Peradaban yang modern menghasilkan
kehidupan baru yang maju berkat ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi di pihak
lain juga mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan yang besar karena
penyalahgunaan kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pemenuhan
nafsu pribadi. Pada dasarnya masyarakat menginginkan perubahan dari keadaan
tertentu kearah yang lebih baik dengan harapan akan tercapai kehidupan yang lebih
maju dan makmur. Namun sering orang-orang terjebak ke dalam kemajuan-kemajuan
tersebut, sehingga orangpun kehilangan jati diri dan terlantarnya kebutuhan
sepiritual sehingga mereka tidak tahu posisi dan hubunganya dengan pencipta
alam semesta ini.
Maka dari itu, perlu adanya filter
atau penyaring supaya kita tidak terjebak dalam pengaruh negatifnya peradaban
yang semakin modern ini. Cara yang paling efektif yang bisa digunakan adalah
dengan memohon perlindungan kepada Allah Subhanahu Wata’ala dan selalu mawas
diri dengan memupuk akhlakul karimah (akhlak-akhlak yang baik dan terpuji) yang
merupakan modal dasar untuk kita semua dalam membentengi diri dari segala
pengaruh dampak buruknya modernisasi, salah satu contohnya akhlak nya adalah
dengan berakhlak tasawuf. Maka keberadaan tasawuf sebagai refleksi pendekatan
diri kepada sang pencipta
semakin dibutuhkan dalam masyarakat modern seperti sekarang ini.
1.
Apakah
pengertian modernitas dan tasawuf?
2.
Bagaimana dampak modernitas?
3.
Bagaimana bertasawuf dalam kehidupan sosial?
4.
Bagaimana menerapkan konsep tasawuf
dalam kehidupan modern?
1.
Mengetahui
pengertian modernitas dan tasawuf
2.
Mengetahui
dampak modernitas dalam kehidupan
3.
Mengetahui
bertasawuf dalam kehidupan sosial
4.
Mengetahui
penerapan konsep tasawuf dalam kehidupan modern
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Modernitas
1.
Pengertian
Modernitas
Pengertian modern dalam kamus umum
bahasa indonesia, W.J.S. Poerwadarminta mengartikan modern berarti sesuatu yang
terbaru, secara baru dan mutakhir. Sedangkan modernitas sendiri diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang
bergerak dari keadaan yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju
kepada suatu masyarakat yang modern.
Adapun pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli
adalah sebagai berikut.
a. Widjojo Nitisastro
Modernisasi adalah suatu
transformasi total dari kehidupan bersama yang tradisional atau
pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah
pola-pola ekonomis dan politis.
b. Soerjono Soekanto
Modernisasi adalah suatu bentuk dari
perubahan sosial yang terarah yang
didasarkan pada suatu perencanaan yang biasanya dinamakan social planning.
(dalam buku Sosiologi: suatu
pengantar)
Dengan dasar pengertian di atas maka secara garis besar
istilah modern mencakup pengertian sebagai berikut.
a. Modern
berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya tarat
penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata.
b. Modern
berarti berkemanusiaan dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup dalam masyarakat.
Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah
modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut:
a. Cara
berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat.
b. Sistem
administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
c. Adanya
sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga
atau badan tertentu.
d. Penciptaan
iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara
penggunaan alat-alat komunikasi massa.
e. Tingkat
organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain
pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
f. Sentralisasi
wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.
Dan masyarakat modern juga memiliki berbagai ciri,
sebagaimana yang di kemukakan oleh Deliar Noer menyebutkan ciri-ciri modern itu
adalah sebagai berikut:
a. Bersifat
rasional, yaitu lebih mengutamakan pendapat akal pikiran, dari pada pendapat
emosi.
b. Berfikir
untuk masa depan yang lebih jauh.
c. Menghargai
waktu.
d. Berfikir
objektif, yaitu melihat segala sesuatu dari sudut fungsi dan kegunaanya bagi
masyarakat.
2.
Dampak
Modernitas
Modernitas erat sekali kaitanya
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan pengaruh dari
ilmu pengetahuan dan teknologi sendiri ada yang berdampak positif dan ada yang
berdampak negatif, tergantung pada cara pengelolaanya.
Menurut Jacques Ellul kemajuan
IPTEK akan memberikan pengaruh.
a. Semua kemajuan teknologi menuntut pengorbanan, yakni,
dari satu sisi teknologi memberi nilai tambah, tapi dari sisi yang lain dapat
mengurangi.
b. Nilai-nilai manusia yang tradisional, misalnya harus
di korbankan demi efisiensi.
c. Semua kemajuan teknologi lebih banyak menimbulkan
masalah ketimbang memecahkanya.
d. Efek negatif teknologi tidak dapat dipisahkan dari efek
negatifnya dan teknologi tidak pernah netral.
e. Semua penemuan teknologi mempunyai efek yag tidak
terduga.
Kehadiran IPTEK telah melahirkan sejumlah problema
terhadap masyarakat modern, diantaranya.
a. Desintegrasi ilmu pengetahuan.
Kehidupan modern antara lain
ditandai oleh adanya spesialisasi dibidang ilmu pengertahuan. Masing-masing
ilmu pengetahuan memiliki paradigma (cara pandang)nya sendiri dalam memecahkan
masalah yang dihadapi. Jika seseorang menghadapi masalah lalu ia pergi kepada
kaum teolog, ilmuwan, politisi, sosiologi, ahli biologi, etnologi dan ekonomi
misalnya, ia akan memberikan jawaban yang berbeda-beda dan terkadang saling
bertolak belakang. Hal ini pada akhirnya dapat membingungkan manusia.
Dengan menyempitnya pintu masuk bagi
persepsi dan konsepsi spiritual, maka manusia modern semakin berada pada garis
tepi, sehingga tidak lagi memiliki etika dan estetika yang mengacu pada
spesialisasi, sehingga jikalau semuanya berjalan sendiri-sendiri tanpa ada tali
pengikat dan petunjuk jalan yang mengusai semuanya, yang terjadi adalah kian
jauhnya manusia dari pengetahuan (kearifan) akan kesatuan alam. Perkembangan
semacam ini diisyaratkan oleh Nas sebagai manusia modern yang memang
tangannya dalam kobaran api tetapi dirinya sendiri yang menyalakan ketika
dirinya sendiri yang melupakan siapa dia sesungguhnya.
b. Kepribadian yang terpecah (split personalty).
Kehidupan manusia modern dipolakan
oleh ilmu pengetahuan yang kering dari nilai-nilai spiritual dan
terkotak-kotak, sehingga manusianya menjadi pribadi yang terpecah. Kehidupan
manusia modern diatur menurut rumus ilmu yang eksak dan kering. Akibatnya kini
tengah menggelinding proses hilangnya kakayaan rohaniyah, karena dibiarkannya
perluasan ilmu-ilmu positif (ilmu yang mengandalkan fakta empirik, obyektif,
rasional dan terbatas) dan ilmu-ilmu sosial.
Jika proses
keilmuan yang berkembang itu tidak berada di bawah kendali agama, maka proses
kehancuran pribadi manusia akan terus berjalan. Dengan berlangsungnya proses
tersebut, semua kekuatan yang akan mempertinggi derajat manusia itu akan
hilang, sehingga bukan hanya kehidupan yang mengalami kemerosotan tetapi juga
kecerdasan moral kita.
c. Penyalahgunaan Iptek.
Dengan
terlepasnya ilmu pengetahuan dan teknologi dari ikatan spiritual, maka iptek
telah disalahgunakan dengan segala implikasi negatif sebagaimana disebutkan
diatas, misalnya; kemampuan untuk membuat senjata yang diarahkan untuk tujuan
penjajahan suatu bangsa atau bangsa lain, subversi dan lain sebagainya.
Kemampuan
dibidang rekayasa genetika diarahkan untuk jual beli manusia. Kecangihan
dibidang tehnologi komunikasi dan lainnya telah digunakan untuk menggalang
kekuatan yang menghancurkan moral umat dan sebagainya.
d. Pendangkalan iman.
Hal ini
dikarenakan pola pikir para ilmuan yang hanya mengakui fakta yang bersifat
empiris. Dan tidak tersentuh oleh informasi yang yang datang dari wahyu, bahkan
informasi yang dibawa oleh wahyu menjadi bahan tertawaan dan dianggap sebagai
tidak ilmiah dan kampungan.
e. Pola hubungan materialistik.
Pola hubungan
masyarakat yang ditentukan oleh seberapa jauh antara yang satu dengan lainnya
dapat memberikan keuntungan yang bersifat material. Penghormatan yang diberikan
seseorang atas orang lain yang banyak diukur dengan sejauh mana orang tersebut
memberikan manfa’at secara material.
Semangat
persaudaraan dan rasa saling tolong menolong yang didasarkan atas panggilan
iman yang sudah tidak nampak lagi, karena memang imanya sudah dangkal. Sehingga
Pola hubungannya dengan menempatkan pertimbangan material diatas pertimbangan akal
sehat, hati nurani, kamanusiaan dan imannya.
f. Menghalalkan segala cara.
Hal ini
disebabkan oleh dangkalnya iman dan pola hidup matrealistik, sehingga manusia
dengan mudah dapat menggunakan prinsip menghalalkan segala cara dalam mencapai
tujuan. Jika hal ini terjadi, maka akan terjadi kerusakan akhlaq dalam segala
bidang, baik ekonomi, politik, sosial dan sebagainya.
g. Stress dan Frustasi.
Kehidupan yang
penuh kompetitif menyebabkan manusia harus mengerahkan seluruh pikiran, tenaga
dan kemampuannya untuk mengejar target. Mereka terus bekerja tanpa mengenal
batas dan kepuasan. Hasil yang dicapai tak pernah disyukuri dan selalu merasa
kuarang. Apalagi jika usaha dan proyeksinya gagal, maka akan dengan mudah ia
kehilangan pegangan. Hal ini disebabkan tidak lagi memiliki pegangan iman yang
kokoh. Mereka hanya berpegang kepada hal-hal yang bersifat material yang sama
sekali tidak dapat membimbing hidupnya.
Akibatnya jika
menghadapi masalah yang tidak dapat dipecahkan sendiri akan mudah frustasi
bahkan stress, jika hal ini terjadi terus-menerus tidak mustahil akan menjadi
gila atau hilang ingatan.
h. Kehilangan harga diri dan masa
depannya.
Karena
terjerumus atau salah memilih jalan kehidupan. Masa mudanya dihabiskan untuk
menuruti hawa nafsu dan segala daya yang ditempuhnya. Sehingga ketika sudah tua
renta, fisiknya sudah tidak berdaya, tenaganya sudah tidak mendukung, dan
berbagai kegiatan tidak bisa dilakukan, fasilitas dan kemewahan hidup tidak
memerlukan lagi. Maka yang dirasa adalah kehilangan harga diri dan masa
depannya, kemana ia harus berjalan, ia tidak tahu.
B.
Tasawuf
1.
Pengertian
tasawuf
Dari
segi bahasa, para ahli memberikan berbagai pengertian tentang tasawuf, namun
dari beberapa pengertian itu dapat disimpulkan bahwa tasawuf adalah sikap
mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela
berkorban untuk kebaikan dan selalu bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang
demikian itu pada hakikatnya adalah akhlak yang mulia.
Sedangkan
pengertian tasawuf dari segi istilah atau menurut pendapat para ahli tasawuf
sangat tergantung kepada sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing pakar.
Jika memandang mausia sebagai makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai "upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber
dari ajaran agama dalam rangka memperoleh ridho Allah Subhanahu Wata’ala."
2.
Tasawuf Dalam Kehidupan Sosial
Saat ini kita berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat
modern, atau sering pula disebut sebagai masyarakat yang sekuler. Pada umumnya,
hubungan antara anggota masyarakatnya atas dasar prinsip-prinsip materialistik.
Mereka merasa bebas dan lepas dari kontrol agama dan pandangan dunia metafisis.
Dalam masyarakat modern yang cenderung rasionalis, sekuler dan materialis,
ternyata tidak menambah kebahagiaan dan ketentraman hidupnya.
Berkaitan dengan itu, Sayyid Hosein Nasr menilai bahwa
akibat masyarakat modern yang mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi, berada
dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri. Masyarakat yang demikian
merupakan masyarakat yang telah kehilangan visi keilahian. Hal ini menimbulkan
kehampaan spiritual, yang berakibat banyak dijumpai orang yang stress dan
gelisah, akibat tidak mempunyai pegangan hidup.
Tasawuf telah menjadi obat dalam
mengatasi krisis kerohanian manusia modern yang telah lepas dari pusat dirinya,
sehingga ia tidak mengenal lagi siapa dirinya, arti dan tujuan dari kehidupan
di dunia ini. Ketidakjelasan atas makna dan tujuan hidup ini memang sangat
tidak mengenakkan, dan membuat penderitaan batin. Mata air tasawuf yang sejuk
kiranya dapat memberikan penyegaran dan penyelamatan pada manusia-manusia yang
terasing itu.
Agar gerakan sosial tasawuf dapat
merambah dalam kehidupan masyarakat, maka harus dimahami kultur lokal yang ada.
Kesan bahwa tasawuf yang elitis dan egois dengan mengedepankan atau menunjukkan
simbol-simbol seperti memakai jubah, berjanggut panjang kiranya harus
didekonstruksi. Tasawuf perlu mengakomodasi budaya lokal yang ada, terutama
didaerah yang sangat kental budaya lokalnya. Jika tasawuf tidak didukung oleh
budaya lokal karena dianggap tidak berbanding lurus dengan budaya yang telah
ada, maka tasawuf akan terasa kering.
Namun jujur harus diakui bahwa ada
budaya yang baik dan juga ada budaya yang rusak, dalam hal ini perlu dilakukan
filterisasi budaya lokal. Yang masuk dalam kategori budaya rusak harus
diperbaiki sedikit-demi sedikit dan diarahkan kepada yang lebih baik. Toleransi
terhadap budaya lokal menjadi salah satu kunci keberhasilan dari tasawuf dalam
melakukan gerakan-gerakan sosial dimasyarakat yang memilik budaya lokal sangat
kuat.
C.
Penerapan
Konsep Tasawuf dalam Kehidupan Modern
Pada masa yang akan datang, perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta industrialisasi akan berlangsung terus-menerus dan sangat
menentukan peradaban umat manusia. Akan tetapi, masalah-masalah moral dan etika
akan ikut mempengaruhi pilihan strategi dalam mengembangkan peradaban di masa
depan. Sehingga dalam hal ini Islam dihayati dan diamalkan sebagai sesuatu yang
spiritual. Artinya, sebagai reaksi terhadap perubahan masyarakat yang sangat
cepat akibat kemajuan ilmu penegtahuan, teknologi, dan industrialisasi. Oleh
karena itu, kita sepakat bahwa semua kehidupan modern harus mempunyai landasan
yang kuat, yaitu akidah akhlak Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis.
Dengan cara seperti ini maka akan terbangun kehidupan yang seimbang antara
lahir dan batin, duniawi dan ukhrawi, serta individu dan masyarakat.
Keseimbangan ini harus menjadi roh bagi peradaban manusia dalam kehidupan
modern sekarang ini. Adapun akhlak-akhlak yang di maksud seperti :
1.
Zuhud
Syech Abdul Qodir Al Jailani, tokoh sufi dan tarekat dari Baghdad,
berkenaan dengan masalah zuhud, beliau bertutur: “ Bila kau melihat dunia ini
berada di tangan mereka dengan segala hiasan dan tipuannya, dengan segala bisa
yang mematikannya, yang tampak lembut sentuhannya, padahal sebenarnya mematikan
bagi yang menyentuhnya, mengecoh mereka, dan membuat mereka mengabaikan
kemudharatan tipu dayanya dan janji-janji palsunya, bila kau lihat semua ini,
berlakulah bagai orang yang melihat seseorang menuruti nalurinya, menonjolkan
diri, dan karenanya mengeluarkan bau busuk. Bila (dalam situasi semacam itu)
kau enggan memperhatikan kebusukannya, dan menutup hidung dari bau busuk itu,
begitu pula berlaku terhadap dunia; bila kau melihatnya, palingkan
penglihatanmu dari segala kepalsuan, dan tutuplah hidungmu dari segala
kebusukan hawa nafsu, agar kau aman dari padanya dan dari segala tipu dayanya,
sedang bagianmu menghampiri segera dan kau menikmatinya.
Allah berfirman di dalam surat 20 (Thaha:131): ‘Dan janganlah kamu tujukan
kedua matamu kepada yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari
mereka, sebagai bunga kehidupan dunia, untuk Kami uji mereka dengannya, dan
karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.”
Zuhud secara bahasa adalah bertapa di dunia, adapun secara istilah yaitu:
Bersedia untuk melakukan ibadah, dengan berupaya semaksimal mungkin menjauhi
urusan duniawi, dan hanya mengharapkan keridhoan Allah Subhanahu Wata’ala.
Zuhud dalam aplikasi kehidupannya, mampu melahirkan satu maqam dan cara
hidup yang oleh para ahli tasawuf dikatakan sebagai sesuatu yang telah dicapai
setelah maqam taubah. Karena, seseorang yang benar-benar zuhud sudah meninggalkan
symbol-symbol duniawi setelah benar-benar dia melakukan taubah al-nasuuha,
dengan satu pandangan bahwa hidup di dunia tak lebih daripada sebatas permainan
dan canda gurau
Dunia sebagai ladang (bekal) di akhirat kelak, dipahami bahwa tidak ada keindahan dan
ketenangan hakiki melainkan merasa indah dan tenang dengan kenikmatan hidup
dalam keadaan iman dan Islam dengan zuhud sebagai pegangan. Orang-orang ini, niscaya dalam
hidupnya akan semakin dekat dengan khalik sang pencipta.
Orang-orang zuhud selalu berusaha untuk menjauhi perbuatan dan
majlis-majlis yang penuh dengan kemungkaran, dan selalu berusaha melakukan
amaliyah yang hanya diredhoi Allah Subhanahu Wata’ala. Golongan ini selalu berusaha dalam
melaksanakan segala kewajibannya dengan penuh keikhlasan dan tanpa pamrih,
karena segala kenikmatan yang ada di dunia ini, besok akan di mintai
pertanggung jawabannya kelak di akhirat. Seandainya mereka diberi kebahagiaan
sebagai orang-orang diberi kelebihan rezeki ketika di dunia, maka dengan segera
akan menginfaqkan, bersedekah dengan tujuan untuk menggapai ketaatan
kepada-Nya, untuk menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan bujukan iblis
dan bala tentaranya. Secara rinci dijelaskan oleh ulama:
بَلْ هُوَ أَخْلاَءُ الْقَلْبِ عَنِ التَّعَلُّقِ بِهِ إِنَّ
الزُّهْدَ لَيْسَ عِبَارَةُ عَنْ أَخْلاَءِ الْيَدِ عَنِ الْمَال
“Yang di namakan zuhud itu bukan ibarat orang yang menyembunyikan tangannya
dari harta benda (uang, jabatan,wanita), akan tetapi zuhud yaitu menyembunyikan
dari perkara yang dapat mengakibatkan kemadharatan atas segala tipu daya dunia
yang fana, orang zuhud dalam hatinya terbebas dari sesuatu yang bersifat unsur
duniawi, hatinya selalu condong kepada dzat Allah, melaksanakan ketaatan dan
dunia hanya dijadikan sebagai perantara untuk menggapai ridho-Nya.”
Pengertian zuhud secara lebih luas, zuhud sebenarnya bukan meninggalkan
kehidupan dunia secara keseluruhan, melainkan tetap mencari penghidupan
duniawi, akan tetapi hanya sebatas untuk memenuhi keperluan hidup ala kadarnya,
mereka bekerja dengan niat untuk menafkahi keluarga, yang merupakan kewajiban
seorang suami atas anak dan istrinya, dan itu semua hanya untuk mencari ridho-Nya,
agar kelak besok lepas dari pertanggung jawaban di akhirat. Dengan kata lain,
zuhud merupakan upaya penyeimbangan kehidupan akhirat dan dunia.
2.
Tawakal
Tawakal adalah kesungguhan hati dalam bersandar kepada Allah
Ta’ala untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah bahaya, baik menyangkut
urusan dunia maupun akhirat.
”Tawakal adalah faktor paling utama yang bisa mempertahankan
seseorang ketika tidak memiliki kekuatan dari serangan makhluk lainnya yang
menindas serta memusuhinya. Tawakal adalah sarana yang paling ampuh untuk
menghadapi keadaan seperti itu, karena ia telah menjadikan Allah sebagai
pelindungnya atau yang memberinya kecukupan. Maka barang siapa yang menjadikan
Allah sebagai pelindungnya serta yang memberinya kecukupan, maka musuhnya itu
tak akan bisa mendatangkan bahaya padanya.” (Ibnu Qayyim, Bada’i Al-Fawa’id 2/268)
Mewujudkan tawakal bukan berarti meniadakan usaha. Allah
memerintahkan hamba-hambaNya untuk berusaha sekaligus bertawakal. Berusaha
dengan seluruh anggota badan dan bertawakal dengan hati merupakan perwujudan
iman kepada Allah Ta’ala.
Diantara hadist yang menunjukkan bahwa tawakal kepada Allah
tidaklah berarti meninggalkan usaha adalah, Seseorang berkata kepada Nabi Muhammad Sholallahu “alaihi Wasalam, “Aku
lepaskan untaku dan (lalu) aku bertawakal ?”Nabi bersabda, “Ikatlah
kemudian bertawakallah kepada Allah.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan Al
Albani dalam Shohih Jami’ush Shoghir).
Dalam riwayat Imam Al-Qudha’i disebutkan bahwa Amr bin
Umayah Radhiyallohu ‘anhu berkata, “Aku
bertanya, ‘Wahai Rosulullah!! Apakah aku ikat dahulu unta tungganganku lalu aku
bertawakal kepada Allah, ataukah aku lepaskan begitu saja lalu aku
bertawakal?’, Beliau menjawab, ‘Ikatlah untamu lalu bertawakallah kepada
Allah.” (Musnad Asy-Syihab, Qayyidha wa Tawakal,
no. 633, 1/368)
Jadi, tawakal tidaklah berarti meninggalkan usaha. Tawakal
adalah berserah diri kepada allah yang disertai dengan ikhtiar dan usaha. Oleh
karena itu orang yang sedang tertimpa musibah, sakit misalnya, maka ia
tidak berdiam diri menunggu ketentuan Allah, melainkan harus berusaha mencari
obat terlebih dahulu, baru kemudian sepenuhnya menyerahkan kepada ketentuan
Allah.
3.
Ikhlas
Ikhlas menurut K.H. Ahmad Rifa’i didefinisikan sebagai
berikut; ikhlas menurut bahasa adalah bersih, sedangkan menurut istilah adalah
membersihkan hati agar ia menuju kepada Allah semata dalam melaksanakan ibadah,
dan hati tidak boleh menuju selain kepada Allah.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa ikhlas menunjukkan
kesucian hati untuk menuju kepada Allah semata. Dalam beribadah hati tidak
boleh menuju kepada selain Allah, karena Allah tidak aan menerima ibadah
seorang hamba kecuali dengan niat ikhlas karena allah semata dan perbuatan
ibadah itu harus sah dan benar menurut syara’.
Ikhlas dalam ibadah ada dua macam. Pertama, perbuatan hati
harus dipusatkan hanya kepada Allah semata dengan penuh ketaatan. Kedua,
perbuatan lahiriah harus benar sesuai dengan pedoman fiqh.
Lebih lanjut K.H. Ahmad Rifa’i menggolongkan sifat ikhlas
menjadi tiga tingkatan:
a. Ikhlas
‘awwam,
yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada Allah karena didorong oleh rasa
takut menghadapi siksaNya yang amat pedih, dan didorong pula oleh adanya
harapan untuk mendapat pahala dariNya.
b. Ikhlas
khawwash,
yakni seseorang yang melakukan ibadah kepada Allah karena didorong oleh adanya
harapan ingin dekat dengan Allah dan didorong oleh adanya harapan untuk
mendapatkan sesuatu dan kedekatannya kepada Allah.
c. Ikhlash
khawwash al-khawwash, yakni seseorang yang beribadah kepada Allah yang
semata-mata didorong ileh kesadaran yang mendalam untuk mengEsakan Allah dan meyakini
bahwa Allah adalah Tuhan yang sebenarnya, serta bathin mengekalkan puji
syukur kepada Allah.
4.
Qona’ah dan Sabar
Dalam konsep tasawuf dikenal adanya
konsep qona’ah dan sabar.
Pertama, sikap qona’ah. Qona’ah artinya, terdapat kepuasan
jiwa seberapa pun rezeki yang dimiliki. sedikit ataupun banyak, diterima dengan
penuh rasa syukur. Dengan demikian, sikap Qona’ah itu bisa terwujud dengan cara
menemukan kecukupan didalam apa yang dimiliki dan tidak menginginkan apa yang
tidak dimiliki.
Kedua, sikap sabar. Sabar artinya, keteguhan hati dalam
menghadapi kesulitan hidup. Dalam perjalanan hidup, senang dan susah datang
silih berganti. Kadang-kadang menempuh jalan yang lurus dan datar, dan acapkali
melalui jalan berliku-liku dan mendaki.
Akan tetapi seperti dijanjikan oleh Al-Qur’an, hanya orang
yang bisa hidup sabar yang bisa lolos dari kehidupan yang lika-liku ini. Seperti
dinyatakan dalam surat Al-Baqarah (2): 155 “Dan sesunggugnya akan Kami
berikan percobaan yang sedikit kepada kamu, seperti ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Kemudian sampaikanlah kabar gembira
bagi orang-orang yang sabar.”
Bagi orang sabar sejati—kesabarannya adalah fillah dan
lillah. Seandainya seluruh cobaan ditimpakan kepadanya, ia tetap beristiqomah
dalam yang fardu dan hakikat serta terlemahkan atau tergoncang untuk
menunjukkan sikap alami, sebagaimana umumnya orang menerima musibah.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Modern berarti sesuatu yang
terbaru, secara baru dan mutakhir. Sedangkan modernitas sendiri diartikan sebagai perubahan-perubahan
masyarakat yang bergerak dari keadaan yang tradisional atau
dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang modern.
Sedangkan dampak modernitas ada
yang berdampak positif dan ada yang berdampak negatif, tergantung pada cara pengelolaanya.
Dan kehadiran Iptek telah melahirkan sejumlah problema terhadap masyarakat
modern, diantaranya.
1. Desintegrasi ilmu pengetahuan
2. Kepribadian yang terpecah
3. Penyalahgunaan iptek
4. Pendangkalan iman
5. Pola hubungan materialistis
6. Menghalalkan segala cara
7. Stres dan frustasi
8. Kehilangan harga diri dan masa depanya.
Tasawuf dalam dunia modern memiliki
peranan sebagai obat dalam mengatasi krisis kerohanian maayarakat modern. Agar
gerakan sosial tasawuf dapat merambah dalam kehidupan masyarakat, maka harus
dimahami kultur lokal yang ada. Karna toleransi terhadap budaya lokal menjadi
salah satu kunci keberhasilan dari tasawuf dalam melakukan gerakan-gerakan
sosial dimasyarakat yang memilik budaya lokal sangat kuat.
Adapun konsep
tasawuf itu di antaranya :
1.
Zuhud
2.
Tawakal
3.
Ikhlas
4.
Qona’ah dan
Sabar
DAFTAR PUSTAKA
·
Michael A.Sells. 1996. Terbakar
Cinta Tuhan; Paulist Press - Penerjemah: Alfitri. 2004 Bandung : Mizan
·
Dr. Alwan Khoiro, Ma, dkk. 2005.
Akhlaq Tasawuf. Yogyakarta : Pokja Akademik UIN Sunan Kali Jaga
·
Syukur, Amin. 2003. Tasawuf
Kontekstual. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
·
Abdul Qodir Djailani. 1996. Koreksi
Terhadap Ajaran Tasawuf. Jakarta : Gema Insani Pres
·
http://google.co.id/
·
http://usman-wwwmaal-khidmah.blogspot.co.id/2012/05/tasawuf-dalam-kehidupan-modern.html (dikutip Sabtu, 17 Oktober2015)
·
http://fidiaayesha.blogspot.co.id/2014/12/peranan-tasawuf-dalam-kehidupan-modern.html
(dikutip Sabtu, 17 Oktober2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar