BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam
bidang pendidikan nasional telah muncul
berbagai
pendapat dan pandangan mengenai perlunya reformasi pendidikan nasional. Maraknya tuntutan
reformasi total dalam kehidupan
berbangsa termasuk di dalamnya reformasi
pendidikan
nasional semakin lama semakin perlu. Proses
pendidikan
merupakan salah satu tuntutan konstitusi yang mengatakan
bahwa tujuan untuk membangun negara yang
merdeka
ini untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Era
reformasi dimulai tahun 1998 sejak tumbangnya rezim
Orde Baru di Indonesia yang telah berkuasa Iebih dari tiga dasawarsa. Jatuhnya Soeharto dari
kekuasaan pada 21 Mei 1998 digantikan
oleh B. J. Habibie. Sehingga era reformasi dimulai sejak masa pemerintahan B. J. Habibie.
Sistem
pendidikan nasional sangat
erat kaitannya dengan kehidupan politik bangsa. Selama Orde Baru telah tercipta suatu
kehidupan yang tidak sesuai dengan
cita-cita UUD 1945. Ternyata pemerintahan yang represif telah menghasilkan manusia-manusia
Indonesia yang tertekan, tidak
kritis, bertindak dan berpikir dalam acuan suatu struktur kekuasaan yang hanya mengabdi
kepada kepentingan sekelompok
kecil rakyat Indonesia.
Era
reformasi menuntut kembali kedaulatan rakyat
yang
telah hilang itu. Dengan sendirinya pula pendidikan nasional haruslah dikembalikan
fungsinya kepada memberdayakan
masyarakat yaitu mengembalikan kedaulatan
rakyat
untuk membangun dirinya sendiri. Pendidikan nasional perlu direformasi untuk mewujudkan
visi baru masyarakat Indonesia
yaitu suatu masyarakat madani Indonesia.
Namun
ketika era reformasi telah berjalan, ternyata banyak
sekali permasalahan yang muncul dalam bidang
pendidikan.
Kalau pada masa Orde Baru kebebasan individu
dipasung,
dimana aspek-aspek pembentukan kepribadian yang lengkap
meliputi kognitif, afektif dan psikomotorik telah diabaikan.
Justru pada era reformasi, dimana kebebasan telah digaungkan
justru membawa dampak negatif yang berupa
dekadensi
moral yang menjadi sumber dari segala macam krisis berkepanjangan. Generasi bangsa
dari yang muda sampai yang tua,
dari yang kecil sampai yang besar, dari rakyat jelata sampai yang berkuasa hampir mengalami
krisis moral. Untuk mengatasi masalah
pendidikan tersebut maka sangat perlu diadakan perubahan
dan rancangan yang lebih bagus lagi dalam bidang pendidikan
masa depan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
saja problematika pendidikan dalam era reformasi?
2. Bagaimana
konsepsi pendidikan Indonesia masa depan?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui apa saja problernatika pendidikan dalarn era reformasi.
2. Untuk
mengetahui konsepsi pendidikan Indonesia masa depan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Problematika
Pendidikan pada Era Reformasi
Reformasi
merupakan pembaharuan, perubahan
paradigma
lama kedalam paradigma baru sebagai langkah
perbaikan
terhadap kondisi sebelumnya. Politik pendidikan pada era reformasi didasarkan pada UU
Sisdiknas No.20 tahun 2003 yang
menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuannya untuk
berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang
beriman dan bertakwa kepada Tunan Yang Mana Esa, berakhlak
mulia, sehat, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggungjawab[1]
Sistem
pendidikan era reformasi diatur dalam UU No.20 tahun 2003 diuraikan dalam indikator akan
kebernasilan/kegagalannya. Maka
lahirlah peraturan pemerintah no.
19
tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan yang kemudian dijelaskan dalam Permendiknas RI. Namun pada
akhirnya pelaksanaan pendidikan di
era reformasi mengalami banyak problematika yang beragam.
Dewasa ini dunia
pendidikan kita mengalami empat krisis pokok
yaitu:
kualitas, relevansi atau efisiensi eksternal, elitisme dan manajemen.
1.
Kualitas
Pendidikan
Tidak
mudah menentukan karakteristik atau ukuran
yang
digunakan untuk mengukur kualitas pendidikan. Namun
beberapa indikator dapat digunakan sebagai tanda yang
memberitahu tentang kekhawatiran kita mengenai mutu
dan kualitas pendidikan di Indonesia. Beberapa indikator
itu diantaranya ada mutu guru yang masih
rendah
pada semua jenjang pendidikan, alat-alat bantu proses
pembelajaran seperti buku teks, peralatan
laboratorium
dan bengkel kerja belum memadai[2]
Selain
itu dari proses pendidikan era reformasi ini
telah
menghasilkan juga potret kondisi bangsa juga
generasinya
yang mengalami krisis moral. Muhyidin
Albarois
dalam bukunya, Mendidik Generasi Bangsa (2012b),
menjelaskan enam kerusakan moral secara umum
yang
dialami bangsa kita, yaitu:
a.
“Prestasi“
bangsa Indonesia dimata dunia.
Saat
ini dunia mengenal bangsa Indonesia dengan
"prestasi"
yang amat memalukan yaitu korupsi. Mengutip
hasil
survei Political
and Economic Risk Consultancy (PERC) tahun 2010, menunjukkan Indonesia
negara terkorup di Asia
Pasifik, mengungguli 15 negara Iain. Data Iain dari Worid
Economic Forum IWEFI, melalui survey
global competitivenes
index pada 2010, menempatkan
Indonesia pada
rangking 44 dari 139 negara didunia. Sebelumnya survei
ini menempatkan korupsi Indonesia pada rangking 54
(2009), rangking 55 (2008, 2007}
dan rangking 50 (2006)[3]
b.
Pejabat
publik yang tunamoral, baik dari kalangan
eksekutif, Iegislatif maupun yudikatif.
Dalam ungkapan Buya Syafi’i Ma’arif (2005), mereka menganut paham "mumpungisme”. Jabatan bukan dipandang sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan,
melainkan sebagai
kesempatan untuk meraup sebanyak-banyaknya
keuntungan
pribadi.
c.
Penegakan
hukum yang timpang
Keadilan di negeri
ini harus dibayar dengan harga mahal. Hukum
hanya
berlaku tegas pada rakyat kecil dan miskin, seperti kasus pencurian semangka di Kediri,
kasus pemungutan sisa
kapas di Tegal yang mana mereka melakukan itu karena
masalah perut. Ketika mereka tidak rnampu
menebus
perkaranya,
mereka mendapat hukuman yang tak
sebanding
dengan yang diambil/dicurinya. Namun ketika
keatas
hukum sangat tumpul, lihatlah para pelaku korupsi dinegeri
ini yang telah merugikan negara rnilyaran bahkan triliunan.
Mereka ada yang lolos dan ada yang dihukum
dengan
hukuman yang sangat ringan dibanding perbuatan mereka
yang telah mencuri uang rakyat dengan jumlah
yang
fantastis.
d.
Masyarakat
yang kalap
Seperti,
aksi tawuran antar pelajar, antarwarga,
antar mahasiswa. Pemberitaan
lain konflik antar etnis di Sampit, isu Sara di Ambon,
pembantaian dukun santet di Banyuwangi. Ada lagi seorang
ibu muda yang membunuh tiga anaknya dirumah
kontrakannya
di Bandung.[4]
e.
Guru
yang tak patut ditiru.
Sebuah
pepatah jerman mengatakan, "Kalau engkau mau mernbangun bangsamu, bangunlah terlebih dahulu
pendidikanmu." Jika ingin membangun pendidikan bangsa, maka peran guru tidak boleh diabaikan, sebab merekalah
ujung tombaknya.
Dalam ungkapan jawa, guru adalah sosok yang digugu lan ditiru artinya diikuti omongannya dan diteladani
perbuatannya.
Faktanya, banyak guru menurut data Kemdiknas
sekarang, Kemdikbud
tahun 2010 dalam sehari ada 500 ribu guru
membolos
atau mangkir mengajar tanpa
alasan yang jelas. Hilangnya
keteladanan dalam kerja keras, kepercayaan diri, malas
membaca dan kejujuran. Contohnya, kasus
pemalsuan
dan jual beli sertifikat (untuk keperluan
sertifikasi
guru), jual beli ijazah (untuk meraih gelar 5-1), plagiarisme
karya tulis ilmiah, hingga bersekongkol dalam mencurangi
Ujian Nasional.
f.
Generasi
muda yang sakit
Hal
yang memprihatinkan dari generasi muda
yang memiliki moralitas
mencapai titik nadir. Kasus contekan massal
dalam
Ujian Nasional, penganiayaan dan kekerasan di lingkungan
sekolah, kehamilan diluar nikah, aborsi yang
cenderung
meningkat, narkoba dan minurnan keras juga
pencurian
dengan pelaku remaja. Sernua itu menunjukkan generasi bangsa penerus bangsa ini
telah mengalami sakit yang
harus segera disembuhkan.[5]
2.
Relevansi
Pendidikan
Relevansi
pendidikan atau efisiensi eksternal suatu sistem pendidikan, diukur antara
lain dari keberhasilan sistem
itu dalam memasok tenaga-tenaga terampil dalam jumlah
yang memadai bagi kebutuhan sektor
pembangunan.
Namun faktanya, semakin besar pengangguran
lulusan sekolah menengah dan pendidikan
tinggi.
Masalah tidak relevannya pendidikan kita
disebabkan
adanya kesenjangan "supply"
sistem pendidikan dengan "demand" tenaga yang dibutuhkan oleh berbagai sektor ekonomi. Dalam
hal ini berkaitan juga dengan
isi kurikulum yang tidak sesuai dengan
perkembangan
ekonomi atau kemajuan iptek.[6]
3.
Elitisme
Elitisme
dalam pendidikan maksudnya ialah
kecenderungan
penyelenggaraan pendidikan oleh pemerintah
menguntungkan kelompok masyarakat yang
kecil
atau mampu. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat
miskin tidak mampu melanjutkan pendidikan.
Dalam
hal ini pemerintah memberi subsidi pendidikan yang lebih besar pada pendidikan tinggi
dibanding pendidikan dasar.
Pada kenyataannya sebagian besar mahasiswa itu berasal
dari golongan menengah keatas yang lebih mampu dibanding
dengan keluarga para siswa SD yang banyak
dari
golongan menengah bawah.
4.
Manajemen
Pendidikan
Sebagai
suatu industri pengembangan dalam hal ini
sumber daya manusia, pendidikan harus
dikelola secara profesional.
Ketiadaan manajer pendidikan profesional
mengharuskan
kita mengadakan terobosan untuk membawa
pendidikan sejalan dengan langkah-langkah
pendidikan
yang semakin cepat. Peta permasalahan
pendidikan
ini sangat kompleks yang bukan hanya masalah
teknis
tapi juga kegiatan perencanaan, pendanaan dan efifiensi
dari sistem itu sendiri. Sisdiknas perlu ditata kembali
atau direstrukturisasi agar pendidikan mampu
mengikuti
cepatnya laju pembangunan. Memasuki era
pembangunan
nasional jangka panjang yaitu masyarakat
industri modern yang membuka dimensi
persoalan
baru yang perlu ditanggulangi.[7]
B.
Konsepsi
Pendidikan Indonesia Masa Depan
Pendidikan kita
sampai saat ini, belum menunjang jiwa
reformasi
yang menginginkan masyarakat demokrasi,
masyarakat
terbuka, pemerintahan yang bersih (clean government),
masyarakat transparan yang jauh dari kolusi
ataupun
untuk kepentingan kelompok sendiri. Pendidikan nasional
kita telah terpisah dari kebudayaan, baik daerah maupun
nasional. Untuk itu perlu dimasukkan kembali sehingga pendidikan benar-benar hidup,
dihidupi dan menghidupi kebudayaan
nasional. Dari pergeseran paradigma masyarakat Indonesia
dalam memasuki kehidupan baru milenium ketiga, memerlukan
strategi reformasi pendidikan nasional sebagai berikut:
1.
Pranata sosial pendidikan keluarga,
sekolah, haruslah dijadikan
pusat pengembangan kebudayaan daerah dan
nasional.
2.
Visi pendidikan nasional berakar dari
kebudayaan nasional, perlu
dijabarkan secara rinci dalam semua program
pendidikan.
3.
Prinsip-prinsip kehidupan nasional
berdasarkan Pancasila perlu
dilaksanakan dalam kehidupan kehidupan nyata
dalam
seluruh lembaga pendidikan.
4.
Toleransi, disiplin, keterbukaan dan menghilangkan sikap
hidup eksklusif, serta
rasa bangga menjadi orang Indonesia perlu
ditanamkan
dengan kokoh.[8]
5.
Menghidupkan dan mengembangkan tata cara
hidup demokrasi yang perlu dibudayakan
dalam seluruh aspek proses
pendidikan. yaitu:
-
Semua warga negara mempunyai kesempatan
yang sama tanpa diskriminasi dalam
mendapatkan pendidikan
yang diselenggarakan oleh negara.
Pendidikan
swasta dengan ciri khasnya mendapatkan
tempat
di dalam masyarakat demokrasi tanpa
merugikan
kepentingan bersama untuk seluruh bangsa.
-
Pengakuan atas adanya perbedaan individu
dan memberikan kesempatan yang sama
untuk perkembangan seluruh peserta didik
yang berbeda kemampuannya.
-
Mengembangkan persaingan dalam kerjasama (competing
within the sphere of cooperation) untuk mencapai sesuatu yang semakin baik
kualitasnya.
-
Proses belajar dikembangkan dalam suasana
demokrasi, artinya
pendidikan bukan menggunakan "sistem
bank“ tetapi
yang menghidupkan berpikir mandiri dan kritis, dapat
berdialog dan menerima pendapat orang lain
yang
berbeda. Belajar mencapai konsensus berdasarkan penawaran
alternatif serta ikut serta bertanggungjawab
didalam
suatu yang telah diambil secara demokratis.
6.
Desentralisasi dan sentralisasi
pengelolaan pendidikan yang
seimbang.
Sentralisasi diperlukan
untuk mengarahkan dan membimbing tanpa
mematikan inisiatif dari
bawah. Desentralisasi pengelolaan pendidikan
diarahkan
kepada otonomi yang luas kedalam masing-masing lembaga pendidikan.
7.
Kelembagaan departemen pendidikan dan
kebudayaan.
Departeman Pendidikan akan lebih menuntut
pendidikan nasional jika didasarkan kepada kebudayaan nasional.[9] Pendidikan nasional yang berakar
dari dan untuk pengembangan
kebudayaan nasional harus menumbuhkembangkan
berbagai sikap manusia Indonesia masa
depan.
Salah satunya dengan konsepsi pendidikan Indonesia masa depan yang memungkinkan lahirnya
masyarakat madani Indonesia
yang dicita-citakan. Konsep itu terwujud kedalam berbagai
sikap, yaitu:
a.
Sikap
demokratis
Konsep
sikap demokratis ini selain mengenai
pembentukan
individu yang mempunyai harga diri,
berbudaya,
memiliki identitas sebagai bangsa Indonesia
yang
bhinneka tunggal ika.
juga menumbuhkan sikap kreatif, sanggup
mengemukakan pendapat, menghargai
perbedaan
pendapat, semua itu perlu dimasukkan ke
dalam
proses belajar serta kurikulum. Pendidik jangan menjadi
otoriter agar bisa menumbuhkan sikap
demokratis
dari para peserta didiknya.
b.
Sikap
toleran
Wajah
budaya Indonesia yang bhinneka tunggal ika menuntut sikap toleran yang tinggi dari setiap
anggota masyarakat. Dengan
sikap toleran yang diwujudkan oleh semua
Iapisan
masyarakat maka terbentuk masyarakat yang
kompak
tapi beragam sehingga kaya akan ide-ide
baru. Menurut Juwono Sudarsono disamping
sikap toleran juga penting sikap kompromi
perlu dikembangkan dalam pendidikan.
c.
Saling
pengertian
Pendidikan
nasional harus menampung akan kebutuhan
masyarakat
yang beragam. Keanekaragaman budaya
daerah
haruslah dikembangkan seoptimal mungkin
sehingga
nantinya dapat mewujudkan suatu budaya
nasional.
Saling pengertian hanya dapat ditumbuhkan
apabila
komunikasi antar penduduk dan antar etnis
dapat
terwujud dengan bebas dan intens.
Pengembangan
budaya daerah, pertukaran kunjungan
antar
masyarakat dan budaya daerah haruslah
diintensifkan.
d.
Berakhlak tinggi, beriman dan bertaqwa
Pendidikan
agama di dalam sistem pendidikan nasional
haruslah
dilaksanakan dengan maksimal. Sehingga terwujud suatu kehidupan bersama
yang mengandung unsur
toleransi dan saling pengertian yang
menda|am. kita perlu menghindari ramalan
Huntington yang
memprediksi adanya konflik-konflik budaya dan agama
sebagai pengganti konflik kekerasan senjata
dalam
kehidupan manusia pada milenium ketiga yang
akan
datang. Kita harus membentengi generasi penerus dengan
akhlak tinggi, beriman dan bertaqwa.
e.
Manusia
dan masyarakat
yang berwawasan global
Pendidikan
nasional perlu mempersiapkan kualitas
sumber
daya manusia Indonesia yang rnenguasai dan
mengembangkan
ilmu pengetahuan, juga terampil dalam
memecahkan masalah yang muncul akibat
gelombang
globalisasi.[10]
BAB Ill
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Problematika
pendidikan dalam era reformasi mengalami
empat
krisis pokok, yaitu:
a.
Kualitas pendidikan
b.
Relevansi Pendidikan
c.
Elitisme
d.
Manajemen pendidikan
2. Konsepsi
pendidikan Indonesia masa depan dituangkan
kedalam
enam sikap yang nantinya diharapkan lahir
masyarakat
madani Indonesia, sikap tersebut adalah
a.
Sikap demokratis
b.
Sikap toleran
c.
Saling pengertian
d.
Berakhlak tinggi, beriman dan bertaqwa
e.
Manusia dan masyarakat yang berwawasan
global
DAFTAR P U STAKA
Albarobis Muhyidin dan Sutrisno, Pendidikan lslam Berbasis Problem
Sosial,
Jogjakarta: AR-Ruzz Media, 2012
H.A.R.Tilaar, Manajemen Pendidikan lslam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008
H.A.R.Tilaar, Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani lndonesla,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002
Kholilah dan Muzakki Akhmad, llmu Pendidikan lslam, Surabaya: Kopertais
IV Press, 2013
Knight George R, Fllsafat Pendidikan, Yogjakarta: Gama Media, 2007
Sunarso, Lapllt Polpen 2012 dalam httpzllstaff.uny.ac.idlsitesldefaultlfi|es.pdf
diunggah pada 2012
Zuharini, Filsafat Pendidikan lslam, Jakarta: Bumi Aksara, 2012
Situs Web:
(Dikutip sebagian pada Hari
Rabu, 15 Maret 2017, jam 18.00 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar