (HR. Bukhari dan Muslim)
D. Pengalaman
ketika dalam pelaksanaan Shalat Jenazah dan Shalat dalam keadaan darurat:
1.
Saat Shalat Jenazah:
Di kampung kami, dalam melaksanakan Shalat Jenazah dilakukan secara
berjama’ah di Masjid, dan diadakan setelah Jenazah dimandikan, dikafani dan
dimasukkan kedalam keranda. Sebelum memulai Shalat, biasanya Imam Shalat
Jenazah akan menyampaikan ceramah singkat tentang kepribadian Jenazah semasa
hidupnya, mohon dima’afkan atas segala dosa yang pernah dilakukan Jenazah
selama hidupnya, dan yang terakhir adalah dengan memberitahu tatacara dalam
melakukan Shalat Jenazah. Setelah itu, Jenazah diletakkan dibagian depan, Imam
Shalat Jenazah berada didepan Jenazah yang telah di masukkan kedalam keranda,
disusul dibelakangnya oleh Makmum-makmum Shalat Jenazah. Tatacara shalatnya pun sama seperti yang lazim
dilakukan, yakni Shalat dengan 4 Kali Takbir dengan bacaan-bacaan berbeda
disetiap setelah Takbirnya, dan langsung diakhiri dengan salam, tanpa ruku
maupun sujud. Setelah selesai Shalat Jenazah, Jenazah diantarkan ke Tempat
Pemakaman Umum untuk dikuburkan.
2.
Shalat dalam keadaan darurat:
Shalat yang dilakukan dalam keadaan darurat seringnya adalah Shalat ketika
dalam perjalanan (safar). Hal ini
terjadi ketika bepergian dengan memakai Bis Umum, dikarenakan ketika naik Bis
Umum, jarang sekali supir Bis menghentikan bisnya ketika telah masuk shalat
lima waktu. Mereka mengemukakan alasan yang beragam dari mulai kejar penumpang,
sampai harus tiba diterminal tujuan tepat waktu. Seringnya mereka mengabaikan
keutamaan shalat diawal waktu.
Ketika sudah terjebak dalam situasi seperti itu, ada beberapa alternatif
yang biasa diambil:
a.
Misal dalam
shalat Dhuhur dan Ashar, jika dikhawatirkan dengan perjalanan jauh (misalnya ke
Jakarta) dalam menghabiskan waktu shalat Ashar (ditambah dengan macet, dll),
maka biasanya dilakukan dengan cara men’Jama Shalat Ashar dengan Shalat Dhuhur
dengan Jama Taqdim
b.
Tetapi jika
dirasa masih ada waktu untuk melaksanakan Shalat Ashar, maka pelaksanaan
shalatnya pun dilakukan seperti biasa (yaitu Shalat Dhuhur terlebih dahulu
sebelum melakukan perjalanan, kemudian melaksanakan Shalat Ashar ketika sudah
sampai ditempat tujuan)
c.
Lebih
memilih tidak melaksanakan shalat apapun (baik itu wajib maupun sunnah) ketika
berada didalam Bisk arena beberapa hal: susah khushu, tidak nyaman, berisik,
khawatir ada najis di tempat duduk Bis sampai alasan lain seperti faktor
keselamatan.
[1] H.R. Muslim: 920, Sunan Abi Dawud: 3102
[4] Lihat Jami’ul adillah:84.
[5] H.R.Muslim dan Al Baihaqiy.
[7] H.R.Ibnu Majah:1616
[8] Lihat Syarh Mumti’:5/254, ,
Cet: Dar Ibnu Jauziy
[9]
H.R.Ahmad:6/267
dan Abu Dawud:3141
[10] HR. Bukhari : 1241dan Muslim:942
[11] H.R.Bukhari:1315
[12] Tharhu at Tastrib syarh at Taqrib :3/289
At Tabriziy, maktabah syamilah
[13]
Dishahihkan
oleh syaikh al Baniy dalam Misykatul Mashabih:2915, maktabah
syamilah
[16] (Q.S. An-Nisa : 102)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar