BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Agama Islam adalah agama Rahmatan Lil ‘Alamin, yakni satu-satunya agama didunia yang
memberikan rahmat untuk seluruh alam. Semua aspek yang ada di jagat raya ini
sudah diatur sejak dulu oleh Islam, dan biasa kita sebut dengan Syariat Islam /
Hukum Islam Hidup didunia inipun membutuhkan
sebuah aturan / hukum agar
kehidupan berjalan dengan baik dan teratur.
Sehingga
dalam Islam juga mempunyai aturan dalam hidup termasuk aturan terhadap binatang
untuk dimanfatkan demi kepentingan
manusia. Seperti diambil dagingnya, tenaganya, susunya, telurnya dan yang
lainnya sebagainya. Tentunya aturan tersebut juga sesuai dengan Syariat Islam
yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Untuk ini, dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana Syariat Islam
terhadap binatang yang diternakkan, binatang yang dipelihara, binatang yang
diburu, binatang yang dibunuh, binatang yang dijualbelikan dan binatang yang
disembelih. Termasuk juga didalamnya akan dibahas tentang Aqiqah dan Udhiyah
Selain itu, akan dijelaskan pula mengenai pengertian, kaifiat, kriteria dan
hikmah tentang Syariat Islam terhadap Binatang, dan ditambah dalil-dalil dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Syariat Islam terhadap Binatang yang Diternakkan?
2.
Bagaimana
Syariat Islam terhadap Binatang yang Dipelihara?
3.
Bagaimana
Syariat Islam terhadap Binatang yang Dijualbelikan?
4.
Bagaimana
Syariat Islam terhadap Binatang yang Diburu?
5.
Bagaimana
Syariat Islam terhadap Binatang yang Dibunuh?
6.
Bagaimana
Syariat Islam terhadap Binatang yang Disembelih?
7.
Bagaimana
Syariat Islam tentang Aqiqah?
8.
Bagaimana
Syariat Islam tentang Udhiyah?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
Syariat Islam tentang Binatang yang Diternakkan.
2.
Mengetahui
Syariat Islam tentang Binatang yang Dipelihara
3.
Mengetahui
Syariat Islam tentang Binatang yang Dijualbelikan
4.
Mengetahui
Syariat Islam tentang Binatang yang Diburu
5.
Mengetahui
Syariat Islam tentang Binatang yang Dibunuh
6.
Mengetahui
Syariat Islam tentang Binatang yang Disembelih
7.
Mengetahui
Syariat Islam tentang Aqiqah
8.
Mengetahui
Syariat Islam tentang Udhiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Syari’at
Islam terhadap Binatang yang Diternakan
1.
Pengertian Binatang yang Diternakan
Binatang yang diternakan adalah binatang yang
dengan sengaja dikembangbiakan dan dibudidayakan oleh manusia dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan
tersebut.
Pengertian binatang yang diternakkan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja,
pemeliharaan dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan.
Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip
manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.
Kegiatan di bidang peternakan
dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan binatang besar seperti sapi,
kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan binatang kecil seperti ayam, kelinci dll.
2.
Kaifiat Menernakan Binatang
Ada beberapa kaifiat/tata cara dalam menernakan binatang, diantaranya:
a)
Selalu
memberi makan binatang minimal dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari
b)
Menjaga
kebersihan kandang binatang yang diternakkan.
c)
Memberi
vitamin yang cukup kepada binatang agar terhindar dari virus dan penyakit
d)
Jika
ada binatang yang sakit, sebaiknya dipisahkan dengan yang lain agar tidak dapat
menularkan penyakitnya
e)
Memisahkan
binatang yang diternakkan sesuai dengan usia binatang tersebut. Hal ini untuk
memudahkan dalam pemberian makan, pemberian vitamin, dan pengambilan manfaat
dari binatang tersebut (misalnya, binatang yang sudah dewasa dapat dimanfatkan
daging, susu atau telurnya)
f)
Jika
mempunyai berbagai macam jenis binatang yang diternakkan, maka sebaiknya
memisahkan kandang mereka sesuai dengan jenis binatang masing-masing
3.
Kriteria Binatang yang Diternakkan
Ternak
merupakan komoditi yang sudah lama akrab dalam kehidupan sehari-hari kaum
Muslimin. Di dalam Al-Quran terdapat beberapa nama binatang ternak yang
dijadikan sebagai nama surat, misalnya ternak sapi betina (Al Baqarah), binatang
ternak (Al An'am), dan lebah (An Nahl). Banyak sekali ayat Al-Quran yang secara
eksplisit menyebut nama-nama binatang ternak, misalnya ternak sapi (QS. 2:
67-71, 73; QS. Yusuf: 43), unta (QS. Al An'am: 144; Al Hajj: 27, 37; Al
Ghasiyah: 17), domba (QS. Al An'am: 143, 146; An Nahl: 80), kambing (QS. Al
An'am: 143, An Nahl: 78, Shad: 23-24), unggas (QS. 2:260; 3: 49; 5: 110; 6: 38;
16: 79; 23: 41; 27: 16; 67: 19), kuda (QS. 3: 14; 8: 60; 16: 8; 38: 31; 100: 1)
dan lebah/tawon (QS. 16: 68-69).
Dari keterangan diatas, maka kriteria binatang yang diternakkan
dikelompokkan menjadi:
a)
Binatang
yang dimanfaatkan dagingnya. Seperti: sapi, kerbau, domba, kambing, ayam,
kelinci dll.
b)
Binatang
yang dimanfaatkan telurnya. Seperti: ayam, bebek, angsa dll
c)
Binatang
yang dimanfaatkan tenaganya. Seperti: sapi, kerbau, kuda dll
d)
Binatang yang
dimanfaatkan susunya. Seperti: kambing, sapi dll
e)
Dan
lain-lain
4.
Hikmah Menernakan Binatang
Terdapat ayat yang menjelaskan tentang keutamaan
menernakan binatang, salah satunya ialah:
¨bÎ)ur ö/ä3s9 Îû ÄN»yè÷RF{$# Zouö9Ïès9 ( /ä3É)ó¡S $£JÏiB Îû $pkÍXqäÜç/ ö/ä3s9ur $pkÏù ßìÏÿ»uZtB ×ouÏVx. $pk÷]ÏBur tbqè=ä.ù's? ÇËÊÈ
dan Sesungguhnya pada binatang-binatang ternak,
benar-benar terdapat pelajaran yang penting bagi kamu, Kami memberi minum kamu
dari air susu yang ada dalam perutnya, dan (juga) pada binatang-binatang ternak
itu terdapat faedah yang banyak untuk kamu, dan sebagian daripadanya kamu
makan, (Q.S. Al-Mu’minun:21)
Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah
menciptakan beraneka ragam binatang ternak yang bermanfaat dalam kehidupan
manusia. Jika kita perhatikan makna yang tersirat dalam surat Al Mukminuun ayat 21 tersebut dapat
dilihat pentingnya binatang ternak bagi manusia. Betapa tidak, produk utama
ternak (susu, daging dan telur) merupakan bahan pangan binatangi bergizi tinggi
yang dibutuhkan manusia.
Binatang
ternak juga berperan sebagai sumber pendapatan, sebagai tabungan hidup, tenaga
kerja pengolah lahan, alat transportasi, penghasil biogas, penghasil pupuk
kandang dan sebagai binatang kesayangan (Tangka et al. 2000). Tidak heran bila
Prof. I.K. Han, Guru Besar Ilmu Produksi Ternak Universitas Nasional Seoul,
Korea Selatan (1999) menyebutkan pentingnya ternak dalam peningkatan kualitas
hidup manusia.
Ternak juga
bermanfaat dalam kegiatan keagamaan: misalnya dalam melaksanakan ibadah qurban,
dibutuhkan ternak sapi, domba ataupun kambing. Pada zaman dahulu jumlah pemilikan
ternak juga merupakan indikasi strata sosial seseorang.
B. Syariat
Islam terhadap Binatang yang Dipelihara
1.
Pengertian Binatang yang Dipelihara
Binatang
yang dipelihara (pet animal) ialah binatang yang dengan sengaja dipelihara manusia dengan tujuan
pemeliharaannya berbeda dengan binatang ternak (livestock) atau binatang percobaan laboratorium, binatang pekerja
atau binatang untuk olahraga, yang biasanya dipelihara untuk alasan ekonomi,
tetapi tujuannya ialah untuk menemani
kegiatan manusia, menjadi sahabat manusia atau
untuk memberi kesenangan kepada manusia selaku pemelihara binatang tersebut.
2.
Kaifiat Memelihara Binatang
Mengenai kaifiat/tatacara dalam memelihara binatang, sebenarnya tidak jauh
berbeda dengan menernakan binatang. Seperti : kita harus rutin dalam memberi
makanan binatang peliharaan tersebut setiap harinya, memberinya vitamin,
menjaga kebersihan kandang dan binatang peliharaan itu sendiri, memisahkan
kandang jika mempunyai 2 jenis binatang peliharaan yang berbeda dan yang lainnya.
3.
Kriteria Binatang yang Dipelihara
Untuk mengetahui apa saja kriteria dalam memelihara binatang, maka sebagai
Muslim yang baik kita harus mengembalikan semua itu kepada hukum yang diatur
oleh agama kita, yaitu Hukum Islam / Syariat Islam.
Hukum
memelihara binatang secara
syar’i adalah boleh atau mubah. Namun ada syarat tertentu yang harus dipenuhi
jika ingin memelihara binatang, yakni:
a)
Binatang yang dipelihara bukan binatang yang najis
secara dzatnya (najis ‘ain/hissi), seperti
anjing dan babi. Pemeliharaan binatang tersebut tidak diperbolehkan karena
memanfaatkan barang najis itu memang dilarang secara syariah.
Kaidah fiqih menetapkan : laa yajuuzu al
intifaa’ bi an najis mutlaqan (Tidak boleh memanfaatkan najis secara mutlak).
(Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam Al Shalah,
1/115).
Kecuali jika memelihara anjing untuk menjaga ternak
atau membantu dalam berburu, hal ini diperbolehkan Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, ”Barangsiapa memelihara anjing, kecuali
anjing untuk menjaga ternak atau berburu, akan berkurang pahala amalnya tiap
hari sebanyak satu qirath.” (HR Muslim no 1574).(Al Mausu’ah Al
Fiqhiyyah, 35/124).
b)
Binatang yang dipelihara tidak boleh ditelantarkan,
harus cukup diberi makan dan minum dan tidak diperkenankan diperlakukan dengan
keji dan semena-mena. Jika si pemelihara tidak melakukan hal tersebut diatas
maka hukumnya haram. Dalilnya sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ”Seorang
perempuan masuk neraka karena seekor kucing yang diikatnya. Perempuan itu tidak
memberinya makan dan tidak pula membiarkannya lepas agar dapat memakan
binatang-binatang bumi.” (HR Bukhari no 3140; Muslim no 2242).
c)
Binatang yang dipelihara itu tidak menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia, seperti singa,
beruang, ular atau buaya, karena hal ini tidak aman bagi manusia ataupun bagi
tetangga atau orang lain jika dilepaskan. Namun jika dikandangkan dan
benar-benar aman bagi manusia dan sanggup memberi makan secara baik maka
hukumnya mubah atau boleh.
Dalilnya sabda Rasulullah Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, ”Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri
atau bahaya bagi orang lain dalam Islam (laa dharara wa la dhiraara fi
al islam)” (HR Ibnu Majah no 2340; Ahmad 1/133 & 5/326).
d)
Binatang yang dipelihara bukan menjadi sarana untuk
sesuatu perbuatan yang haram. Misalnya pelihara binatang kuda untuk pacuan kuda
yang akhirnya untuk berjudi, begitu juga ayam jago hanya untuk petarung dan
akhirnya untuk sarana pejudian. Hal ini terlihat dari kaedah fikih yang
berbunyi: al wasiilah ila al haram muharramah (segala sarana menuju
yang haram, hukumnya haram). (Taqiyuddin An Nabhani, Muqaddimah
Ad Dustur, 1/85).
e)
Dibolehkan memelihara binatang yang tak halal dimakan
(seperti kucing) atau anjing (untuk menjaga rumah, berburu). Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, ”Sesungguhnya kucing itu tidak najis, ia
hanyalah binatang-binatang jantan dan betina yang banyak berkeliling di antara
kalian (thawwaafiina ‘alaikum wa at thawwaafaat).” (HR Abu Dawud &
Tirmidzi). (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah,
42/267-269; Imam Suyuthi, Al Jami’ Al Shaghir, 2/191,
Imam Nawawi, Al Majmu’, 9/3).
4.
Hikmah Memelihara Binatang
Adapun beberapa hikmah yang bisa kita petik dari
memelihara binatang ialah bahwa dengan memelihara binatang dapat menemani
kegiatan kehidupan kita sehari-hari, memberi ketenangan (Misalnya dengan
memelihara ikan hias), menghilangkan kejenuhan (misalnya dengan memelihara
burung) atau hanya sekedar menjadi teman bermain (seperti dengan memelihara
hamster dll)
C. Syariat
Islam terhadap Binatang yang Dijualbelikan
1.
Pengertian Binatang yang Dijualbelikan
Binatang yang dijualbelikan ialah kegiatan menjual dan
membeli binatang dengan tujuan untuk dimanfaatkan manusia seperti untuk
dipelihara (contoh: hamster, kucing, ikan hias dll) untuk dikonsumsi (contoh:
ayam, sapi, kambing dll) atau untuk dijadikan sebagai alat pemburu (contoh:
anjing)
2.
Kaifiat Menjualbelikan Binatang
Pada
dasarnya, jual-beli
sepanjang tidak mengandung riba, dlarar (bahaya), dan gharar
(ketidakpastian) maka hukumnya adalah sah. Ketiga prinsip dasar ini harus
terpenuhi dalam akad jual-beli.
Termasuk dalam menjual dan membeli binatang, tetapi dalam hal ini dapat
ditambah dengan beberapa faktor lainnya, misalnya dilihat dari kehalalan
binatang tersebut untuk dikonsumsi, kemanfaatannya, dll.
3.
Kriteria Binatang yang Dijualbelikan
Ada beberapa
kriteria dalam menjualbelikan binatang, diantaranya:
a)
Diperbolehkan
menjual dan membeli binatang yang sudah jelas kehalalannya, seperti ayam,
bebek, kambing, sapi dll.
b)
Dilarang
menjual dan membeli binatang yang jelas haram dari segi zatnya, misalnya, babi,
anjing, dll
c)
Diperbolehkan
menjual dan membeli binatang untuk dimanfaatkan untuk kepentingan manusia
walaupun haram untuk dikonsumsi, seperti: anjing digunakan untuk berburu
d)
Diperbolehkan
menjual dan membeli binatang untuk dipelihara seperti, ikan hias, burung,
hamster dll
e)
Dilarang
menjual dan membeli binatang yang tidak ada manfaatnya, seperti : kadal, ular
dll
f)
Dilarang
menjual dan membeli binatang yang menjijikan seperti : cicak, tokek, kecoa,
g)
Dilarang
menjual dan membeli binatang yang buas seperti: srigala, singa, harimau,
beruang dll
h)
Dilarang
menjual dan membeli binatang untuk tujuan maksiat, seperti ayam untuk diadu,
dll
4.
Hikmah Binatang yang Dijualbelikan
Mengenai hikmah terhadap binatang yang dijualbelikan
maka dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai pedagang dan sebagai pembeli.
Hikmah bagi pedagang ialah mendapatkan keuntungan dari hasil transaksi terhadap
penjualan binatang dan hikmah bagi pembeli ialah ia juga mendapatkan keuntungan
karena mendapatkan binatang yang diinginkannya untuk dimanfaatkan daging,
tenaga atau yang lainnya,
D. Syariat
Islam terhadap Binatang yang Diburu
1.
Pengertian Binatang yang Diburu
Binatang yang diburu ialah upaya menangkap/membunuh
binatang liar yang hidup di hutan atau ditempat lainnya dengan cara menembak,
memanah, menombak, membuat jebakan atau dengan cara dibantu dengan binatang
pemburu (anjing, elang dll) yang tujuannya ialah binatang buruan tersebut dapat
dikonsumsi atau dimanfaatkan dalam hal lainnya.
2.
Kaifiat Memburu Binatang
Ada beberapa kaifiat/tatacara dalam memburu binatang
sesuai dengan syariat Islam, diantaranya:
a.
Dalam masalah "berburu",
disyariatkan bahwa si pemburu adalah orang Islam atau Ahli Kitab (Yahudi dan
Nashrani).
b.
Dilakukan dengan niat untuk berburu,
tidak hanya sekedar bermain-main.
c.
Tidak dilakukan pada waktu sedang
berihram (berpakaian ihram dalam pelaksanaan ibadah hajji), karena ketika itu
diharamkan berburu.
d.
Membaca Bismillah ketika akan melakukannya. (Dalam hal ini ada ulama yang
berfaham hukumnya hanya sunnah sebagaimana dalam hal menyembelih binatang).
Dalil-dalil pelaksanaan :
مَنْ قَتَلَ عُصْفُوْرًا عَبَثًا اِلَى اللهِ يَوْمَ
اْلقِيَامَةِ يَقُوْلُ: يَا رَبِّ اِنَّ فُلاَنًا قَتَلَنِى عَبَثًا وَ لَمْ
يَقْتُلْنِى مَنْفَعَةً. النسائى و ابن حبان فى صحيحه
Barangsiapa
membunuh seekor burung pipit dengan maksud bermain-main, maka nanti di hari
qiyamat burung tersebut akan mengadu kepada Allah, ia berkata, "Ya Allah,
ya Tuhanku, si Fulan telah membunuhku dengan bermain-main, dan tidak membunuhku
untuk diambil manfaatnya". [HR. Nasai dan Ibnu Hibban]
مَا مِنْ اِنْسَانٍ يَقْتُلُ عُصْفُوْرًا فَمَا
فَوْقَهَا بِغَيْرِ حَقِّهَا اِلاَّ سَأَلَهُ اللهُ عَنْهَا يَوْمَ اْلقِيَامَةِ،
قِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ مَا حَقُّهَا؟ قَالَ: اَنْ يَذْبَحَهَا
فَيَأْكُلُهَا وَ لاَ يَقْطَعُ رَأْسَهَا فَيُرْمَى بِهِ. النسائى و الحاكم
"Tidak
seorangpun yang membunuh burung pipit atau yang lebih kecil dari itu, tidak
menurut haqnya, melainkan akan ditanya oleh Allah kelak di hari qiyamat".
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya,
"Apakah haq burung itu ya Rasulullah ?". Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,
"Yaitu dia disembelih, kemudian dimakan. Tidak diputus kepalanya kemudian
dibuang begitu saja". [HR. Nasai dan Hakim]
ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللهُ
بِشَيْءٍ مّنَ الصَّيْدِ تَنَالُه اَيْدِيْكُمْ وَ رِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ اللهُ
مَنْ يَّخَافُه بِاْلغَيْبِ، فَمَنِ اعْتَدى بَعْدَ ذلِكَ فَلَه عَذَابٌ اَلِيْمٌ.
المائدة:94
Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang
buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu, supaya Allah mengetahui
orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barangsiapa
yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya adzab yang pedih. [Al-Maidah ayat
: 94]
يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تَقْتُلُوا
الصَّيْدَ وَ اَنْتُمْ حُرُمٌ. المائدة:95
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang
ihram. [QS.
Al-Maidah : 95]
.... وَ حُرّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ اْلبَرّ مَا دُمْتُمْ
حُرُمًا.... المائدة:96
Diharamkan atas
kamu berburu binatang darat selama kamu dalam berihram. [QS. Al-Maidah
: 96]
... وَ طَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا اْلكِتبَ حِلٌّ
لَّكُمْ وَ طَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ.... المائدة:5
....... makanan
(sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan
kamu halal (pula) bagi mereka ......... . [QS. Al-Maidah : 5]
3.
Kriteria Binatang yang Diburu
Diantara kriteria-kriteria
binatang yang diburu ialah:
a.
Keadaan binatang tersebut tidak memungkinkan untuk
disembelih pada lehernya. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain
:
-
Karena terlalu liar sehingga sukar untuk ditangkap.
-
Karena buas, sehingga berbahaya bila hendak ditangkap
dan disembelih sebagaimana biasa.
Keadaan-keadaan diatas atau lain-lain keadaan yang
semisal, menjadikan binatang-binatang itu termasuk kategori "binatang
buruan", dan halal dagingnya walaupun mati dengan tidak disembelih
pada lehernya.
b.
Bila binatang buruan itu masih hidup ketika tertangkap,
wajib disembelih pada lehernya.
c.
Bila binarang buruan itu tidak langsung tertangkap,
maka bila diketemukan telah mati beberapa waktu sesudah itu, boleh dimakan
dengan syarat :
-
tidak jatuh di air.
-
tidak ada bekas dimakan binatang buas.
-
tidak ada bekas alat berburu orang lain.
-
dan belum membusuk.
d.
Bila mempergunakan binatang untuk berburu, maka ketika
binatang itu menangkap hasil buruannya itu, di situ tidak didapati binatang
pemakan daging yang lain selain binatang buruan itu.
Dalil-dalil
pelaksanaan :
وَ اِذَا اَرْسَلْتَ كَلْبَكَ
فَاذْكُرِ اسْمَ اللهِ عَلَيْهِ فَاِنْ اَمْسَكَ عَلَيْكَ فَاَدْرَكْتَهُ حَيًّا
فَاذْبَحْهُ وَ اِنْ اَدْرَكْتَهُ قَدْ قُتِلَ وَ لَمْ يَأْكُلْهُ فَكُلْهُ.
البخارى و مسلم
Jika kamu melepas anjingmu, maka
sebutlah asma Allah atasnya, maka jika anjing itu menangkap untuk kamu dan kamu
dapati binatang yang diburu itu masih hidup, maka sembelihlah. Dan jika kamu
dapati ia telah mati dan tidak dimakan oleh anjing itu, maka makanlah. [HR. Bukhari dan Muslim]
عَنْ رَافِعٍ قَالَ: كُنَّا مَعَ
النَّبِيِّ ص فِى سَفَرِهِ فَنَدَّ بَعِيْرٌ مِنْ اِبِلِ اْلقَوْمِ وَ لَمْ يَكُنْ
مَعَهُمْ خَيْلٌ فَرَمَاهُ رَجُلٌ بِسَهْمٍ فَحَبَسَهُ، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص:
اِنَّ لِهذِهِ اْلبَهَائِمِ اَوَابِدَ كَاَوَابِدِ اْلوَحْشِيِّ، فَمَا فَعَلَ
مِنْهَا هذَا فَافْعَلُوْا بِهِ هكَذَا. البخارى و مسلم
Dari Rafi', ia berkata, "Kami
pernah beserta Rasulullah SAW dalam perjalanan beliau, kami ketemu seekor unta
kepunyaan satu kaum yang sedang berlari, padahal mereka tidak membawa kuda
untuk mengejarnya. Maka seorang laki-laki melepaskan panahnya, dan berhasil
menangkapnya". Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya binatang ini
mempunyai thabiat sebagaimana binatang liar, kepada binatang-binatang yang
seperti ini perbuatlah olehmu demikian itu". [HR. Bukhari dan Muslim]
اِذَا
رَمَيْتَ سَهْمَكَ فَاِنْ وَجَدْتَهُ قَدْ قُتِلَ فَكُلْ اِلاَّ اَنْ تَجِدَهُ
قَدْ وَقَعَ فِى مَاءٍ فَاِنَّكَ لاَ تَدْرِى آلْمَاءُ قَتَلَهُ اَمْ سَهْمُكَ.
البخارى و مسلم
Jika kamu melepaskan panahmu, maka
jika kamu dapati binatang itu sudah mati, makanlah, kecuali jika binatang
tersebut kamu dapati jatuh ke dalam air, maka kamu tidak tahu apakah air itu
yang menyebabkan binatang tersebut mati ataukah panahmu. [HR. Bukhari dan Muslim]
اِذَا رَمَيْتَ سَهْمَكَ فَغَابَ
ثَلاَثَةَ اَيَّامٍ وَ اَدْرَكْتَهُ فَكُلْهُ مَا لَمْ يَنْـتَنْ. احمد و مسلم
Jika kamu melepaskan panahmu, tetapi
(binatang yang kamu panah itu) hilang (tidak kelihatan) selama tiga hari,
kemudian kamu dapati telah mati, maka
makanlah
selama ia belum busuk. [HR. Ahmad
dan Muslim]
اِذَا رَمَيْتَ الصَّيْدَ
فَوَجَدْتَهُ بَعْدَ يَوْمٍ اَوْ يَوْمَيْنِ لَيْسَ بِهِ اِلاَّ اَثَرُ سَهْمِكَ
فَكُلْهُ، وَ اِنْ وَقَعَ فِى اْلمَاءِ فَلاَ تَأْكُلْ. مسلم
Apabila kamu melepaskan satu buruan,
kemudian kamu menemukannya sesudah satu atau dua hari (dan telah mati), padahal
dibadannya tidak ada selain dari bekas panahmu, maka makanlah binatang itu. Dan
jika ia jatuh di air, maka janganlah kamu makan. [HSR. Muslim]
اِنِّى
اُرْسِلُ كَلْبِى اَجِدُ مَعَهُ كَلْبًا لاَ اَدْرِى اَيُّهُمَا اَخَذَهُ؟ قَالَ
النَّبِيُّ ص: فَلاَ تَأْكُلْ فَاِنَّمَا سَمَّيْتَ عَلَى كَلْبِكَ وَ لَمْ
تُسَمِّ عَلَى غَيْرِهِ. احمد
Aku melepaskan anjingku, kemudian
aku dapati anjingku itu bersama anjing lain, saya sendiri tidak tahu anjing
manakah yang menangkapnya itu. Maka Nabi SAW bersabda, "Jangan kamu makan,
sebab kamu menyebut asma Allah itu pada anjingmu, dan tidak menyebut asma Allah
pada anjing yang lain". [HR. Ahmad]
عَنْ عَدِيِّ بْنِ حَاتِمٍ قَالَ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اِذَا اَرْسَلْتَ كَلْبَكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللهِ
عَلَيْهِ. فَاِنْ اَمْسَكَ عَلَيْكَ فَاَدْرَكْتَهُ حَيًّا فَاذْبَحْهُ. وَ اِنْ
اَدْرَكْتَهُ قَدْ قُتِلَ وَ لَمْ يَأْكُلْ مِنْهُ فَكُلْهُ. وَ اِنْ وَجَدْتَ
مَعَ كَلْبِكَ كَلْبًا غَيْرَهُ وَ قَدْ قُتِلَ فَلاَ تَأْكُلْ. فَاِنَّكَ لاَ
تَدْرِى اَيُّهُمَا قَتَلَهُ. وَ اِنْ رَمَيْتَ بِسَهْمِكَ فَاذْكُرِ اسْمَ اللهِ
تَعَالَى. فَاِنْ غَابَ عَنْكَ يَوْمًا فَلَمْ تَجِدْ فِيْهِ اِلاَّ اَثَرَ
سَهْمِكَ فَكُلْ اِنْ شِئْتَ. وَ اِنْ وَجَدْتَهُ غَرِيْقًا فِى اْلمَاءِ فَلاَ
تَأْكُلْ. متفق عليه و هذا لفظ مسلم
Dari Adiy bin Hatim, ia berkata : Rasulullah
SAW bersabda, "Apabila kamu melepaskan anjing buruanmu sebutlah nama Allah
atasnya. Maka jika ia menangkap buruan untukmu dan kamu mendapatinya masih
hidup, maka sembelihlah dia. Dan jika kamu mendapatinya telah mati, dan anjing
itu tidak memakan buruan itu, maka makanlah dia. Dan jika kamu mendapati
anjingmu bersama dengan anjing yang lain, sedang buruan itu telah mati,
janganlah kamu memakannya, karena kamu tidak tahu anjing yang manakah diantara
keduanya yang telah membunuhnya. Dan jika kamu melepaskan panahmu, sebutlah
nama Allah Ta'ala. Jika buruan itu hilang selama sehari dan kamu tidak
mendapatkan padanya kecuali bekas panahmu, maka makanlah jika kamu mau. Dan
jika kamu mendapati buruan itu tenggelam di air, maka janganlah kamu
makan". [HR. Muttafaq
'alaih dan ini lafadh Muslim]
4.
Hikmah Memburu Binatang
a.
Melatih
ketajaman diri dalam melihat berbagai situasi dan kondisi terutama ketika
sedang berburu
b.
Dapat
menguji kesabaran dalam melatih binatang pemburu dan dalam menangkap binatang
yang diburu
c.
Sarana
bersyukur kepada Allah terutama ketika berhasil menangkap bintang buruan
E. Syariat
Islam terhadap Binatang yang Dibunuh
1.
Pengertian Binatang yang Dibunuh
Binatang yang dibunuh ialah usaha untuk membunuh
binatang yang dapat mengganggu aktivitas dan kegiatan manusia karena jika
binatang tersebut dibiarkan saja dikhawatirkan akan memberikan bahaya kepada
manusia dan lingkungan sekitar.
2.
Kaifiat Membunuh Binatang
Ketika kita akan membunuh binatang yang sekiranya
dapat membahayakan kita, maka sebelum membunuh sebaiknya kita mengucapkan Bismillah terlebih dahulu, dan diniatkan
untuk menjaga diri agar terhindar dari bahaya yang disebabkan binatang tersebut
apabila kita tidak membunuhnya. Dan saat membunuhnya, hendaknya kita tidak
menyiksa binatang tersebut terlebih dahulu, karena hal tersebut tidak
menunjukkan perilaku akhlak yang baik.
3.
Kriteria Binatang yang Dibunuh
Kriteria binatang yang boleh dibunuh diantaranya:
a.
Binatang
yang boleh dibunuh dan tidak boleh dimakan, yaitu setiap binatang yang memiliki
tabiat yang membahayakan atau menyakiti manusia maka boleh dibunuh, baik di
tanah suci maupun di tempat lain. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ
وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Lima binatang yang semuanya jahat, boleh dibunuh
walau di tanah suci; burung gagak, burung rajawali, anjing yang suka melukai,
kalajengking dan tikus.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah
radhiyallahu’anha]
Dalam riwayat yang lain: “Juga ular.” Dan dikiaskan semua binatang yang
berbahaya seperti harimau, singa dan lain-lain, termasuk yang ditanyakan yaitu
nyamuk, hukumnya boleh dibunuh. Dan dibolehkan membunuh binatang-binatang
tersebut dengan cara apa saja selama tidak mengandung penyiksaan seperti dibakar,
sehingga dibolehkan insya Allah ta’ala
dengan menyemprotkan insektisida.
b.
Binatang
yang boleh dibunuh dan boleh dimakan, seperti unta, sapi, kambing, ayam dan
lain-lain, hukumnya boleh dibunuh untuk dimakan dengan disembelih atau dibunuh
dengan cara yang sesuai syari’at.
c.
Binatang
yang tidak boleh dibunuh namun menyakiti, seperti semut atau lebah yang
menyakiti, hendaklah diusir, ditakut-takuti, dijauhkan dan semisalnya. Kalau
terpaksa harus membunuh maka boleh dibunuh.
4.
Hikmah Binatang yang Dibunuh
Hikmah yang bisa kita dapatkan dari membunuh binatang
ialah terlepasnya dari segala gangguan yang dapat diberikan dari binatang
tersebut. Karena kita tidak akan pernah mengetahui seberapa besar bahaya yang
ditimbulkan jika kita membiarkan binatang-binatang yang berbahaya terus berada
disekitar tempat tinggal kita. Jadi pilihan yang terbaik ialah dengan membunuh
binatang tersebut tanpa menyiksanya terlebih dahulu.
F. Syariat
Islam terhadap Binatang yang Disembelih
1.
Pengertian Binatang yang Disembelih
Penyembelihan menurut bahasa ialah menyempurnakan
kematian. Sedangkan menurut istilah ialah memutus jalan makan, minum, nafas, &
urat nadi pada leher binatang dengan alat tajam, selain gigi, kuku, tulang, &
dan pelaksanaannya sesuai syariat Islam. Jadi binatang yang disembelih ialah
suatu cara untuk melakukan penyembelihan binatang sesuai dengan syariat Islam
untuk dimanfaatkan daging dan lain sebagainya.
2.
Kaifiat Menyembelih Binatang
a.
Binatang tersebut harus disembelih atau ditusuk (nahr) dengan suatu alat yang tajam yang
dapat mengalirkan darah dan mencabut nyawa binatang tersebut, baik alat itu
berupa batu ataupun kayu.
'Adi bin
Hatim ath-Thai pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.: "Ya Rasulullah! Kami berburu dan menangkap seekor binatang, tetapi
waktu itu kami tidak mempunyai pisau, hanya batu tajam dan belahan tongkat yang
kami miliki, dapatkah itu kami pakai untuk menyembelih?" Maka jawab Nabi: "Alirkanlah darahnya dengan apa
saja yang kamu suka, dan sebutlah nama Allah atasnya." (Riwayat Ahmad, Abu
Daud, Nasal, Ibnu Majah, Hakim dan Ibnu Hibban)
b.
Penyembelihan atau penusukan (nahr) itu harus dilakukan di leher binatang tersebut, yaitu: bahwa
kematian binatang tersebut justru sebagai akibat dari terputusnya urat nadi
atau kerongkongannya. Penyembelihan
yang paling sempurna, yaitu terputusnya kerongkongan, tenggorokan dan urat
nadi. Persyaratan
ini dapat gugur apabila penyembelihan itu ternyata tidak dapat dilakukan pada
tempatnya yang khas, misalnya karena binatang tersebut jatuh dalam sumur,
sedang kepalanya berada di bawah yang tidak mungkin lehernya itu dapat
dipotong; atau karena binatang tersebut menentang sifat kejinakannya. Waktu itu
boleh diperlakukan seperti buronan, yang cukup dilukai dengan alat yang tajam
di bagian manapun yang mungkin.
Raafi' bin Khadij menceriterakan: "Kami pernah bersama Nabi dalam
suatu bepergian, kemudian ada seekor unta milik orang kampung melarikan diri,
sedang mereka tidak mempunyai kuda, untuk mengejar, maka ada seorang laki-laki
yang melemparnya dengan panah. Kemudian bersabdalah Nabi: 'Binatang ini
mempunyai sifat primitif seperti primitifnya binatang biadab (liar), oleh
karena itu apa saja yang dapat dikerjakan, kerjakanlah; begitulah."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
c.
Tidak disebut selain asma' Allah; dan ini sudah
disepakati oleh semua ulama. Sebab orang-orang jahiliah bertaqarrub kepada
Tuhan dan berhalanya dengan cara menyembelih binatang, yang ada kalanya mereka
sebut berhala-berhala itu ketika menyembelih, dan ada kalanya penyembelihannya
itu diperuntukkan kepada sesuatu berhala tertentu. Untuk itulah maka al-Quran
melarangnya, yaitu sebagaimana disebutkan dalam firmannya:
"Dan binatang yang disembelih karena selain Allah ... dan binatang
yang disembelih untuk berhala." (al-Maidah: 3)
d. Harus disebutnya nama Allah (membaca
bismillah) ketika menyembelih. Ini menurut zahir nas al-Quran yang mengatakan:
"Makanlah dari apa-apa yang
disebut asma' Allah atasnya, jika kamu benar-benar beriman kepada
ayat-ayatNya." (al-An'am: 118)
"Dan janganlah kamu makan dari apa-apa yang tidak disebut asma' Allah
atasnya, karena sesungguhnya dia itu suatu kedurhakaan." (al-An'am: 121)
3.
Kriteria Binatang yang Disembelih
a.
Binatang yang disembelih tersebut merupakan binatang
yang halal, baik zatnya maupun cara memperolehnya
b.
Binatang tersebut masih dalam keadaan hidup ketika
penyembelihan, bukan dalam keadaan bangkai (sudah mati). Allah Ta’ala
berfirman,
$yJ¯RÎ)
tP§ym
ãNà6øn=tæ
sptGøyJø9$#
tP¤$!$#ur
zNóss9ur
ÍÌYÏø9$#
!$tBur
¨@Ïdé&
¾ÏmÎ/
ÎötóÏ9
«!$#
( Ç`yJsù
§äÜôÊ$#
uöxî
8ø$t/
wur
7$tã
Ixsù
zNøOÎ)
Ïmøn=tã
4 ¨bÎ)
©!$#
Öqàÿxî
íOÏm§
ÇÊÐÌÈ
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi,
dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah [1]. tetapi
Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Baqoroh:173)
[1] Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang
menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.
c.
Alat-alat yang digunakan untuk menyembelih disyaratkan
sebagai berikut:
-
Tajam dan dapat melukai atau tidak tumpul.
-
Terbuat dari batu, bambu, besi dan
benda logam lainnya.
-
Benda tidak terbuat dari kuku, gigi & tulang.
4.
Hikmah Binatang yang Disembelih
a.
Sebagai
bentuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhahanu
Wata’ala (bertaqarrub kepada
Allah)
b.
Berbagi suka kepada keluarga, kerabat, sahaya dan
fakir miskin
c.
Tanda kesyukuran kepada Allah atas karunia-Nya
G. Syariat
Islam tentang Aqiqah
1.
Pengertian Aqiqah
Menurut
bahasa ‘Aqiqah artinya : memotong. Asalnya dinamakan ‘Aqiqah, karena
dipotongnya leher binatang dengan penyembelihan itu. Ada yang mengatakan bahwa
aqiqah adalah nama bagi binatang yang disembelih, dinamakan demikian karena
lehernya dipotong Ada pula yang mengatakan bahwa ‘aqiqah itu asalnya ialah :
Rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu,
rambut ini disebut ‘aqiqah, karena ia mesti dicukur. Sedangkan menurut istilah Aqiqah adalah penyembelihan domba/kambing sesuai dengat syariat Islam untuk bayi yang dilahirkan pada
hari ke 7, 14, atau 21. Jumlahnya 2 ekor untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk
bayi perempuan.
2.
Kaifiat dalam melakukan Aqiqah
a.
Disunnatkan untuk memberi nama dan mencukur rambut
(menggundul) pada hari ke-7 sejak hari lahirnya bayi yang akan Aqiqah. Misalnya lahir pada hari Ahad, ‘aqiqahnya jatuh pada
hari Sabtu.
b.
Bagi anak laki-laki disunnahkan beraqiqah dengan 2
ekor kambing sedangkan bagi anak
perempuan 1 ekor.
c.
‘Aqiqah ini terutama dibebankan kepada orang tua si
anak, tetapi boleh juga dilakukan oleh keluarga yang lain (kakek dan
sebagainya).
d.
Aqiqah ini hukumnya sunnah.
3.
Kriteria Binatang yang Diaqiqahkan
a.
Kambing: sempurna berusia 1 (satu) tahun dan masuk
usia (dua) tahun. Atau boleh
dengan domba:
sempurna berusia 6 (enam) bulan dan masuk bulan ke-7 (tujuh).
b.
Tidak boleh ada anggota badan binatang yang cacat.
c.
Dagingnya tidak boleh dijual.
4.
Hikmah Aqiqah
Aqiqah
Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs
memiliki beberapa hikmah diantaranya :
a)
Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dalam meneladani Nabiyyullah
Ibrahim ‘Alaihi Sallam tatkala Allah Subhanahu Wata’ala menebus
putra Ibrahim yang tercinta Ismail ‘Alaihi Sallam
b)
Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari
syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan
makna hadits, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.”.
Sehingga Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering
mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibnu Al Qayyim Al
Jauziyah “bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh aqiqahnya”.
c)
Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan
syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam
Ahmad mengatakan: “Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya
(dengan aqiqahnya)”.
d)
Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala sekaligus
sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lahirnya sang
anak.
e)
Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam
melaksanakan syari’at Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak
umat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari kiamat.
f)
Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) diantara
masyarakat.
Dan masih banyak lagi hikmah yang
terkandung dalam pelaksanaan Syariat Aqiqah ini.
H. Syariat
Islam tentang Udhiyyah
1.
Pengertian Udhiyah
Qurban
bahasa arabnya adalah al-udhiyah
diambil dari kata adh-ha. Makna adh-ha adalah permulaan siang setelah
terbitnya matahari dan dhuha yang selama ini sering kita gunakan untuk sebuah
nama sholat, yaitu sholat dhuha di saat terbitnya matahari hingga menjadi putih
cemerlang. Adapun al-udhiyah / qurban menurut syariat adalah sesuatu yang disembelih
dari binatang ternak yang berupa unta, sapi dan kambing untuk mendekatkan diri
kepada Allah yang disembelih pada hari raya Idul Adha dan Hari Tasyrik. Hari
Tasyrik adalah hari ke 11, 12, dan 13 Dzulhijah.
2.
Kaifiat dalam Udhiyah
Kaifiat/tatacara berudhiyah sama dengan saat kita akan menyembelih binatang
sesuai dengan syariat Islam seperti pada umumnya. Yang membedakannya ialah
waktu pelaksanaannya. Pelaksanaan Udhiyah ialah hari-hari setelah Hari Raya Idul Adha atau bertepatan dengan tanggal
11, 12, 13 Dzulhijah dan hari-hari inilah yang paling utama.
3.
Kriteria Binatang Udhiyah
a.
Merupakan binatang ternak
Makna Al-An’am sesuai dengan makna
lughawi dan kultur Arab adalah binatang ternak yang berupa unta, sapi dan domba,
(lisanul arab 14/212-213). Hal ini juga serupa dengan ungkapan dari Syaikh Ibnu
Utsaimin dalam Asy-Syarhu Al-Mumthi’: 7/273). Jadi jenis yang boleh dijadikan
kurban adalah unta, sapi dan domba. Sedangkan
kerbau menurut beberapa ulama’ seperti Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh
Al-Utsaimin dan lainnya hukumnya boleh karena termasuk dalam kategori sapi.
b.
Cukup Umur
Ketentuan tentang umur telah
ditentukan oleh syar’i. Rasulullah bersabda, “Janganlah kamu menyembelih
kurban kecuali musinnah kecuali kamu kesulitan, maka boleh kamu menyembelih
domba jadha’ah,” (HR Muslim, 2797).
Musinnah atau biasa disebut dengan
istilah tsaniyyah adalah setiap binatang piaraan (unta, sapi atau kambing) yang
telah gugur salah satu gigi depannya yang berjumlah empat (dua di bagian atas
dan dua di bagian bawah). Adapun dikatakan unta yang musinnah biasanya unta
tersebut telah berumur lima tahun sempurna, sapi yang musinnah adalah sapi yang
telah berumur dua tahun sempurna dan disebut kambing yang musinnah biasanya
kambing tersebut satu tahun sempurna. Sedangkan domba jadha’ah yaitu domba yang
belum genap berumur satu tahun. (Talkhish Kitab Ahkam AlUdhiyyah Wadh-Dhakah,
oleh Syaikh Ibnu Utsaimin, Fiqh As-Sunah 2/34 dan Al-Mu’jam Al-Wasith 101-102)
c.
Tidak Cacat
Rasulullah pernah bersabda mengenai
keadaan binatang yang layak untuk kurban, “Ada empat (yang harus dihindari)
yaitu pincang yang benar-benar jelas pincangnya, buta sebelah yang jelas-jelas
butanya, sakit yang jelas-jelas lemah atau kurusnya,” (HR Abu Daud 2802, at-Tirmidzi 1541, an-nasa’I
7/214, Ibnu Majah 3144, dan dishahihkan al-Albani dalam misykat al-Mshabih 1465).
Yang termasuk cacat adalah pincang,
sebelah matanya buta bukan sekedar juling, sakit yang menyebabkan lemah, lemah
atau kurus akibat terlalu tua, gila dan terpotong sebagian telinga dan cacat
lain yang lebih parah.
Ahli fiqh memakruhkan Al-Adbhaa’ (binatang
yang hilang lebih dari separuh telinga atau tanduknya), al-Muqaabalah (putus
ujung telinganya), al-Mudaabirah (putus telinganya sobek oleh besi pembuat
tanda pada binatang), al-kahrqaa (sobek telinganya), al-Bahqaa (sebelah matanya
tidak melihat), al-batraa (yang tidak memiliki ekor), al-Musyayyah (yang lemah)
dan al-mushfarah (terputus telinganya)
d.
Disembelih pada waktunya
e.
Milik pribadi, binatang
tersebut tidak terkait dengan hak orang lain
4.
Hikmah Udhiyah
a.
Sebagai
bentuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhahanu
Wata’ala (bertaqarrub kepada
Allah)
b.
Menghidupkan kembali sunnah Nabi Ibrahim Alaihi Sallam dan semangat pengorbanannya
c.
Berbagi suka kepada keluarga, kerabat, sahaya dan
fakir miskin
d.
Tanda kesyukuran kepada Allah atas karunia-Nya
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Binatang yang diternakan
adalah binatang yang dengan sengaja dikembangbiakan dan dibudidayakan oleh
manusia dengan tujuan untuk mendapatkan
manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.
2.
Binatang yang dipelihara (pet animal) ialah
binatang yang dengan sengaja dipelihara manusia dengan tujuan
pemeliharaannya ialah untuk menemani
kegiatan manusia, menjadi sahabat manusia atau
untuk memberi kesenangan kepada manusia selaku pemelihara binatang tersebut.
3.
Binatang
yang dijualbelikan ialah kegiatan menjual dan membeli binatang dengan tujuan
untuk dimanfaatkan manusia seperti untuk dipelihara (contoh: hamster, kucing,
ikan hias dll) untuk dikonsumsi (contoh: ayam, sapi, kambing dll) atau untuk
dijadikan sebagai alat pemburu (contoh: anjing)
4.
Binatang
yang diburu ialah upaya menangkap/membunuh binatang liar yang hidup di hutan
atau ditempat lainnya dengan cara menembak, memanah, menombak, membuat jebakan
atau dengan cara dibantu dengan binatang pemburu (anjing, elang dll)
5.
Binatang
yang dibunuh ialah usaha untuk membunuh binatang yang dapat mengganggu
aktivitas dan kegiatan manusia karena jika binatang tersebut dibiarkan saja
dikhawatirkan akan memberikan bahaya kepada manusia dan lingkungan sekitar.
6.
Penyembelihan
binatang ialah memutus jalan makan, minum, nafas, & urat nadi pada leher binatang
dengan alat tajam, selain gigi, kuku, tulang, & dan pelaksanaannya sesuai
syariat Islam.
7.
Aqiqah adalah penyembelihan domba/kambing sesuai dengat syariat Islam untuk bayi yang dilahirkan pada
hari ke 7, 14, atau 21. Jumlahnya 2 ekor untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk
bayi perempuan.
8.
al-udhiyah /
qurban menurut syariat adalah sesuatu yang disembelih dari binatang ternak yang
berupa unta, sapi dan kambing untuk mendekatkan diri kepada Allah yang
disembelih pada hari raya Idul Adha dan Hari Tasyrik.
DAFTAR PUSTAKA
Situs Web:
· http://abdanbaso.blogspot.co.id/2015/08/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
· http://wahidweb.blogspot.co.id/2010/01/binatang-ternak-dalam-islam.html (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
· http://www.ummi-online.com/bolehkah--memelihara-dan-jual-beli-binatang-peliharaan-dalam-islam.html (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
· http://www.seputarakudankamu.tk/2016/04/binatang-binatang-yang-tidak-boleh.html
·
http://www.nu.or.id/post/read/54181/jual-beli-binatang-peliharaan (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
· http://ahmadsudardi.blogspot.co.id/2013/04/berburu-dalam-islam.htmlhttp://ahmadsudardi.blogspot.co.id/2013/04/berburu-dalam-islam.html (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
· https://nasihatonline.wordpress.com/2013/03/06/kriteria-binatang-yang-boleh-dan-tidak-boleh-dibunuh/ (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
· http://media.isnet.org/kmi/islam/Qardhawi/Halal/201172.html (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
· https://syiarislam.net/2010/03/16/tatacara-aqiqah-untuk-anak-menurut-islam/ (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
· http://www.alkhoirot.net/2013/03/aqiqah-akikah-dalam-islam.html (Dikutip sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30
WIB)
· http://www.elhooda.net/2013/10/pengertian-dan-hukum-qurban-udhiyah/ (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
· https://abuthalhah.wordpress.com/2010/10/24/hukum-hukum-udhiyah-qurban/https://abuthalhah.wordpress.com/2010/10/24/hukum-hukum-udhiyah-qurban/ (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB)
· http://www.el-taqwa.com/2014/12/udhiyah-qurban-hukum-keutamaan-waktu.html (Dikutip
sebagian pada Kamis 8 Desember 2016, jam : 7.30-9.30 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar