BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kata “Akhlak” berasal dari Bahasa Arab. Kata “Akhlaq” merupakan bentuk
jamak dari “khuluq” yang secara bahasa bermakna perbuatan atau penciptaan. Akan
tetapi dalam konteks agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabiat, adab, atau
tingkah laku.
Konsepsi
ajaran akhlak menurut Islam adalah menuju perbuatan amal saleh, yaitu semua
perbuatan baik dan terpuji, berfaedah, dan indah untuk mencapai kebahagiaan di
dunia dan di akhirat yang di ridhoi oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Sedangkan
amal saleh adalah inti dari ajaran Islam yang harus diterapkan untuk
melatarbelakangi konsepsi akhlak yang hendak akan dilakukan oleh manusia.
Kata
“tasawuf”, menurut kaidah Ilmu Sharaf merupakan bentuk isim masdar, yaitu
“tasshawwufan” yang berasal dari fi’il tsulatsi mazid khumasi, yaitu
“tashawwafa” yang memiliki fungsi untuk membentuk makna lil mutawa’ah atau
transitif (kata kerja yang selalu memiliki objek dalam kalimat) dan lil
musyarakah yang membentuk makna saling. Dengan demikian, arti kata “tasawuf”
dalam Bahasa Arab artinya bisa membersihkan atau saling membersihkan.
Kata
“membersihkan” merupakan kata kerja transitif yang membutuhkan objek. Objek
dari tasawuf ini adalah objek manusia. Kemudian saling membersihkan merupakan
kata kerja yang didalamnya terdapat dua subjek yang aktif memberi dan menerima.
Jika
kata “akhlak” dan “tasawuf” disatukan, maka akan menjadi frase “Akhlak
Tasawuf”. Secara etimologis, akhlak tasawuf bermakna membersihkan tingkah
laku atau saling membersihkan tingkah laku.
Akhlak tasawuf ini dipandang sebagai sebuah tatanan dasar untuk menjaga akhlak
manusia atau dalam nahasa sosialnya moralitas masyarakat.
Oleh
karena itu, akhlak tasawuf merupakan kajian ilmu yang sangat memerlukan praktik
untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai sebuah pengetahuan, tetapi
harus terealisasi dalam rentang waktu kehidupan manusia.
Tidak
hanya itu, akhlak tasawuf juga memiliki fungsi yang sangat bermanfaat bagi
kita. Fungsi tersebut terbagi secara umum dan khusus yang selengkapnya akan
dibahas lengkap melalui makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa saja fungsi akhlak tasawuf secara umum?
2.
Apa saja fungsi akhlak tasawuf secara khusus?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui fungsi akhlak tasawuf
umum
2.
Mengetahui fungsi akhlak tasawuf secara khusus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Fungsi
Umum
Fungsi akhlak tasawuf
secara umum dapat dibagi menjadi 2 aspek yaitu yang pertama aspek yang
menyangkut sejarah akhlak tasawuf sejak lahir dan juga mengenai paradigma yang
masih tersisa sampai sekarang. Aspek yang kedua yaitu fungsi akhlak tasawuf
dengan memotret realitas kehidupan modern sekarang ini.[1]
1.
Aspek
pertama antara lain :
a.
Meneladani
Akhlak Rosulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasalam
Rosulullah sebagai Uswatun
Khasanah (suri tauladan yang baik) bagi umatnya, walaupun Rosulullah sudah Maksum (terjaga dari perbuatan dosa)
tapi Rosulullah senantiasa berdzikir memohon ampun kepada Allah Subhanahu
Wata’ala, senantiasa mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala, hidup
sederhana, menjauhi kenikmatan dunia yang menyesatkan dengan maksud agar
umatnya pun melakukan apa yang Rosulullah ajarkan sehingga umatnya tidak
tersesat oleh gemerlap kenikmatan dunia yang menyesatkan.
b.
Menyeimbangkan
antara kehidupan keduniawian (kebutuhan material) dengan kehidupan spiritual
(kebutuhan rohani / agama).
Banyak orang yang hanya sekedar mencari dunianya saja dan
kebutuhan rohaninya tidak pernah dicari sehingga terjadi ketimpangan antara
nafsu dari diri sendiri dengan penyaringnya (aturan agama) sehingga banyak
orang yang melakukan suatu hal dan dia tidak menyadarinya karena yang mengontrolnya
adalah hawa nafsu. Apabila kita menuruti hawa nafsu/ mengejar dunia saja maka
kita tidak akan pernah puas, sehingga kita perlu menyeimbangkaannya dengan cara
mengisi nilai-nilai spiritual pada setiap aspek kehidupan yaitu dengan
mempelajari dan mengamalkan apa yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadits.
2.
Aspek
kedua antara lain:
a.
Peneduh
jiwa saat kehilangan visi Keilahian karena kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Husen Nasr dalam Islam and Pligh of Modern Man menyatakan
bahwa akibat masyarakat modern yang mendewa-dewakan ilmu pegetahuan dan
teknologi menjadikan mereka dalam wilayah pinggiran eksistensinya sendiri,
menjauh dari pusat, sementara pemahaman agama yang berdasarkan wahyu
(Al-Qur’an) mereka tinggalkan, hidup dalam keadaan sekuler,[2] masyarakat yang
demikian adalah masyarakat barat yang dikatakan the post industrial society telah
kehilangan visi Keilahian. Masyarakat
yang demikian ini telah tumpul penglihatan intelektualnya dalam melihat
realitas hidup dan kehidupan (Komaruddin hidayat, dalam Dawam raharjo, 1985).
Hilangnya visi Keilahian bisa
mengakibatkan timbulnya gejala psikologis yakni adanya kehampaan spiritual. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta filsafat rasionalisme tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok manusia dan
aspek-aspek nilai transenden (diluar segala kesanggupan manusia, luar biasa), satu kebutuhan yang hanya bisa digali dari sumber wahyu
Ilahi. Akibat dari itu maka tidak heran akhir-akhir ini banyak dijumpai orang
yang stress, gelisah, bingung karena tidak mempunyai pegangan hidup. Tasawuf
memiliki potensi besar karena mampu menawarkan pembebasan spiritual, mengajak
manusia mengenal dirinya sendiri dan akhirnya mengenal Tuhannya. Dan ini
merupakan pegangan hidup manusia yang paling ampuh, sehingga tidak
terombang-ambing oleh badai kehidupan ini.[3]
b.
Penguat
psikis (penghilang stress)
Kehidupan dunia dipenuhi dengan persaingan, peraturan yang dipakai
bagaikan dihutan yaitu siapa yang kuat dialah yag bertahan, dalam
mempertahankan posisi dalam bersaing terkadang ada pihak-pihak yang melakukan
persaingan tidak sehat sementara keinginan bersaing tinggi sehingga terkadang
menimbulkan pikiran dan membuat stress, dalam kondisi demikian akhlak tasawuf
sebagai media untuk menghilangkan stress yaitu dengan cara Muhasabbah (introspeksi diri) menyadari bahwa semua yang ada di
dunia ini adalah milik Allah dan akan kembali pada Allah.
c.
Penguat
tali persaudaraan (Ukhuwah Islamiyah).
Dalam kehidupan modern ini semua orang disibukkan dengan dunianya
masing-masing sehingga tidak jarang orang yang tidak sempat bertemu atau
bersosialisasi dengan masyarakat atau bahkan dengan tetangga sendiri, bahkan
rata-rata kehidupan perkotaan sekarang ini melekat dengan rasa egoisme yang
tinggi (Individualis), dalam hal seperti ini Akhlak tasawuf berfungsi sebagai
pengingat bahwa perlunya hidup bermasyarakat, saling tolong-menolong dalam hal kebaikan,
dan bahwasannya sesama muslim terutama adalah bersaudara,
Seperti Firman Allah dalam surah Al-Hujurat ayat 10 yang artinya : Orang-orang beriman itu sesungguhnya
bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
B.
Fungsi
Khusus
Selain secara umum, fungsi tasawuf juga dapat
dibagi menjadi fungsi secara umum. Fungsi akhlak tasawuf secara khusus dapat
digambarkan sebagai berikut:
1.
Membersihkan
hati dalam berhubungan dengan Allah
Allah adalah Dzat yang Suci sedangkan manusia tidak suci. Manusia
memliki banyak dosa atas perbuatan-perbuatan baik yang manusia sadari berdosa
ataupun yang tidak di sadari berdosa, manusia tidak akan mencapai maqom Ridho apabila masih
berbuat/melakukan/mempunyai banyak dosa maka dalam berhubungan dengan Allah
baik itu ibadah umum atau khusus hendaknya kita membersihkan hati terlebih
dahulu agar ibadah tersebut diterima oleh Allah (mustajab). Misalnya dalam Berdo’a apabila do’a tersebut ingin
dikabulkan oleh Allah maka hendaknya kita membersihkan hati kita terlebih
dahulu dari sifat-sifat tercela kemudian taubat dan memohon ampun kepada Allah
dan selalu ingat kepada Allah maka Do’a tersebut akan dikabulkan Allah apabila
Allah menghendakinya.
2.
Membersihkan
jiwa dari pengaruh materi
Manusia memiliki 2 kebutuhan yaitu kebutuhan jasmani dan rohani,
terkadang manusia hanya mementingkan untuk mengejar duniawinya saja tanpa
mengejar kebutuhan rohaninya sehingga manusia sering terjerumus pada pengaruh
materi duniawi karena mengikuti hawa nafsu, mereka hanya memuaskan kebutuhan
lahiriyahnya saja sehingga mereka terkadang lupa diri, untuk mencegah jiwa
terpengaruh oleh materi duniawi maka kita pelu membersihkan jiwa kita salah
satunya dengan ceramah-ceramah agama yang mempertebal iman kita sehingga kita
termotivasi untuk selalu ingat kepada Allah dan menghindari perbuatan-perbuatan
yang dilarang oleh Allah.
3.
Menerangi
jiwa dari kegelapan
Manusia tidaklah lepas dari perbuatan salah dan dosa terkadang
sadar atau tidak sadar melakukan perbuatan yang merusak iman dan berdosa antara
lain Hub Al-Dunya (cinta kepada
dunia, gaya hidup glamour dll.), At-Thama’ (rakus, serakah), mengikuti
hawa nafsu, ‘Ujub (bangga terhadap
diri sendiri), Riya’ (pamer, memperlihatkan
amal perbuatan pada orang lain), Takabbur
(sombong), Sum’ah (menceritakan amal
ibadah kepada orang lain). Tasawuf berperan untuk menerangkan jiwa dari kegelapan
akibat penyakit hati tersebut dengan cara Takholli
(menghapus sifat-sifat tercela) dan Tahalli
(mengisi dengan sifat-sifat terpuji).
4.
Memperteguh
dan menyuburkan keyakinan beragama.
Iman seseorang bersifat labil (tidak stabil) dalam artian bisa
naik bisa juga turun dan bahkan bisa hilang tak berbekas sama sekali.
Saat seseorang melakukan perbuatan tercela maka imannya akan
menurun bahkan apabila seseorang melakukan perbuatan syirik maka bisa dikatakan
iman seseorang tersebut hilang tak berbekas karena ia mengganggap makhluk lain
sebagai Tuhan selain Allah sehingga imannya hilang, namun apabila kita sering
mendengarkan pengajian dan ceramah kita akan mendapat pencerahan sehingga
meyakinkan dan meneguhkan iman kita sehingga kita tidak mudah tergoda dengan
kenikmatan dunia yang hanya bersifat sementara.
5.
Mempertinggi
akhlak manusia
Apabila seseorang memiliki akhlak yang baik pasti akan dihormati
oleh orang lain namun apabila seseorang memiliki akhlak dan moral yang jelek
pastilah orang tersebut tidak akan dihargai oleh orang lain bahkan akan
dikucilkan dalam masyarakat. apabila seseorang memiliki hati yang bersih maka
baik pula akhlaknya sehingga tolak ukur baik menurut masyarakat bukanlah pada
hartanya tetapi pada akhlak seseorang, dan dalam Al-Qur’an juga disebutkan
bahwa allah mengukur derajat manusia bukan dari harta kekayaannya melainkan
dari derajat ketaqwanya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fungsi Akhlak Tasawuf terbagi menjadi 2 yaitu
fungsi umum dan khusus. Fungsi umum dibagi menjadi 2 aspek yaitu yang pertama
aspek yang menyangkut sejarah akhlak tasawuf sejak lahir dan juga mengenai paradigma
yang masih tersisa sampai sekarang. Fungsi umum pada aspek pertama antara lain
:
1.
Meneladani Akhlak
Rosulullah.
2.
Penyeimbang antara kebutuhan
jasmani (keduniawian) dengan kebutuhan spiritualis (agama/rohani).
Aspek yang kedua yaitu fungsi akhlak
tasawuf dengan memotret realitas kehidupan modern sekarang ini. Fungsi pada
aspek kedua antara lain :
1.
Peneduh jiwa ketika
kehilangan visi KeIlahian karena kemajuan Iptek.
2.
Penguat psikis
(penghilang stress ).
3.
Penguat tali
persaudaraan (Ukhuwah Islamiyah).
Sedangkan fungsi khusus dari akhlak tasawuf
antara lain :
1.
Membersihkan hati dalam berhubungan dengan
Allah (Ibadah).
2.
Membersihkan jiwa dari
pengaruh materi.
3.
Menerangi jiwa dari
kegelapan.
4.
Memperteguh dan
menyuburkan keyakinan beragama.
5.
Mempertinggi akhlak
manusia.
Fungsi Akhlak Tasawuf secara khusus berkaitan
dengan kesehatan jiwa atau batin manusia, apabila jiwa manusia itu baik maka
baik pula perbuatannya. Dalam hal ini fungsi khusus akhlak tasawuf lebih
menekankan pada pembinaan jiwa dimana jiwa tersebut memiliki 2 Unsur perbuatan
yaitu perbuatan baik dan buruk. Upaya untuk mengisi jiwa manusia denga perbuatan-perbuatan
terpuji disebut dengan Tahalli, sedangkan upaya untuk menghilangkan
sifat-sifat tercela dari diri manusia disebut dengan Takholli. setelah
manusia bersih dari perbuatan-perbuatan tercela maka orang tersebut akan bisa
dekat dengan Allah bahkan bisa melihat rahasia Allah apabila Allah menghendaki.
DAFTAR PUSTAKA
·
Alwan Khori, dkk, Akhlak/Tasawuf,
Yogyakarta: Pokja UIN Sunan Kalijaga, 2005.
·
H.M. Amin Syukur, Menggugat
Tasawuf sufisme dan tanggung jawab sosial abad 21,
·
Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2002.
·
Imam al-Ghazali, dkk, Pembersih
Jiwa, Bandung : Pustaka, 1990.
·
Sudirman Tebba, Tasawuf
Positif, Jakarta Timur : Prenada Media, 2003.
·
Al-Jazairi, Syekh Abu Bakar. Mengenal
Etika dan Akhlak Islam, Jakarta : Lentera, 2003.
·
http://www.belajar-ngeblog.cc.cc/2011/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html (dikutip pada hari Kamis, 15
Oktober 2015)
[2] bersifat
duniawi atau kebendaan (bukan bersifat keagamaan atau kerohanian. Lihat
Departemen pendidikan dan kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia eds III,
Jakarta : Balai Pustaka, 2005.
[3] H.M.
Amin Syukur, Menggugat Tasawuf sufisme
dan tanggung jawab sosial abad 21, Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2002. Hal 109,112-114.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar