BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Secara
tekstual, Al-Qur`an diturunkan dengan bahasa Arab yang fasih dan jelas sebagai
mukjizat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk melemahkan syair-syair jāhilī pada waktu
itu. Namun Al-Qur`an tidak hanya merupakan kitab suci yang dispesifikasikan
untuk bangsa Arab, melainkan untuk semua manusia. Dan itu sangat relevan sekali
dengan namanya, yaitu al-Qur`an, yang tidak hanya untuk dibaca, tapi juga juga
dipahami isi-isi kandungan yang tersirat dan tersurat di dalamnya.
Memahami
al-Qur`an tidak semudah seperti halnya memahami koran, sebab selain balāghah-nya
yang tinggi, bahasanya pun masih terbilang asing bagi masyarakat awam yang
non-Arab. Oleh karena itu, muncullah inisiatif-inisiatif baru untuk
menerjemahkan al-Qur`an ke berbagai bahasa, termasuk ke dalam bahasa Indonesia.
Hadirnya
terjemahan tersebut bukan merupakan acuan esensial, namun hanya bersifat
sebagai sarana untuk memudahkan dalam memahami Al-Qur`an tingkat dasar.
Sehingga orang awam tidak buta pengetahuan dengan kita sucinya.
Selain menerjemahkan ke dalam
berbagai bahasa, terdapat beberapa tokoh perintis yang berperan dalam
menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa lain. Dan tidak hanya orang Muslim
saja, bahkan orang Non-Muslim sekalipun tertarik untuk mengetahui isi dari
Al-Qur’an itu sendiri.
Berdasarkan hal ini, maka materi yang akan dibahas di dalam makalah ini
adalah siapa saja tokoh-tokoh perintis dalam menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa tertentu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Siapa saja
tokoh-tokoh perintis penerjemahan Al-Qur’an?
2.
Bagaimana
riwayat penerjemahan dan karya mereka?
3.
Bagaimana
jejak penerjemah Al-Qur’an di Indonesia?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
siapa saja tokoh-tokoh perintis penerjemahan Al-Qur’an
2.
Mengetahui
riwayat singkat mereka dalam melakukan menerjemahkan Al-Qur’an beserta beberapa
karya mereka
3.
Mengetahui
jejak penerjemah Al-Qur’an di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tokoh-Tokoh Perintis Penerjemahan
Al-Qur’an
Kitab Suci Al-Qur’an diturunkan
dalam bahasa Arab, namun kenyataannya agama Islam tak hanya berkembang di
Jazirah Arab, namun hingga ke seantero dunia. Sejatinya Al-Qur’an tak hanya
wajib dibaca, namun juga dikaji, dipahami dan diamalkan.
Seiring berkembangnya ajaran Islam,
maka munculah keinginan dan kesadaran untuk menerjemahkan Al-Qur’an oleh
beberapa tokoh kedalam berbagai bahasa yang ada di dunia. Jika dikaji lebih
dalam, upaya untuk melakukan penerjemahan Al-Qur’an itu telah dimulai sejak
beberapa belas abad silam –ketika Islam mulai menyebar ke berbagai dunia-
bahkan pada saat Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasalam masih hidup.
Dan berikut ini adalah para tokoh
perintis dalam menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam berbagai bahasa di dunia.
1.
Salman Al-Farisi
Sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam
ini merupakan orang yang pertama kali menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa
lain. Dalam sejarah disebutkan ia menerjemahkan surat Al-Fatihah secara lisan
ke dalam bahasa Persia atas permintaan orang-orang Muslim Persia. Namun
terjemahan Al-Farisi ini belum mencakup keseluruhan surah dalam Al-Qur’an,
hanya surah Al-Fatihah saja.
2.
Petrus Agung (1092-1156)
Kepala
biara Gereja Cluny, Prancis ini adalah tokoh Barat yang pertama kali menggagas
upaya penerjemahan Al-Qur’an. Dengan bantuan seorang theolog abad pertengahan berkebangsaan Inggris, Robertus Ketenensis
(1110-1160), dan muridnya Hermannus Dalmatin (1110-1160), ia menerjemahkan teks
Al-Qur’an ke dalam bahasa Latin yang diberi judul 'Lex Mahumet pseudoprophete' pada tahun 1143 M.
3.
Louis (Ludovico) Maracci (1612-1700)
Terjemahan
Al-Qur’an berbahasa Latin yang paling masyhur dan banyak menjadi rujukan kaum
orientalis[1]
adalah milik Louis (Ludovico) Maracci, seorang pastur berkebangsaan Italia.
Terjemahan Al-Qur’an karya Maracci ini menyertakan teks Arab dan ulasan panjang
yang berisi penolakan terhadap Islam.
4.
Andre du Ryer (1580-1660)
Orientalis
berkebangsaan Prancis ini merupakan tokoh yang pertama kali membuat terjemahan Al-Qur’an
berbahasa Prancis. Ia menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Prancis langsung
dari teks aslinya bahasa Arab. Pengalamannya tinggal lama di Istanbul dan Mesir
membuatnya menguasai bahasa Arab dengan baik. Karyanya ini diberi nama L'Alcoran de Mahomet.
5.
Salomon Schweigger (1551-1622)
Pendeta
Gereja Noremberg ini adalah orang yang pertama kali melakukan penerjemahan Al-Qur’an
ke dalam bahasa Jerman. Ia menerjemahkan Al-Qur’an tersebut dari sebuah
terjemahan Al-Qur’an berbahasa Italia. Terjemahan karya Schweigger ini diberi
nama Alcoranus Mahometicus.
6.
Andrea Arrivabene (1534-1570)
Versi
terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Italia pertama kali dibuat oleh Andrea
Arrivabene. Karya terjemahan yang diberi nama L'Alcorano di Macometto ini merupakan hasil menerjemahkan karya
terjemahan Petrus Agung.
7.
Hendrik Jan Glasemaker
Ia
merupakan orang pertama yang diketahui membuat terjemahan Al-Qur’an dalam
bahasa Belanda. Ia menerjemahkan Al-Qur’an bersumberkan pada sebuah terjemahan Al-Qur’an
versi bahasa Prancis. Terjemahan karya Glasemaker ini diberi judul Mahomets Alkoran.
8.
Alexander Ross (1590-1654)
Ia
adalah orang yang pertama kali menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris.
Al-Qur’an terjemahan Ross ini dibuat pada tahun 1649 dengan mengadopsinya dari
terjemahan Al-Qur’an berbahasa Prancis, L'Alcoran
de Mahomet.
9.
Gustav Flugel (1802-1870)
Penulis
berkebangsaan Jerman ini memiliki dari 20 karya seputar agama Islam, Sastra dan
ilmu-ilmu mengenai bahasa Arab. Paling terkenalnya adalah Nujum Al-Qur’an fi Atraf Al-Qur’an, ditulis
pada tahun 1842 di kota Leibzigh. Ulama-ulama universitas al-Azhar memberikan
perhatian besar terhadap karya ini, mereka kemudian menunjuk Fuad Muhammad
Abdul Baqi untuk menerjemahkan karya Flugel ke dalam bahasa Arab yang kemudian
diberi nama al-Mu’jam al-Mufahraz Li
al-Fadz Al-Qur’an.[2]
Jules
Labum bisa dikategorikan sebagai penerjemahan dan peneliti Al-Qur’an penting
yang sezaman dengan Flugel dan Edward Moonitea. Juga dengan usul dan sponsor
pihak al-Azhar, karyanya kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh
Muhammad Fuad Abdul Baqi dengan judul Tafsil
Ayat Al-Qur’an al-Karim.[3]
10.
Theodor Noldeke (1836-1931)
Dikenal
sebagai bapak Mustasyriqun[4]
dan peneliti Islam barat, Ia juga adalah pendiri ilmu Sejarah Al-Qur’an dalam
kalangan Westerian[5].
Theodor pada umur 20 tahun di awal Doktoralnya menulis Sejarah Al-Qur’an dan
setelah 10 tahun, ia melanjutkan penelitian lebih dalam terhadap tulisannya
tersebut. Karya terpenting Theodor yang sekaligus menjadi referensi peneliti
setelahnya adalah Geschicte des Qorans. Disayangkan, setelah berlalu 170 tahun
sampai sekarang buku ini belum diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.[6]
11.
Ignaz Goldziher (1850-1921)
Karya
terpentingnya adalah Metodologi Tafsir Al-Qur’an. karena bukunya ini juga,
kalangan Westerian kemudian menobatkannya sebagai Founding Father Metodologi Tafsir Al-Qur’an. Buku ini diterjemahkan
dua kali oleh Dr. Ali Hasan Abdul Kadir dengan judul al-Mazahib al-Islamiyah fi Tafsir Al-Qur’an dan oleh Dr. Abdul
Halim Bakhar dengan judul Mazahib
at-Tafsir al-Islamy.[7]
12.
Regis Blachere (1990-1973)
Tokoh
kelahiran Paris ini, bersama ayahnya hijrah ke Aljazair dan Maroko yang ketika
itu dalam wilayah jajahan Prancis, di kedua Negara ini jugalah ia mempelajari
bahasa Arab dan ilmu-ilmu keislaman. Ia memiliki banyak karya dalam sastra Arab
dan Islam, di antara yang paling penting adalah;
a.
Dar Astaneh Qur’an
Diterjemahkan
oleh Dr. Mahmud Ramyar. Dalam bukunya ini, Ia mengkritik matodologi tafsir Al-Qur’an,
kelemahan Westerian dalam memahami Al-Qur’an. Selain itu, bukunya yang
menertibkan Al-Qur’an sesuai dengan susunan turunnya, adalah karyanya yang
penting.
b.
Dar Amadiy-e bar Qur’an
Diterjemahkan
oleh Dr. Asadullah Mubassyri. Terdiri dalam pembahasan sejarah singkat
bacaan-bacaan Qur’an, sejarah hidup Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam periode Makkah, tafsir dan mufassirun
dll.
13.
Artor Jeffri (Awal Abad ke 20)
Seorang
guru universitas Amerika di Beirut dan universitas Kairo. Tokoh ini juga
memeliki sejumlah karya tentang Islam dan Qur’an, yang terpenting di antaranya;
a.
The Foreign Vocabulary of The Qur’an, dicetak pada tahun 1938, telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dengan judul Wachehay-e dakhily dar Qur’an oleh Dr. Faridun Badreh’ie.
b.
Koreksi atas kitab
al-Mashahib karya Sajistany untuk kali pertama. Buku ini kemudian menjadi
buku panduan untuk para mahasiswanya.[8]
14.
Motogomery Watt (1909)
Ia
mendapat gelar Doktoralnya di bidang filsafat dengan desertasi Jabr dan Ikhtiar
dalam Islam. Setelah itu, ia kemudian aktif dalam meneliti Islam dan Qur’an
bekerjasama dengan gereja Protestan Inggris. Pernah juga menjadi ketua badan
reseach Al-Qur’an di universitas London.
Di antara tulisan Watt yang penting
adalah;
a.
Introduksi untuk Al-Qur’an
Lain
dari Westerian yang lain, dalam bukunya ini, Watt mengkritik nabi Muhammad
lebih ilmiah dan menjauhi bahasa celaan pedas sebagaimana yang dilakukan
kelompoknya. Karyanya yang lain; Muhammad
pada periode Makkah, Muhammad pada periode Madinah, Muhammad, Nabi dan
Pemimpin, dan Wahyu Islam dalam Era
Modern. [9]
15.
Toshihiko Izutshu (1914)
Profesor
kelahiran Tokyo Jepang ini, setelah mengenal baik bahasa Arab, ia kemudian
mulai meneliti buku-buku menyangkut Islam, universitas Mac Gill kemudian
memanggilnya untuk mengajar. Izutshu, melalui kerjasama dengan Dr. Mahdi
Muhaqqiq, silsilah pengetahuan sekitar Iran ia telusuri. Karya-karyanya yang
terpenting adalah;
a.
Menerjemahkan Al-Qur’an pertama kali ke dalam bahasa Jepang
b.
Tuhan dan Manusia dalam Al-Qur’an, diterjemahkan oleh Ahmad Aram
16.
Aro Rippin (1950)
Salah
satu dari peneliti Islam dan Al-Qur’an ini adalah kelahiran London, ia lulusan
fakultas ma’arif ad-Din universitas Toronto, sedang gelar master-nya ia raih di
universitas Mac Gill jurusan Ilmu Islam. Paparan tesisnya tahun 1977 berjudul Istilahat al-Mutaradif wa Ma’aniha fi Al-Qur’an
memuai pujian sebagaimana desertasi doktoralnya tahun 1981 berjudul Mutun asbab Nuzul Al-Qur’an. Rippin,
menjadi salah seorang anggota Akademi Agama di Kanada dan Amerika, Komunitas
penelitian Timut-tengah di Inggris dan guru di universitas Michigan, dan
universitas Victoria Kanada. Ia telah menulis puluhan makalah dalam bidang
Qur’an, Ensiklopedia agama dan Injil serta puluhan lainnya seputar agama Islam.[11]
17.
Umar Mita (1892)
Penerjemahan Al-Qur’an ke dalam
bahasa Jepang karya Mita terbit pada 1972. Sebelumnya telah ada terjemahan
Kitabullah yang terbit pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, semua penerjemahan
dilakukan oleh non-Muslim. Mita-lah Muslim pertama yang menerjemahkan Al-Qur’an
ke dalam bahasa Jepang.
“Meskipun, setidaknya ada tiga
terjemahan Alquran dalam bahasa Jepang sebelum ia mulai menulis terjemahan,
tetapi ketiganya dilakukan oleh orang-orang non-Muslim yang tampaknya tidak
memiliki perspektif yang benar tentang agama kami,” dikutip dari Japanesse Muslim.
Mita selesai menerjemahkan pada
1968. Pada 1970, ia mengajukan revisi terjemahannya kepada Liga Muslim Dunia
yang bermarkas di Makkah. Enam bulan setelah revisi, Al-Qur’an terjemahan
tersebut dicetak di Hiroshima.
Lalu pada 10 Juni 1972, pencetakan
selesai dan terjemahan mulai diterbitkan. Hingga penerbitannya, Mita
menghabiskan waktu tak singkat, yakni 12 tahun. Saat itu, usia Mita pun tak
lagi muda, yakni menuju 80 tahun.
Setelah banyak menorehkan kiprah
dalam perkembangan Islam di negerinya dan meninggalkan banyak warisan bagi
Muslimin Jepang, Mita menghembuskan napas terakhir. Ia meninggal pada 1976
dalam usia 82 tahun. Hingga kini, karya terjemahan Mita masih digunakan
Muslimin Jepang.
18.
Marmaduke Pickthall (1875-1936)
Pada awalnya Pickthall adalah
seorang Kristen, namun pada tahun 1917, ia mulai memeluk agama Islam. Namanya
pun berubah menjadi Muhammad Marmaduke William Pickthall. Ia mulai mempelajari
dan memperdalam hal-hal tentang Islam termasuk Al-Qur’an.
Pickthall ingin sekali menerjemahkan
Al-Qur’an kedalam bahasa Inggris. Akhirnya, pada tahun 1930, ia berhasil
mewujudkan keinginannya, yang berjudul “The Meaning Of The Glorious Koran”. Dan
Pickthal merupakan Orang Inggris yang beragama Islam pertama yang menerjemahkan
Al-Qur’an ke dalam bahasa Inggris
B.
Jejak Tokoh Perintis Penerjemahan Al-Qur’an di Indonesia
Penerjemahan Al-Qur’an ke dalam
bahasa Melayu telah dilakukan sejak pertengahan abad ke-17 M. Adalah Abdul
Ra'uf Fansuri, seorang ulama dari Singkel (sekarang masuk wilayah Aceh) yang
pertama kali menerjemahkan Al-Qur’an secara lengkap di bumi Nusantara.
Meski terjemahannya disebut kurang
sempurna dari tinjauan ilmu bahasa Indonesia modern, Abdul Ra'uf Fansuri bisa
dikatakan sebagai tokoh perintis penerjemahan Al-Qur’an berbahasa Indonesia.
Setelah munculnya terjemahan Al-Qur’an karya Abdul Ra'uf Fansuri, hampir tak
ditemukan lagi terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Indonesia hingga abad ke-19 M.
Abdur Ra’uf menimba di Arab
Saudi sejak 1640. Ia kembali ke Tanah Air pada 1661. Ulama terkemuka itu lalu
menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Melayu dalam tafsir Tarjuman
al-Mustafid. Tafsir Al-Qur’an pertama di Nusantara itu disambut umat
Islam yang bersemangat mempelajari dan memahami isi ajaran Al-Qur’an.
Selain di Indonesia, tafsir tersebut
juga digunakan oleh umat Islam di Singapura dan Malaysia. Tafsir itu
pernah diterbitkan di Singapura, Penang, Bombay, Istanbul (Matba’ah al-usmaniah, 1302 H/ 1884 M dan 1324 H/ 1906 M), Kairo (Sulaiman al-Maragi), serta Makkah (al-Amiriah).
Menurut Azyumardi Azra, Abdul Ra’uf
menulis terjemahan Al-Qur’an ke dalam bahasa Melayu dalam perlindungan dan
fasilitas penguasaan Aceh, ketika itu. Ia sangat yakin, karya besar itu ditulis
di Aceh. Tarjuman Mustafid karya Abdul Ra’uf merupakan salah satu petunjuk
besar dalam sejarah keilmuan Islam, khususnya tafsir di tanah Melayu.
Penerjemahan generasi kedua di
Indonesia muncul pada pertengahan tahun 60-an. Baru di awal abad ke-20 M,
sejumlah karya-karya terjemahan Al-Qur’an lengkap dengan tafsirnya dibuat. Di
antara karya-karya tersebut adalah Al-Furqan
oleh A Hassan dari Bandung (1928), Tafsir
Hidayatur Rahman oleh KH Munawar Chalil, Tafsir Qur'an Indonesia oleh Mahmud Yunus (1935), Tafsir Al-Qur'an oleh H Zainuddin Hamid
cs (1959), Tafsir Al-Qur'anil Hakim oleh
HM Kasim Bakry cs (1960).
Munculnya terjemah atau tafsir
lengkap, menandai lahirnya generasi ketiga pada tahun 70-an. tafsir generasi
ini biasanya memberi pengantar metodologis serta indeks yang akan lebih
memperluas wacana masing-masing. tafsir An-Nur/Al-Bayan
(Hasbi Ash-Shiddieqi, 1966), Tafsir
Al-Azhar (Hamka, 1973), Tafsir
Al-Quranul Karim (Halim Hasan cs, 1955) dianggap mewakili generasi ketiga.
Kendati karya-karya terjemahan Al-Qur’an
berbahasa Indonesia masih terbilang sedikit, namun pemerintah Republik
Indonesia menaruh perhatian besar terhadap terjemahan Al-Qur’an ini. Hal ini
terbukti bahwa penerjemahan Al-Qur’an masuk dalam Pola I Pembangunan Semesta
Berencana[12],
sesuai dengan keputusan MPR.
Untuk melaksanakan program ini
Kementerian Agama pada masa itu telah membentuk sebuah lembaga Yayasan
Penyelenggara Penterjemah / Penafsir Al-Qur’an yang diketuai oleh Prof RHA
Soenarjo SH, mantan Rektor IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, waktu itu. Tim ini
beranggotakan para ulama dan para sarjana Islam yang mempunyai keahlian dalam
bidangnya masing-masing.
Pada masa Orde Baru, pemerintah
selalu mencetak kitab suci Al-Qur’an. Pada Repelita V (1984-1989), misalnya,
telah dicetak 3.729.250 buah Al-Qur’an, terdiri dari Mushaf Al-Qur’an, Juz
'Amma, Al-Qur’an dan Terjemahannya, serta Al-Qur’an dan Tafsirnya.
Atas masukan dan saran masyarakat
serta pendapat Musyawarah Kerja Ulama Al-Qur’an ke XV (23-25 Maret 1989),
terjemah dan tafsir Al-Qur’an tersebut disempurnakan oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Lektur Agama[13]
bersama Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an.[14]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penerjemahan Al-Qur’an sudah dimulai
sejak berabad-abad lalu, bahkan sudah diterjemahkan pada zaman Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yakni melalui salah satu sahabatnya yang bernama
Salman Al-Farisi. Bahasa Al-Qur’an tersebut diubah pertama kalinya kedalam
bahasa Persia, tetapi tidak secara keseluruhan surah dalam Al-Qur’an, namun hanya
Surah Al-Fatihah saja.
Tokoh-tokoh Orientalis yang sebagian
tersebar di wilayah Eropa mulai melirik dan melakukan penerjemahan Al-Qur’an ke
dalam berbagai bahasa, seperti : Italia, Inggris, Latin, Prancis, Belanda dan
lainnya sebagainya. Tujuan mereka melakukan penerjemahan salah satunya ialah
untuk mempelajari Kitab Suci Umat Islam, tetapi sebagian besar dari mereka
tidak hanya mempelajari saja, namun mereka juga bermaksud mengalahkan kekuatan
Islam dan menyebarkan fitnah seputar kebenaran isi dalam Al-Qur’an
Selain itu, tujuan dilakukan
penerjemahan Al-Qur’an oleh beberapa tokoh Islam sendiri ialah untuk lebih memahami isi kandungan
Al-Qur’an dan untuk memahami ilmu-ilmu keislaman lebih dalam
Abdul Ra’uf Fansuri adalah ulama
pertama yang menerjemahkan Al-Qur’an kedalam bahasa Melayu sekitar abad ke-17,
walaupun dalam tatabahasa nya belum sempurna, tapi beliau adalah satu-satunya
tokoh perintis yang memiliki peran besar dalam menerjemahkan Al-Qur’an sampai
abad ke-19, ulama-ulama setelahnya pun banyak yang merujuk kepadanya dalam
menerjemahkan Al-Qur’an kedalam bahasa Melayu.
DAFTAR PUSTAKA
Baqi , Muhammad Fuad Abdul, Tafsil Ayat Al-Qur’an al-Karim. Kairo: Dar al-Masyriq, tth.
Poin, Riwayat hidup Goldziher. Jakarta: Citra Pustaka, 1996.
Zamani, Hasan, Tarikh Harakat al-Istisyraq. Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyyah, tth.
_____________, Naqd-e Barrasi Ara-e Mustasyriqan Dar Baray-e Qur’an. Lebanon, t.p., tth.
·
http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.co.id/2012/05/Al-Qur’an-terjemahan.html
(Dikutip Kamis, 3 Maret 2016, jam 10.00)
·
http://hasnanadip.blogspot.co.id/2015/04/karakteristik-terjemah-al.html
(Dikutip Kamis, 3 Maret 2016, jam 10.00)
·
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/04/17/m2mbye-inilah-para-tokoh-perintis-penerjemahan-Al-Qur’an
(Dikutip Kamis, 10 Maret 2016, jam 13.30)
·
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/04/17/m2mmqq-jejak-penerjemahan-Al-Qur’an-di-indonesia
(Dikutip Kamis, 10 Maret 2016, jam 13.30)
·
https://www.satuislam.org/tokoh/umar-mita-penerjemah-alquran-ke-dalam-bahasa-jepang/ (Dikutip Jum’at, 18
Maret 2016, jam 09.00)
·
http://qomahyuko.blogspot.co.id/2015/08/tokoh-tokoh-dalam-agama-islam-1.html?m=1 (Dikutip Jum’at, 18
Maret 2016, jam 09.00)
[1] Kaum kafir yang membenci Islam dan berusaha membuat
keraguan-keraguan tentang Islam kepada orang-orang Muslim itu sendiri
khususnya.
[2] Maussuat al-Qur’an wa al-Istisyraq, jil. 1
[3] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Tafsil Ayat Al-Qur’an al-Karim (Kairo:
Dar al-Masyriq, tth.)
[4] Mustasriqun=orientalis
[5] Westerian=kebarat-baratan/orang-orang barat
[6] Ibid
[7] Poin, Riwayat hidup Goldziher (Jakarta: Citra Pustaka, 1996), h.
34.
[8] Ibid.
[9] Ibid, WM. Watt
[10] Gustaff fi al-Mizan, Syarqy Abu Khalil, Hal. 4-7
[11] Gulestan-e Qur’an, Edisi III, Hal. 16
[12] Pembangunan yang bersifat menyeluruh untuk menuju tercapai
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila
[13] Lembaga yang didirikan untuk meneliti tentang lektur (bacaan)
Agama, yaitu Kitab Suci Al-Qur’an dari masa Klasik hingga kontemporer
[14] Lembaga yang membantu Mentri Agama dalam bidang Pentashihan
(pembenaran/pengesahan) Mushaf Al-Qur’an, baik dalam bentuk cetak ataupun
melalui Alat Elektronik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar