Pembahasan
Soal
1.
Sekitar Thaharah, coba Anda jelaskan tentang
fungsi air, tatacara penggunaan serta macam-macamnya! Disertai dalil Naqli yang
berkaitan (Al-Qur’an dan As-Sunnah)
2.
Jelaskan
disertai dengan contoh perbedaan najis dan kotoran dan tatacara
membersihkannya! Disertai dalil Naqli yang berkaitan (Al-Qur’an dan As-Sunnah)
3.
Kapan
Anda melaksanakan Wudhu dan Tayamum? Jelaskan secara terurai disertai dengan
tatacaranya
4.
Kemukakan
pendapat Anda tentang syarat sah, syarat wajib, rukun dan sunnah yang berkaitan
dengan Wudhu dan Shalat!
5.
Kemukakan
pengalaman anda pada saat melaksanakan Shalat!
Jawaban
1. Sekitar Thaharah, coba Anda jelaskan tentang
fungsi air, tatacara penggunaan serta macam-macamnya! Disertai dalil Naqli yang
berkaitan (Al-Qur’an dan As-Sunnah)
a.
Fungsi air
øÎ) ãNä3Ïe±tóã }¨$yèZ9$# ZpuZtBr& çm÷YÏiB ãAÍit\ãur Nä3øn=tæ z`ÏiB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB Nä.tÎdgsÜãÏj9 ¾ÏmÎ/ |=Ïdõãur ö/ä3Ztã tô_Í Ç`»sÜø¤±9$# xÝÎ/÷zÏ9ur 4n?tã öNà6Î/qè=è% |MÎm7sWãur ÏmÎ/ tP#yø%F{$# ÇÊÊÈ
(ingatlah),
ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-Nya,
dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan
hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk
menguatkan hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu)[1]. (Q.S. Al-Anfal : 11)
[1]
Memperteguh telapak kaki disini dapat juga diartikan dengan keteguhan hati dan
keteguhan pendirian.
Dalam ayat
ini menjelaskan bahwa fungsi hujan adalah untuk menyucikan, untuk membersihkan.
Hal ini terjadi pada saat perang Badr. Waktu itu, pasukan muslimin hanya
sekitar 300 orang sedangkan lawannya adalah sekitar 1000 orang. Karena sangat
khawatir, Rasulullah meminta pertolongan kepada Allah SWT. Kemudian Allah pun
memberikan kekuatan dan ketenangan, yaitu dengan menurunkan hujan. Dimulai
dengan diberikan rasa kantuk, kemudian diturunkan hujan. Sehingga dengan
turunnya hujan tersebut bisa digunakan untuk membersihkan diri
uqèdur üÏ%©!$# @yör& yx»tÌh9$# #Mô³ç0 ú÷üt/ ôyt ¾ÏmÏGyJômu 4 $uZø9tRr&ur z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB #YqßgsÛ ÇÍÑÈ
Dia lah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar
gembira dekat sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); dan Kami turunkan dari
langit air yang Amat bersih, (Q.S. Al-Furqon : 48)
Dalam ayat ini
Allah Subhanahu Wata’ala menyebutkan bahwa hujan turun
sebagai Rahmat, “Ma’aan thohuran, air
yang sangat bersih”, inilah sifat air hujan. Namun manusia seringkali menyebut
bahwa hujan itu sebagai pembawa bencana. Sebenarnya yang membawa bencana bukanlah
air hujannya melainkan tindakan manusia yang melampaui batas sehingga membuat
keseimbangan alam terganggu yang mengakibatkan ketika turun hujan terjadi
bencana banjir.
Selain sebagai Rahmat, fungsi
lain air hujan ialah:
·
Air suling, filtrasi. Air yang dididihkan pada suhu
100 derajat celcius hingga menjadi uap, kemudian dikondensasi membentuk butiran
air. Dengan kadar-kadar kejernihan tinggi/sangat jernih.
·
Air hujan, air suling yang paling baik.
Sains dan
teknologi telah menunjukkan hal ini. Air yang ada diuapkan, kemudian
dikondensasi, kemudian diturunkan dalam bentuk hujan. Jadi ketika Allah SWT
menyebut hal ini tidak sembarangan. Air hujan ini memiliki karakteristik
tertentu.
·
Air hujan mampu menjadi pembersih (udara, kulit),
menyerap kotoran yang ada.
Jadi
sebenarnya ketika orang tua melarang main hujan-hujanan karena takut sakit itu
yang berbahaya bukan air hujannya. Air hujannya bersih, namun di sekitarnya
banyak mengandung polutan dan air hujan ini berfungsi untuk membersihkan udara.
Pembasmi kotoran terbaik. Yang mampu mensterilkan, membersihkan bumi yang
tercemar. Sehingga ketika air hujan yang bercampur dengan polutan ini mengenai
badan dapat menyebabkan sakit.
·
Thohuran yang berarti: menghilangkan berbagai kotoran
$uZù=yèy_ur $pkÏù zÓźuru ;M»yÏJ»x© /ä3»uZøs)ór&ur [ä!$¨B $Y?#tèù ÇËÐÈ
dan Kami jadikan padanya
gunung-gunung yang tinggi, dan Kami beri minum kamu dengan air tawar (Q.S. Al-Mursalat : 27)
Air ini memiliki beda fungsi:
·
Al maa’ al
furaat berarti nikmat rasanya
·
Berbeda dengan air hujan, yang memiliki kemampuan
membasmi bakteri, kuman, tidak memiliki rasa.
·
Air yang kita minum (sumur, sungai, mata air) terasa
segar karena mengandung mineral yang bermanfaat untuk kehidupan manusia,
tumbuhan, dan hewan.
·
Air mengandung 13 unsur garam mineral. Diantaranya N,
P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, Cl.
Bagi tubuh, air juga memiliki banyak fungsi, yaitu:
·
Fungsi terbesar air adalah untuk melancarkan aliran
darah dan mendorong metabolisme.
·
Air berfungsi menghidupkan kehidupan bakteri dalam
usus dan enzim
·
Air berfungsi mengeluarkan kotoran dan racun (dioksin,
polutan, bahan-bahan tambahan makan yang bersifar karsinogen).
·
Air berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Jadi, Air memiliki banyak fungsi dalam kehidupan kita di dunia, kaitannya
dengan thaharah, maka dalam hal ini air berfungsi untuk membersihkan diri/badan
kita (baik berupa Wudhu, Mandi atau hanya sekedar membersihkan bagian badan
tertentu dari kotoran/najis)
b.
Tatacara Penggunaan Air
Beberapa tatacara dalam menggunakan air ialah sebagai berikut:
1)
Menggunakan
air secara hemat (seperlunya)
2)
Lebih
memilih air Mutlak (Suci dan Mensucikan) ketika hendak bersuci (seperti
berwudhu dan mandi) kecuali dalam keadaan darurat)
3)
Menggunakan
air dengan takaran yang cukup (minimal 2 kullah / sekitar 216 liter) ketika
hendak berwudhu
4)
Tidak
menggunakan air yang dipanaskan atau disimpan dalam logam yang berkarat (air
musyammas)
5)
Lebih
memilih bersuci dengan air yang mengalir daripada yang tergenang.
c.
Macam-Macam Air
1) Air Mutlak.
Adalah air yang suci, tidak tercampur apapun di dalamnya, sehingga bisa
digunakan untuk mensucikan. Seluruh ulama sepakat, bahwa air mutlak bisa
digunakan untuk bersuci. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Macam-macam air Muthlak :
a)
Air hujan, salju atau es, dan air embun, berdasarkan Firman Allah dalam surat Al-Anfal : 11 dan
Al-Furqon : 48 yang telah disebutkan sebelumnya.
Juga berdasarkan hadits Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu katanya:
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasalam bila membaca takbir di
dalam sembahyang diam sejenak sebelum membaca Al-Fatihah, maka saya tanyakan:
Demi kedua orangtuaku wahai Rasulullah! Apakah kiranya yang Anda baca ketika
berdiamkan diri di antara takbir dengan membaca Al-Fatihah? Rasulullah pun
menjawab:
Saya membaca: Ya Allah, jauhkanlah daku dari
dosa-dosaku sebagaimana Engkau inenjauhkan Timur dan Barat. Ya Allah
bersihkanlah daku sebagaimana dibersihkannya kain yang putih dan kotoran. Ya
Allah, sucikanlah daku dan kesalahan-kesalahanku dengan salju, air dan embun.
(H.R. Jamaah kecuali Turmudzi)
b)
Air laut,
berdasarkan hadits Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu. katanya:
Seorang laki-laki menanyakan kepada Rasulullah,
katanya: Ya Rasulullah, kami biasa berlayar di lautan dan hanya membawa air
sedikit. Jika kami pakai air itu untuk berwudhuk, akibatnya kami akan kehausan,
maka bolehkah. kami berwudhuk dengan air laut? Berkatalah Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasalam.:
Laut itu airnya suci lagi mensucikan, dan bangkainya
halal dimakan. (Diriwayatkan oleh Yang Berlima)
Berkata Turmudzi: Hadits ini hasan lagi shahih,
dan ketika kutanyakan kepada Muhammad bin Ismail al-Bukhari tentang hadits ini,
jawabnya ialah: Hadits itu shahih.
c)
Air telaga/sumber mata air, karena apa yang
diriwayatkan dan Ali rodhiallahu ‘anhu: Artinya:
Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam
meminta seember penuh dan air zamzam, lalu diminumnya sedikit dan dipakainya
buat berwudhuk. (H.R. Ahmad)
d) Air Sungai
e) Air Embun
f) Air Sumur
2) Air
Musta’mal
Air musta’mal adalah air
yang sudah dipakai/digunakan. Perbedaan pendapat (khilafiyah) di kalangan ulama
terjadi saat menentukan apakah air musta’mal itu suci dan mensucikan ataukah
suci tetapi tidak mensucikan muthohhir).
Dan perbedaan ini terjadi
dikarenakan sudut pandang yang berbeda mengenai dalil yang ada, dan dalil
tersebut juga sama2 shahih. Jadi, tidak perlu diperdebatkan dan diperuncing
masalah perbedaan yang ada, yang penting sekarang adalah, menyikapi perbedaan
yang ada dengan sikap yang arif, seperti para Imam Madzhab yg muktabar
terdahulu menyikapi perbedaan pendapat di antara mereka.
Perbedaan pendapat
(khilafiyah) yang ada mengenai “Air Musta’mal” adalah sebagai berikut :
a)
Pendapat Yang Mengatakan Air
Musta’mal adalah Suci Tetapi Tidak Mensucikan.
Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah :
Dari seorang sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita
(istri) mandi dengan air bekas mandi laki-laki (suami), atau laki-laki (suami)
mandi dengan air bekas mandi wanita (istri), dan hendaknya mereka berdua
menciduk air bersama-sama.” Dikeluarkan oleh Abu Dawud, An Nasa-i, dan sanad-sanadnya shahih.
b)
Pendapat Yang Mengatakan Air
Musta’mal adalah Suci dan Mensucikan.
Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah :
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu : “Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mandi dengan air bekas mandinya Maimunah
radiyallahu ‘anha. (HR. Muslim no. 323).
Oleh ashabus sunan, “sebagian istri-istri nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam- (Maimunah) mandi di dalam bak. Lalu beliau
datang untuk mandi dengan airnya. Lalu Maimunah berkata, “Saya sedang junub”,
lalu beliau bersabda, “sesungguhnya air tidak tercemar oleh junub”.
Hadits tersebut menerangkan tentang bolehnya menggunakan air musta’mal
untuk bersuci. Bagaimana hubungannya dengan hadits larangan mandi di air yang
tidak mengalir dan hadits larangan mandi air bekas mandi sebelumnya?!
Untuk melakukan kompromi atas
hadits-hadits tersebut di atas, maka ulama yang mendukung pendapat air
musta’mal bisa digunakan untuk bersuci mengatakan bahwa “larangan” pada hadits
yg berbicara tentang larangan mandi menggunakan air bekas mandi di atas adalah
larangan tanzih (makruh), tidak sampai hukum “haram”. Karena hadits-hadits di
atas sama-sama shahih, maka harus dikompromikan.
Berarti mandi dengan air bekas mandi sebaiknya tidak dilakukan jika masih
bisa ditemukan air yang jauh lebih bersih. Tetapi, jika kondisi tidak
memungkinkan, maka air bekas boleh digunakan untuk bersuci dan bisa mensucikan.
Menurut ilmu kedokteran/kesehatan pun hal ini dilarang.
Selain itu larangan tersebut juga mengandung hikmah di dalamnya, yaitu
kebersihan lebih diutamakan dalam melakukan thoharoh (bersuci).
3) Air Yang
Bercampur Najis
Ada dua pendapat sehubungan dengan air yang bercampur dengan najis ini.
a)
Pendapat yang mengatakan,
air menjadi najis karena tercampuri najis jika air itu sedikit, walaupun tidak
merubah bau, rasa, atau warna air tersebut. Pendapat ini dipegang oleh Imam
Hanafi, Imam Syafi’i dan Imam Hmbali.
Masalah jumlah air yang sedikit tersebut, berapa batasannya..?! ada dua pendapat juga mengenai batasan jumlah air tersebut. Sedikitnya air menurut Abu Hanifah adalah air yang jika digerakkan di satu ujung wadahnya, maka ujung lainnya juga ikut bergerak. Adapun sedikitnya air menurut madzhab Syafi’i dan Ahmad (Hanabilah) adalah air yang kurang dua kullah. Ini sesuai hadits :
Masalah jumlah air yang sedikit tersebut, berapa batasannya..?! ada dua pendapat juga mengenai batasan jumlah air tersebut. Sedikitnya air menurut Abu Hanifah adalah air yang jika digerakkan di satu ujung wadahnya, maka ujung lainnya juga ikut bergerak. Adapun sedikitnya air menurut madzhab Syafi’i dan Ahmad (Hanabilah) adalah air yang kurang dua kullah. Ini sesuai hadits :
Dari Abdullah bin Umar radiyallahu ‘anhuma dia
berkata (bahwa) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “jika air
mencapai dua kullah, maka (air tersebut) tidak mengandung kotoran [najis]”.
Dalam lafadz lain: “(air tersebut) tidak ternajisi.” ( Dikeluarkan oleh imam
yang empat, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, dan Ibnu Hibban)
b)
Pendapat yang mengatakan
bahwa, jika air tidak merubah bau, rasa, atau warnanya, maka air tersebut tidak
najis (suci). Ini adalah pula pendapat dan Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Hasan
Basri, Ibnul Musaiyab, Ikrimah, Ibnu Abi Laila, Tsauri, Daud Azh-Zhahiri,
Nakhai, Malik dan lain-lain. Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi :
Seorang badui berdiri lalu kencing di masjid.
Orang-orang pun sama berdiri untuk menangkapnya. Maka bersabdalah Nabi saw:
Biarlah dia, hanya tuangkanlah pada kencingnya setimba atau seember air! Kamu
dibangkitkan adalah untuk memberi keentengan/kemudahan, bukan untuk
menyukarkan. (H.R. Jamaah kecuali Muslim)
Dari
hadits di atas, bisa diambil kesimpulan, bahwa air yang sedikit tetapi bisa menghilangkan
bau, rasa dan warnanya, maka air tersebut bisa mensucikan.
2.
Jelaskan disertai dengan contoh perbedaan najis dan
kotoran dan tatacara membersihkannya! Disertai dalil Naqli yang berkaitan
(Al-Qur’an dan As-Sunnah)
a.
Perbedaan najis dan kotoran
Najis menurut bahasa artinya kotor, atau segala
sesuatu yang dianggap kotor. Menurut istilah syariat Islam,. Najis adalah
kotoran yang menghalangi sahnya ibadah. Sedangkan kotoran pun artinya keadaan
yang tidak bersih yang ditimbulkan oleh bintik noda, daki, sampah atau
barang-barang lain yang mencemarkan. Atau bisa juga dikatakan sesuatu yang
najis pasti kotor tetapi belum tentu sesuatu yang kotor itu najis. Tetapi
perbedaan yang mencolok dari keduanya ialah bahwa kotoran tidak menghalangi
sahnya ibadah (misalnya pakaian yang berkeringat / terkena lumpur maka tetap
sah shalatnya) dan najis dapat menghalangi dalam sahnya ibadah (pakaian yang
terkena air kending / air liur anjing membuat shalatnya menjadi tidak sah)
b.
Tatacara Membersihkannya
Untuk membersihkan kotoran, maka dibagi dalam 3 kategori:
1)
Apabila
kotoran tersebut terdapat di badan kita, maka cara membersihkannya adalah
dengan membasuh dengan air bagian yang kotor tersebut atau dengan mandi untuk
membersihkan secara keseluruhan.
2)
Apabila
kotoran tersebut terdapat di pakaian kita, maka cara membersihkannya adalah
dengan menggosok bagian yang kotor atau dengan mencucinya atau dengan mengganti
dengan pakaian yang bersih
3)
Apabila
kotoran tersebut terdapat dilingkungan dalam rumah atau diluar rumah, maka cukup
dengan membersihkan tempat-tempat tersebut dari kotoran, bisa dengan disapu
atau dibasuh dengan air.
Untuk membersihkan najis, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu
tingkatan najis tersebut, apakah najisnya ringan (Mukhafafah), sedang (Mutawasitoh)
atau berat (Mughaladoh):
·
Cara
menghilangkan/menyucikan najis ringan (mukhaffafah)
Najis
mukhaffafah terdapat pada kencing anak laki-laki usia di bawah 2 tahun dan
belum memakan makanan apapun kecuali ASI (Air Susu Ibu). Adapun kencing bayi
perempuan status najisnya sama dengan kencing orang dewasa
(Muthawasitoh)
Cara
menghilangkan atau mensucikan najis tersebut adalah dengan menyiramkan air suci
pada kencing anak tersebut sampai merata walaupun air itu tidak mengalir.
Siraman cukup dilakukan satu kali.
Seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ali rodhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shollallahu
‘Alaihi Wasal bersabda:
Kencing bayi laki-laki (dibersihkan) dengan dipercikan air, dan kencing
bayi perempuan (dibersihkan) dengan dibasuh. (HR. Ahmad)
Cara
menyucikan najis mutawassitah ainiyah adalah dengan menghilangkan perkara yang
najis yakni rasa, warna dan baunya dengan air yang suci dan mensucikan. Apabila
sulit menghilangkan warna atau baunya, maka tidak apa-apa
Berdasarkan
riwayat dari Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu bahwa Khaulah
binti Yasar berkata:
"Ya
Rasulullah aku hanya mempunyai satu potong pakaian, dan (sekarang) saya haidh
mengenakan pakaian tersebut?" Maka Rasulullah menjawab, 'Apabila kamu suci, maka cucilah yang
terkena daerah haidhmu, kemudian shalatlah kamu dengannya.' Ia
bertanya (lagi), 'Ya Rasulullah, (bagaimana) kalau bekasnya tidak bisa
hilang?!' Rasulullah menjawab, 'Cukuplah
air bagimu (dengan mencucinya) dan bekasnya tidak membahayakan
(shalat)mu.'" (HR. Abu Daud)
·
Cara
menghilangkan/menyucikan najis berat (mughalladzah)
Najis
mughalladzah (mugholadhoh) adalah najis anjing dan babi. Cara menghilangkannya
adalah dengan membasuh najis sebanyak 7 (tujuh) kali dan salah satu dari tujuh
itu dicampur dengan debu atau tanah yang suci.
Berdasarkan hadits riwayat Abu Hurairah rodhiallahu
‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasalam bersabda:
Membersihkan bejana salah seorang kamu, apabila dijilat anjing, hendaklah
dibasuh tujuh kali, basuhan pertama hendaklah dicampur dengan tanah (HR.
Muslim)
3.
Kapan Anda melaksanakan Wudhu dan Tayamum? Jelaskan
secara terurai disertai dengan tatacaranya
a.
Kapan melaksanakan wudhu?
Pelaksanakan wudhu diwajibkan ketika hendak
melaksanakan shalat, baik itu Shalat Fardhu maupun Shalat Sunnah, tetapi
terdapat kegiatan lain yang disunnahkan / dianjurkan untuk berwudhu,
diantaranya:
1)
Sebelum Sholat
Sholat tidak akan diterima oleh Allah tanpa berwudhu’ terlebih dahulu.
Sehingga wudhu’ merupakan syarat sahnya sholat.
Shahih Muslim No.176; Dari Abu Hurairah rodhiallahu ‘anhu., katanya
Rasulullah Shallallahu
Alaihi Wassalam bersabda: "Tidak diterima shalat seseorang (dari) kamu,
bila berhadas, sebelum dia ber-Wudhu' lebih dahulu." Disunnahkan untuk
memperbaharui wudhu’ setiap kali sholat, walaupun masih dalam keadaan
suci (belum batal). Hal ini sebagaimana kebiasaan Rasulullah Shalallaahu Alaihi
Wassallam (Lihat HR.Bukhari no.214, dari shahabat Anas r.a.). Tentunya ini
bukan perkara yang wajib, karena ‘Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam
dalam perang Fathu Makkah (Penaklukan kota Makkah), beliau Shalallaahu Alaihi
Wassallam sholat lima waktu hanya dengan sekali wudhu’. (Lihat HR.Muslim
no.277, dari shahabat Buraidah r.a.)
2)
Terkait Dengan Orang yang Junub
Junub merupakan hadats besar. Cara bersuci yang bisa menghilangkan dari
hadats besar adalah dengan mandi janabah. Rasulullah Shalallaahu Alaihi
Wassallam telah memberikan tuntunan tentang tata cara mandi tersebut. Dalam
mandi janabah disunnahkan berwudhu’ setelah membersihkan alat kelaminnya
terlebih dahulu.
Bagi orang yang junub di malam hari dan ia hendak menunda mandi janabah
hingga bangun tidur, maka hendaknya sebelum tidur, ia membersihkan alat
kelaminnya, kemudian berwudhu’. Ummul Mu.minin ‘Aisyah rodhiallahu
‘anha berkata: “Dahulu Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bila hendak
tidur sedangkan beliau dalam keadaan junub maka beliau membersihkan alat
kelaminnya lalu berwudhu’ (seperti wudhu’) untuk sholat.” (HR Al Bukhari
no.288)
3)
Sebelum Mandi Janabat
Dari ‘Aisyah rodhiallahu ‘anha beliau berkata: Rasulullah Shalallaahu Alaihi
Wassallam apabila mandi janabat memulai dengan mencuci kedua belah telapak
tangan beliau, kemudian menuangkan air dengan menggunakan telapak tangan
kanannya kearah telapak kirinya, lalu mencuci farji (kemaluan)nya kemudian
berwudhu’ sebagaimana wudhu’ untuk sholat.” (Shahih Bukhari No.248,
KBC-2005)
4)
Sebelum Tidur
Tentang sunnah ini, Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam telah
menjelaskan dalam sabda beliau yang diriwayatkan dari shahabat Al-Barra' bin
'Azib rodhiallahu ‘anhu, bahwasanya beliau bersabda: "Apabila
engkau mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhu'lah sebagaimana wudhu'mu untuk
sholat, lalu berbaringlah pada lambungmu yang kanan." (HR.Bukhari
No.234 KBC M’sia-2005).
5)
Memegang Mushaf Al-Qur’an
Al-Qur'an adalah Kalamullah (firman Allah), yang diturunkan kepada
Rasul-Nya, Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassallam sebagai Kitab Suci umat
Islam. Dalam rangka memuliakan Al-Qur'an sebagai kalamullah (firman Allah), maka
disunnahkan berwudhu' dahulu sebelum memegang kitab suci Al-Qur'an ini. Rasulullah
Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: "Janganlah kamu
menyentuh Al-Qur'an kecuali dalam keadaan suci". (HR. Malik no. 419
& Ad-Darimi no. 2166 dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani dengan banyak
riwayat di dalam Al-Irwa’).
Demikian juga halnya ketika membaca Al-Qur’an atau berdzikir, maka
disunnahkan berwudhu’ terlebih dahulu sebagaimana hadits riwayat Muhajir bin
Qunfudz, dimana beliau mengatakan, “Saya mengucapkan salam kepada Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wassallam, sedangkan beliau dalam keadaan berwudhu, maka
beliau menjawab salam setelah selesai dari wudu’nya, dan kemudian beliau
bersabda: "Sesungguhnya tidaklah mencegahku untuk menjawab salam
darimu, kecuali bahwasanya aku tidak menyukai menyebut nama Allah (berdzikir)
kecuali dalam keadaan suci." (HR.Abu Dawud no.18 dishahihkan Asy
Syaikh Al-Albani). Dan, sesungguhnya, membaca Al-Qur'an adalah semulia-mulia
dzikir kepada Allah SWT.
6)
Setelah Mengangkat Jenazah
Bila seseorang ikut mengangkat jenazah, maka setelah itu disunnahkan
baginya berwudhu’ .Sedangkan bagi yang ikut memandikan jenazah, maka setelah
itu disunnahkan baginya mandi.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam bersabda: “Barangsiapa memandikan
jenazah maka hendaknya ia mandi dan barangsiapa yang telah mengangkatnya, maka
hendaknya ia berwudhu’.” (HR.At-Tirmidzi no.94; Abu Dawud no, 2749; Ibnu
Majah no 1452; dan Ahmad no.9485. Dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani di
dalam Al-Irwa’)
7)
Berwudhu’ dari Setiap Kali Hadats
Bila kita ingin memperoleh kemulian dan maqam tertinggi di sisi Allah dan
ingin berdekatan dengan Nabi SAW di surga kelak sebagaimana halnya shahabat
Bilal bin Rabbah , maka dawamkanlah (biasakanlah) untuk selalu berwudhu’ dalam
setiap keadaan, lalu sholat dengan wudhu’ tersebut, sebagaimana hadist berikut
ini.
Rasulullah Shalallaahu Alaihi Wassallam bersabda: “Wahai Bilal! Dengan
sebab (amalan) apakah engkau mendahuluiku masuk Al-Jannah. Tidaklah aku masuk Al-Jannah
kecuali aku mendengar suara terompahmu dihadapanku.”
Bilal rodhiallahu ‘anhu berkata: “Tidaklah aku selesai adzan kecuali
setelah itu aku sholat sunnah wudhu’ dua raka’at , dan tidaklah aku berhadats
kecuali setelah itu aku berwudhu’.” (Shahih Bukhari, KBC (1149);
HR.At-Tirmidzi No.3689-dishahihkan oleh Asy Syaikh Al-Albani)
b. Kapan
melaksanakan Tayyamum?
Berikut alasan dibolehkannya tayyamum:
1)
Jika tidak
menemukan air atau menemukan air tetapi tidak cukup untuk bersuci. Sebelum
bertayamum, ia harus benar-benar mencari air di sekitarnya. Mungkin ada orang
lain yang masih mempunyai air. Jika benar-benar sudah tidak mendapati air, atau
air itu sangat jauh, maka ia boleh tayamum.
Imran bin Hushain rodhiallahu ‘anhu. menceritakan, “Kami pernah bersama Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wassalam dalam satu perjalanan. Kami shalat
dan Rasul menjadi imam. Ada seorang laki-laki yang tiak ikut shalat. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bertanya, ‘Mengapa kamu tidak ikut shalat?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Saya
sedang junub dan tidak ada air.’ Rasul kemudian bersabda, ‘Bertayamumlah. Itu
sudah cukup.’” (H.R. Bukhari dan Muslim).
2)
Terluka atau
sedang sakit. Jika terkena air maka sakitnya akan bertambah parah
atau tidak sembuh-sembuh. Hal ini bisa diketahui berdasarkan pengalaman
sebelumnya atau atas nasihat dokter.
Jabir rodhiallahu
‘anhu menceritakan,
“Kami pernah bepergian. Di tengah perjalanan, seorang dari kami terkena batu
hingga robek kepalanya. Setelah itu, saat ia tidur, ia mimpi basah. Ia bertanya
kepada rekan-rekannya, ‘Apakah saya boleh tayamum?’ Mereka menjawab, ‘Tidak
boleh, karena kamu bisa mendapatkan air.’ Ia pun mandi dan meninggal dunia.
Sesampainya di Madinah, kami beritahukan hal itu kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam Beliau bersabda, ‘Mereka telah membunuhnya, Allah akan membunuh mereka.
Mengapa mereka tidak bertanya kalau tidak mengerti? Obat ketidaktahuan adalah
bertanya. Sebetulnya ia cukup bertayamum, lalu mengusap lukanya dengan air.
Atau luka itu diperban dengan kain. Kain perbannya itulah yang diusap. Kemudian
membasuh seluruh tubuhnya.’” (H.R. Abu Daud, Ibnu Majah, Daruquthni.)
3) Jika air sangat dingin atau mendatangkan mudharat,
sementera itu dia tidak menghangatkannya, atau tidak mampu pergi ke pemandian
air hangat.
Amru bin Ash rodhiallahu ‘anhu menceritakan, “Ketika dikirim
bersama pasukan dalam perang Dzatus-Salasil, di malam yangsangat dingin, saya
mengalami mimpi basah. Saya katakan kepada teman-teman, jika mandi akan sangat
membahayakan kesehatan saya. Karena itu, saya tayamum lalu kami shalat Subuh
dengan saya menjadi imam. Ketika kami tiba di Madinah, teman-teman menceritakannya kepada Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Beliau bersabda, ‘Amru, kamu menjadi imam shalat dalam keadaan junub?’
Saya menjawab, ‘Aku ingat firmat Allah, “Janganlah kalian membunuh diri kalian.
Sesungguhnya, Allah Maha Penyayang kepada -kalian.” (An-Nisa’: 29) Lalu saya
tayamum dan sholat.’ Mendengar itu, Rasul tertawa dan tidak berkata apa pun.”
(H.R. Ahmad, Abu Daud, Hakim, Daruquthni dan Ibnu Hibban). Bukhari meriwayatkan
hadits ini secara mu’allaq.
4)
Jika air
berada tidak jauh, namun khawatir atas keselamatan diri, kehormatan atau harga. Atau
khawatir tertinggal oleh teman. Atau khawatir ada musuh yang menghadang, baik
musuh dari manusia maupun yang lain. Atau ia berada dalam sel penjara. Atau
tidak bisa mengambil air karena tidak ada alat untuk mengambilnya, seperti
tambang atau ember. Dalam kondisi seperti ini, keberadaan air sama dengan tidak
ada.
Begitu juga
jika ia mandi akan ada tuduhan-tuduhan negatif, maka ia diperbolehkan tayamum.
Seperti seorang yang menginap di rumah teman laki-lakinya yang sudah beristri,
lalu malam harinya ia mimpi basah. Untuk menghindari praduga negatif, ia boleh
tayamum.
5)
Jika air itu
dibutuhkan, sekarang atau pada masa yang akan datang, untuk diminum dirinya
atau makhluk lain, meskipun seekor anjing peliharaan atau dibutuhkan
untuk adonan roti, memasak atau membersihkan najis berat, maka ia diperbolehkan
untuk tayamum dan menyimpan air tersebut.
Khulafaurrasyidin
Ali rodhiallahu ‘anhu pernah berfatwa berkenaan dengan orang yang junub
ketika sedang dalam perjalanan, padahal ia hanya punya sedikit air untuk persediaan
minum, maka beliau berkata, “Bertayamum
dan tidak perlu mandi.” (HR. Daruquthni).
6)
Ada air dan
mampu menggunakannya, namun waktu shalat hampir habis. Jika ia
pergunakan untuk wudhu, waktu shalat itu habis, maka ia boleh tayamum lalu
sholat. Ia tidak harus mengulangi shalatnya. (Tentunya harus ada alasan syar’i
yang membuatnya seperti ini, bukan karena kesengajaan atau karena alasan
sepele, seperti Facebook-an atau jalan-jalan ke taman kota, red.).
c. Tatacara
Wudhu
Adapun tata
cara wudhu secara ringkas berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallam dari Humroon budak sahabat Utsman bin Affan rodhiyallahu ‘anhu[1]
Dari Humroon -bekas budak Utsman bin
Affan–, suatu ketika ‘Utsman memintanya untuk membawakan air wudhu (dengan
wadahpent.), kemudian ia tuangkan air dari wadah tersebut ke kedua
tangannya. Maka ia membasuh kedua tangannya sebanyak tiga kali, lalu ia
memasukkan tangan kanannya ke dalam air wudhu kemudian berkumur-kumur, lalu
beristinsyaq dan beristintsar. Lalu beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga
kali, (kemudian) membasuh kedua tangannya sampai siku sebanyak tiga kali
kemudian menyapu kepalanya (sekali sajapent.) kemudian membasuh
kedua kakinya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengatakan, “Aku melihat Nabi
shallallahu ‘alaihi was sallam berwudhu dengan wudhu yang semisal ini dan
beliau shallallahu ‘alaihi was sallam mengatakan, “Barangsiapa yang berwudhu
dengan wudhu semisal ini kemudian sholat 2 roka’at (dengan khusyuked.)dan
ia tidak berbicara di antara wudhu dan sholatnya maka Allah akan ampuni
dosa-dosanya yang telah lalu”[2]
Dari hadits yang mulia ini dan beberapa hadits yang
lain dapat kita simpulkan tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was
sallam secara ringkas sebagai berikut:[3]
1)
Berniat wudhu (dalam hati) untuk menghilangkan hadats.
2)
Mengucapkan basmalah (bacaan bismillah).
3)
Membasuh dua telapak tangan sebanyak 3 kali.
4)
Mengambil air dengan tangan kanan kemudian
memasukkannya ke dalam mulut dan hidung untuk berkumur-kumur dan istinsyaq
(memasukkan air dalam hidung). Kemudian beristintsar (mengeluarkan air dari
hidung) dengan tangan kiri sebanyak 3 kali.
5)
Membasuh seluruh wajah dan menyela-nyelai jenggot
sebanyak 3 kali.
6)
Membasuh tangan kanan hingga siku bersamaan dengan
menyela-nyelai jemari sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan dengan yang kiri.
7)
Menyapu seluruh kepala dengan cara mengusap dari depan
ditarik ke belakang, lalu ditarik lagi ke depan, dilakukan sebanyak 1 kali,
dilanjutkan menyapu bagian luar dan dalam telinga sebanyak 1 kali.
8)
Membasuh kaki kanan hingga mata kaki bersamaan dengan
menyela-nyelai jemari sebanyak 3 kali kemudian dilanjutkan dengan kaki kiri.
d.
Tatacara Tayamum
Tata cara
tayammum Nabi shollallahu ‘alaihi was sallam dijelaskan hadits ‘Ammar
bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi was
sallam mengutusku untuk suatu keperluan, kemudian aku mengalami junub dan aku
tidak menemukan air. Maka aku berguling-guling di tanah sebagaimana layaknya
hewan yang berguling-guling di tanah. Kemudian aku ceritakan hal tersebut
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam. Lantas beliau mengatakan,
“Sesungguhnya cukuplah engkau melakukannya seperti ini”. Seraya beliau
memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya.
Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap
punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap
wajahnya dengan kedua tangannya.[4]
Dan dalam salah satu lafadz riwayat Bukhori,
“Dan beliau mengusap wajahnya dan
kedua telapak tangannya dengan sekali usapan”.
Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa
tata cara tayammum beliau shallallahu ‘alaihi was sallam adalah sebagai
berikut.
1)
Berniat
Tayamum (dalam hati)
2)
Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi
dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.
3)
Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan
tangan kiri dan sebaliknya.
4)
Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
5)
Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah
dilakukan sekali usapan saja.
6)
Bagian tangan yang diusap adalah bagian telapak
tangan sampai pergelangan tangan saja atau dengan kata lain tidak sampai
siku seperti pada saat wudhu[5]
4. Kemukakan pendapat Anda tentang
syarat sah, syarat wajib, rukun dan sunnah yang berkaitan dengan Wudhu dan
Shalat!
a.
Syarat sah/wajib, rukun dan sunnah Wudhu
1) Syarat
sah/wajib wudhu:
·
Islam
·
Tamiyiz (Bisa
membedakan yang baik dan buruk)
·
Bersih dari haid dan nifas
·
Tidak adanya sesuatupun yang mencegah sampainya air ke
kulit anggota wudhu
·
Tidak ada sesuatupun di anggota wudhu yang bisa
merubah air
·
Mengetahui kefardhuan/kewajiban dari pada wudhu
·
Tidak meyakini kefardhuan/kewajiban dari pada rukun
rukun wudhu adalah sunnah
Memakai air yang suci dan mensucikan
Memakai air yang suci dan mensucikan
·
Telah masuknya waktu
·
Muwalah (Yaitu tanpa adanya jeda waktu antara setiap
basuhan wudhu dan sholat bagi yang selalu hadas. jadi setelah melaksanakan
wudhu diharuskan langsung melaksanakan sholat)
Catatan : syarat 2 urutan terakhir berlaku bagi yang selalu mengeluarkan hadast secara
terus menerus (misal : terus menerus kencing).
2)
Rukun Wudhu
·
Niat Wudhu (dalam hati)
·
Membasuh seluruh muka ( mulailah dari tempat tumbuhnya
rambut kepala hingga bawah dagu, dan kedua telinga kanan dan kiri )
·
Membasuh kedua tangan sampai siku-siku tangan
·
Mengusap sebagian rambut kepala
·
Membasuh kedua belah kaki sampai dengan mata kaki
·
Tertib ( berturut-turutan)
3) Sunnah-sunnah
berwudhu:
·
Memakai siwak atau mengosok gigi sebeulm berwudhu.
·
Membaca bismillah, dimulai dari pertama mencuci kedua
telapak tangan.
·
Mencuci kedua telapak tangan.
·
Berkumur tiga kali
·
Memasukan air ke hidung dan mengeluarkanya.
·
Mengusap seluruh kepala dari depan ke belakang
·
Mengusap kedua telinga luar dan dalamnya dengan air
baru.
·
Membasuh jenggot yang tebal atau memasukan air wudhu
ke dalam selah-selah jenggot dengan jari jari tangan.
·
Mecuci selah-selah tangan dan kaki.
·
Mendahulukan yang kanan sebelum yang kiri.
·
Membasuh dan mengusap semua anggota wudhu tiga
kali-tiga kali
·
Melebihi pengusapan kepala, begitu pula kedua tangan
sampai ke atas siku dan kaki sampai di atas mata kaki.
·
Membaca do’a setelah selesai wudhu.
b.
syarat sah, syarat wajib, rukun dan sunnah shalat.
1) Syarat sah
shalat:
·
Telah masuk
waktu shalat
·
Suci dari
hadats besar dan hadats kecil
·
Suci, badan,
pakaian dan tempat shalat dari najis
·
Menutup
aurat
·
Menghhadap
kiblat
2) Syarat wajib
shalat:
·
Islam
·
Tamyiz
(dapat membedakan yang baik dan buruk)
·
Suci dari
hadats dan najis
·
Berakal
·
Baligh
·
Telah
sampainya dakwah rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam
3) Rukun shalat
·
Niat
·
Berdiri bagi yang mampu
·
Takbiiratul-Ihraam
·
Membaca Al-Fatihah
·
Ruku'
·
I'tidal setelah ruku'
·
Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh
·
Duduk di antara dua sujud
·
Thuma'ninah (tenang
dalam semua gerakan)
·
Tasyahhud Akhir
·
Duduk untuk Tahiyyat Akhir
·
Shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
·
Salam
4)
Sunnah shalat
·
Do’a Iftitaah
·
Meletakkan (telapak) tangan kanan di atas (punggung)
tangan kiri pada dada tatkala berdiri sebelum ruku’
·
Mengangkat kedua tangan dengan jari-jari rapat yang
tebuka (tidak terkepal) setinggi bahu atau telinga tatkala takbir pertama,
ruku’, bangkit dari ruku’, dan ketika berdiri dari tasyahhud awal menuju
raka’at ketiga
·
Tambahan dari sekali tasbih dalam tasbih ruku’ dan
sujud
·
Tambahan dari ucapan Rabbanaa walakal hamdu setelah
bangkit dari ruku’
·
Tambahan dari satu permohonan akan maghfirah (yaitu
bacaan Rabbighfirlii) Diantara dua sujud
·
Meratakan kepala dengan punggung dalam ruku’
·
Berjauhan antara kedua lengan atas dengan kedua sisi,
antara perut dengan kedua paha dan antara kedua paha dengan kedua betis pada
waktu sujud
·
Mengangkat kedua siku dari lantai ketika sujud
·
Duduk iftiraasy (duduk di atas kaki kiri sebagai alas
dan menegakkan kaki kanan) pada tasyahhud awal dan Diantara dua sujud.
·
Duduk tawarruk (duduk pada lantai dan meletakkan kaki
kiri di bawah kaki kanan yang tegak) pada tasyahhud akhir dalam shalat tiga
atau empat raka’at
·
Mengisyaratkan dengan telunjuk pada tasyahhud awal dan
tasyahhud akhir sejak mulai duduk sampai selesai tasyahhud
·
Mendo’akan shalawat dan berkah untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
keluarga beliau serta untuk Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam dan keluarga beliau pada tasyahhud awal
·
Berdo’a pada tasyahhud akhir
·
Mengeraskan (jahr) bacaan pada shalat Fajar (Shubuh),
Jum’at, Dua Hari Raya, Istisqaa` (minta hujan), dan pada dua raka’at pertama
shalat Maghrib dan ‘Isya`
·
Merendahkan (sirr) bacaan pada shalat Zhuhur, ‘Ashar,
pada raka’at ketiga shalat Maghrib dan dua rakaat terakhir shalat ‘Isya`
·
Membaca lebih dari surat Al-Fatihah.
5. Kemukakan pengalaman anda pada
saat melaksanakan Shalat!
Pengalaman yang sering
dirasakan ketika sedang shalat ialah sering kurang khusu’, banyak hal yang
menyebabkan kurang khusu’nya ketika shalat, seperti membayangkan sesuatu, lupa
akan bacaan dan gerakan shalat, tiba-tiba mengingat sesuatu, sering terganggu dengan
suara dari luar (yang bukan suara bacaan shalat), membaca bacaan shalat tetapi
tidak diiringi dengan makna.
Walaupun menyadari bahwa
shalat merupakan ibadah wajib yang pertama kali ditanya dalam kubur, shalat
adalah cerminan awal amalan kita, dan shalat adalah kewajiban yang harus
dikerjakan oleh umat Muslim, yang mengaku Tuhan nya Allah Subhanahu wata’ala, sekaligus umat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Maka dari itu, penulis selalu
berusaha tetap meluruskan niat shalat ikhlas karena Allah semata, selalu
menjalankan shalat dengan hati yang tenang, selalu berusaha khusu’ dalam
shalat, selalu melaksanakan shalat secara berjama’ah, memaknai setiap
bacaan-bacaan shalat dan gerakannya, serta berusaha menganggap bahwa shalat
bukan hanya sebuah kewajiban, tetapi telah menjadi kebutuhan yang senantiasa
harus dipenuhi setiap 5 kali dalam seharinya dan mengerjakannya diawal waktu.
Inshaa Allah...
Semoga Allah memberikan jalan
terhadap setiap amal kebaikan yang akan kita lakukan dan memberikan ganjaran
pahala terhadap amal kebaikan yang telah kita perbuat.
Aamiin yaa robbal ‘aalamiin...
DAFTAR PUSTAKA
Situs Web:
·
http://mesjidui.ui.ac.id/mengungkap-rahasia-keajaiban-air-dalam-al-quran/ (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·
https://almubayyin.wordpress.com/about/macam-macam-air-dalam-fiqih-islam/ (dikutip
sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·
http://www.alkhoirot.net/2012/05/najis.html (dikutip
sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·
http://fiqihmtssrg.blogspot.co.id/2012/10/ketentuan-dan-tatacara-membersihkan.html (dikutip
sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·
http://hariswanindra.blogspot.co.id/2010/05/kapan-anda-berwudhu.html (dikutip
sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·
http://kmikorea.org/html/2013/02/24/sebab-sebab-dibolehkannya-bertayammum.html?lang=ko (dikutip
sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 7.30 WIB)
·
https://muslim.or.id/1810-panduan-praktis-tata-cara-wudhu.html (dikutip
sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 8.30 WIB)
·
https://muslim.or.id/1918-panduan-tata-cara-tayammum.html (dikutip
sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 8.30 WIB)
·
http://abd-holikulanwarislamic.blogspot.co.id/2015/08/tata-cara-wudhu-syarat-rukun-doa-wudhu.html (dikutip
sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 8.30 WIB)
·
http://nasi-hati.blogspot.co.id/2012/05/syarat-sah-wajib-rukun-dan-sunnah.html (dikutip sebagian pada hari Sabtu, 9 April 2016, jam 8.30 WIB)
[1] Hadits ini merupakan salah satu hadits pokok dalam
masalah tata cara wudhu Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam.
[2] HR. Bukhori no. 159,Muslim no. 226.
[3] Lihat Shohih Fiqhis Sunnah oleh Abu Maalik
Kamaal bin Sayyid Salim hal. 111/I, terbitan Maktabah Tauqifiyah.
[4] HR. Bukhori no. 347, Muslim no. 368.
[5]
Kami katakan demikian karena kemutlakan
yang ada dalam ayat tayammum,”Dan sapulah tanganmu”. [QS. Al Maidah (5) : 6])
tidak bisa di dimuqoyyadkan dengan ayat wudhu, “Dan basuhlah
tanganmu sampai dengan siku” [QS. Al Maidah (5) : 6]), karena hukum
kedua masalah ini berbeda (yang satu masalah tayammum yang lainnya wudhu)
walaupun sebabnya sama, hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rohimahullah dalam Syarh Nadzmul
Waroqot hal. 123, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh dan lihat juga Ma’alim
Ushul Fiqh oleh Syaikh Muhammad Husain bin Hasan Al Jaizaniy, hal.
441, terbitan Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar