KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur senantiasa kami
panjatkan kehadirat ALLAH Subhanahu Wata’ala, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berisikan materi tentang “Aliran-Aliran Dalam Ilmu Kalam :
Jabariyah dan Qodariyah” dari Mata Kuliah Ilmu Kalam.
Shalawat beserta salam semmoga selamanya tercurahlimpahkan
kepada Nabi besar Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasalam, dan kepada para keluarga
serta sahabatnya, tak lupa kitta semua selaku pengikutnya semoga mendapatkan
syafa’at darinya kelak di akhir zaman nanti. Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Kami tentu menyadari sepenuhnya akan
keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki sehingga makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Tapi akhirnya kamipun dapat menyelesaikan makalah tepat pada
waktunya. Oleh karena itu kami dalam kesempatan ini menyampaikan ucapan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan, dorongan, petunjuk
serta dukungan dan bantuan lainnya kepada kami. Untuk itu kami menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Akhirnya harapan penyusun semoga hasil
dari makalah ini dapat berguna bagi penyusun khususnya dan umumnya bagi para
pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Kuningan, November
2015
Tim Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................ 1
DAFTAR
ISI..................................................................................... 2
BAB I
(Pendahuluan)..................................................................... 3
A. Latar belakang...................................................................... 3
B. Perumusan Masalah............................................................. 4
C. Tujuan Penulisan.................................................................. 4
BAB II
(Pembahasan)..................................................................... 5
A. Hakikat dan Makna Kaum
Jabariyah dan Qadariyah........ 5
1. Hakikat dan Makna Kaum Jabariyah............................... 5
2. Hakikat dan Makna Kaum Qadariyah............................. 7
B. Ajaran-Ajaran Kaum
Jabariyah dan Qadariyah................. 8
1. Ajaran-Ajaran Kaum Jabariyah....................................... 9
2. Ajaran-Ajaran Kaum Qadariyah...................................... 10
C. Sekte-Sekte serta
Doktrin Kaum Jabariyah dan Qadariyah 11
1.Sekte-Sekte serta Doktrin Kaum Jabariyah....................... 11
2.Sekte-Sekte sera Doktrin Kaum Qadariyah....................... 14
D. Perbedaan dan
Persamaan Kaum Jabariyah & Qadariyah 16
BAB
III (Kesimpulan)..................................................................... 17
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pembahsan ilmu kalam sebagai
hasil pengembangan masalah keyakinan agama belum muncul di zaman Nabi. Umat di
masa itu menerima sepenuhnya penyampaian Nabi. Mereka tidak mempertanyakan
secara filosofis apa yang diterima itu. Kalau terdapat kesamaran pemahaman,
mereka langsung bertanya kepada nabi dan umat pun merasa puas dan tenteram. Hal
itu berubah setelah Nabi wafat. Pada waktu itu pengetahuan dan budaya umat
semakin berkembang pesat karena terjadi persentuhan dengan berbagai umat dan
budaya yang lebih maju.
Penganut Islam sudah beragam
dan sebagiannya telah menganut agama lain dan memiliki kebudayaan lama. Hal-hal
yang diterima secara imani mulai dipertanyakan dan dianalisa. Al-syahrastani
menyebutkan beberapa prinsip yang merupakan dasar bagi pembagian aliran teologi
dalam Islam.
Diantara prinsip fundamental
yang dibahas dalam ilmu al-kalam yakni berkenaan dengan qadar dan keadilan
Tuhan. Ketika ulama kalam membicarakan masalah qada’ dan qadar, hal itu
mendorong mereka untuk membicarakan asas taklif, pahala dan siksa, mereka pun
berselisih dalam menentukan fungsi perbuatan manusia.
Tuhan adalah pencipta segala
sesuatu, pencipta alam semesta termasuk di dalamnya perbuatan manusia itu
sendiri. Tuhan juga bersifat Maha Kuasa dan memiliki kehendak yang bersifat
mutlak dan absolut. Dari sinilah banyak timbul pertanyaan sampai di manakah
manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak
Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya? Apakah Tuhan memberi kebebasan
terhadap manusia untuk mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya
pada kehendak dan kekuasaaan Tuhan yang Absolut?
Menanggapi
pertanyaan-pertanyaan tersebut maka muncullah dua paham yang saling bertolak
belakang berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal
dengan istilah Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Qadariyah menekankan pada
otoritas kehendak dan perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal dengan
istilah Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Qadariyah menekankan pada otoritas
kehendak dan perbuatan manusia. Mereka memandang bahwa manusia itu berkehendak
dan melakukan perbuatannya secara bebas. Sedangkan Golongan jabariyah adalah
antitesa dari pemahaman Qadariyah yang menekankan pada otoritas Tuhan. Mereka
berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak
dan perbuatannya.
Di samping itu, berbagai ayat
Al-Qur’an menampakkan kedua aliran itu secara nyata. Berbagai ayat menunjukkan
manusia melakukan perbuatannya. Setiap manusia dibebani tanggung jawab atas
segala tingkah lakunya. Karenanya mereka berhak memperoleh pahala atau menerima
siksa, dipuji atau dicela. Demikian pula banyak ayat lain dalam Al-Qur’an yang
mengisyaratkan bahwa manusia itu dikuasai sepenuhnya oleh Tuhan. Dengan kata
lain manusia tidak memiliki kebebasan. Para ahli agama dan filosof dalam
berbagai kurun waktu aktif membahas apakah manusia bebas berbuat sesuatu dengan
kehendaknya atau kehendaknya disebabkan oleh sesuatu yang diluar dirinya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1.
Apakah
hakikat dan makna kaum Jabariyah dan Qadariyah?
2.
Bagaimana
ajaran-ajaran kaum Jabariyah dan Qadariyah ?
3.
Bagaimana
sekte-sekte dan doktrin-doktrin kaum Jabariyah dan Qadariyah ?
4.
Apakah
Persamaan dan Perbedaan kedua kaum ini?
C. Tujuan
Penulisan
Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan
ditulisnya makalah ini adalah untuk:
1.
Mendiskripsikan
hakikat dan makna kaum Jabariyah dan Qadariyah
2.
Menjelaskan
ajaran-ajaran kaum Jabariyah dan Qadariyah
3.
Menjelaskan
sekte-sekte dan doktrin-doktrin kaum Jabariyah dan Qadariyah
4.
Mengetahui
perbedaan dan persamaan kaum Jabariyah dan Qodariyah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
dan Makna Kaum Jabariyah dan Qadariyah
1. Hakikat dan Makna Kaum Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang
berarti memaksa. Didalam Al-Mujid dijelaskan nama Jabariyah berasal dari kata Jabara
yang berarti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu. Kalau dikatakan Allah
memiliki sifat Al-Jabbar (dalam bentuk mubalaghah), itu artinya Allah Maha Memaksa.
Ungkapan Al-Insan Majbur (bentuk isim maf’ul) mempunyai arti manusia
dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya kata jabara (bentuk pertama), setelah
ditarik menjadi jabariyah (dengan menambah ya nisbah), memiliki arti
suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut Asy-Syahratsan menegaskan bahwa
paham Al-Jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya
dan menyandarkan kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa inggris, jabariyah disebut
Fatalism atau Predestination, yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan
manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan.
Paham Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan
qadar Tuhan yang berlaku bagi segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang
atau peluang bagi adanya kebebasan manusia untuk berkehendak dan berbuat
menurut kehendaknya. Paham ini menganggap semua takdir itu dari Allah. Oleh
karena itu menurut mereka, seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas
kehendak Allah.
Paham Al-Jabbar pertama kali diperkenalkan oleh
Ja’d Bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm Bin Shafwan dari Khurasan. Dalam
sejarah teologi islam, Jahm tercatat sebagai seorang tokoh yang mendirikan
aliran Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah. Ia adalah sekretaris Suraih Bin
Al-Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayah.
Namun dalam perkembangannya paham al jabar juga dikembangkan oleh tokoh lainnya
diantaranya Al-Husain Bin Muhammad An-Najjar dan Ja’d Bin Dirrar.
Munculnya paham Al-Jabar para ahli sejarah
meggambarkan bahwa kehidupan yang dikungkung oleh gurun pasir sahara
berpengaruh besar dalam cara pandang hidup mereka. Harun Nasution menjelaskan
bahwa dalam situasai demikian bangsa arab tidak melihat jalan untuk mengubah
keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka.mereka merasa lemah
dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya mereka banyak bergantung
pada alam yang disebut sikap fatalism.
Benih-benih
paham sudah muncul dalam peristiwa sejarah berikut ini.
a.
Suatu
ketika Nabi menjumpai sahabat yang bertengkar masalah takdir Tuhan. Nabi
melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut, agar terhindar dari
kekeliruan dalam penafsiran ayat- ayat Tuhan mengenai takdir.
b.
Khalifah
Umar Bin Khattab pernah menagkap seseorang yang ketahuan mencuri ketika
diintrogasi pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri” mendengar
ucapan itu, Umar marah dan mengagap orang itu berdusta pada Tuhan oleh kerena
itu Umar memberikan dua hukuman kepada pencuri itu, pertama potong tangan karna
mencuri dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir Tuhan
c.
Khalifah
Ali Bin Abi Talib seusai perang Shiffin ditanya oleh seorang tua tentang qadar
Tuhan dalam kaitannya dalam pahala dan siksa. Orang itu bertanya, ”bila
perjalanan (menuju perang shiffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan,
tak ada pahala sebagai balasannya” Ali menjelaskan bahwa qadha dan qadar bukan
paksaan Tuhan. Ada pahala dan siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia.
Seandainya qadha dan qadar itu merupakan paksaan, batallah pahala dan siksa,
gugur pulalah makna janji dan ancaman Tuhan serta tidak ada celaan Allah atas
pelaku dosa dan pujian-Nya terhadap orang-orang baik.
Berkaitan dengan hal itu ada yang mengatakan
kemunculan aliran jabariyah akibat pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh
agama yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.
Namun tanpa pengaruh asing itu, paham aljabar akan muncul juga dikalangan umat
Islam dalam alquran sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham ini
2.
Hakikat
dan Makna Kaum Qodariah
Sedangkan pengertian Qodariyah secara etimologi,
berasal dari kata qadara yang bermakna kemampuan dan kekuatan, adapun secara
terminologi istilah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan
manusia tidak diinversi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa
tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran-aliran ini lebih
menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya, Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari
pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan
bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr.
Hadariansyah, orang-orang yang berpaham qadariyah adalah mereka yang mengatakan
bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam
melakukan perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua
perbuatan, yakni baik dan buruk.
Tak dapat diketahui dengan pasti kapan Qadariayah
ini timbul dalam sejarah perkembangan teologi Islam. Tetapi menurut keterangan
ahli-ahli teologi Islam, bahwa golongan ini dimunculkan pertama kali dalam
Islam oleh Ma’bad al-Juhany di Basrah. Dikatakan bahwa yang pertama kali
berbicara dan berdebat masalah qadar adalah seorang Nasrani yang masuk Islam di
Irak. Kemudian darinyalah paham ini diambil oleh Ma’bad al-Juhany dan temannya
Ghailan al-Dimasyqi. Ma’bad termasuk tabi’in atau generasi kedua setelah Nabi.
Tetapi memasuki lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman ibn al-Asy’as,
gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Ma’bad al-Juhany
akhirnya mati terbunuh dalam pertempuran melawan al-Hajaj tahun 80H.
Paham Qadariyah muncul sekitar tahun 70H (680M)
ini memiliki ajaran yang sama dengan Mu’tazilah. Yaitu bahwa manusia mampu
mewujudkan tindakan atau perbuatannya sendiri. Tuhan tidak campur tangan dalam
perbuatan manusia itu, dan mereka menolak segala sesuatau terjadi karena qada
dan qadar. Ma’bad al-Juhany sebagai tokoh utama paham Qadariyah yang
menyebarkan paham Qadariyah di Irak ini juga berguru dengan Hasan al-Bashri
yang juga merupakan guru Washil bin Atha’ pendiri aliran Mu’tazilah.
Dari segi politik, Qadariyah merupakan tantangan
bagi dinasti Bani Umayyah, sebab dengan paham yang disebarluaskannya dapat
membangkitkan pemberontakan. Dengan paham itu maka setiap tindakan bani Umayyah
yang negatif, akan mendapat reaki keras dari masyarakat. Karena kehadiran
Qadariyah merupakan isyarat penentangan terhadap politik pemerintahan Bani
Umayyah, walaupun ditekan terus oleh pemerintahan tetapi ia tetap berkembang.
Paham ini tertampung dalam madzhab Mu’tazilah.
B.
Ajaran-Ajaran
Kaum Jabariyah dan Qadariyah
1. Ajaran-Ajaran Kaum Jabariyah
Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada
yang mengatakan bahwa kemunculannya diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing,
yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen bermazhab Yacobit.
Namun tanpa pengaruh asing itu, paham aljabar akan muncul juga dikalangan umat
islam dalam alquran sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham
ini, misalnya:
والله
خلقكم وما تعملون
Artinya:
Allah
menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat. ( Q.S. Ash-shaffat :96)
ما
كانوا ليؤمنوآ الا أن يشاء الله
Artinya:
Mereka
sebenarnya tidak percaya sekiranya Allah tidak menghendaki (Q.S. al-An’am :111)
وما
رميت اذ رميت ولكن الله رمى
Artinya:
Bukanlah
engkau yang melontar ketika melontar (musuh), tetapi Allahlah yang melontar
mereka (Q.S. Al-Anfal : 17)
وما
تشاءون إلا أن يشاء الله
Artinya:
Kamu
tidak menghendaki, kecuali Allah menghendakinya ( Q.S. Al-Insan :30)
Hal seperti yang diatas merupakan ajaran aliran
Jabariyah menurut dalil naqli, adapun ajarannya menurut dalil Aqli sebagai
berikut:
·
Makhluk
tidak boleh mempunyai sifat sama dengan sifat Tuhan, dan kalau itu
terjadi, berarti menyamakan Tuhan dengan makhluknya. Mereka menolak keadaan
Allah Maha Hidup dan Maha Mengetahui, namun ia mengakui keadaan Allah
Yang Maha Kuasa. Allah-lah yang berbuat dan menciptakan, oleh karena itu,
makhluk tidak mempunyai kekuasaan.
·
Manusia
tidak memiliki kekuasaan sedikitpun, manusia tidak dapat dikatakan mempunyai
kemampuan (Istitha`ah). Perbuatan yang tampaknya lahir dari manusia bukan
dari perbuatan manusia karena manusia tidak mempunyai kekuasaan, tidak
mempunyai keinginan dan tidak mempunyai pilihan antara memperbuat atau tidak
memperbuat. Semua perbuatan yang terjadi pada makhluk adalah perbuatan Allah
dan perbuatan itu disandarkan kepada makhluk hanya penyandaran majazi. Sama
seperti kata pohon berbuah, air mengalir, batu bergerak, matahari terbit dan
tenggelam dan biji-bijian tumbuh dan sebagainya
2.
Ajaran-Ajaran
Kaum Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian
tentang ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya.
Manusia sendirilah yang melakukan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan
manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas
kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup
mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk
melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun
berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang
diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di
akhirat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat, itu
didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu
sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan
tindakannya.
a. Q.S. Al-Kahfi: 29
“Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah
ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
b. Q.S. Al-Imran: 165
“Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),
padahal kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu
(pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan)
ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri".
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
c. Q.S. Ar-Ra'd:11
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri.”
d. Q.S. An-Nisa: 111
“Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka
Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri.”
Adapun ciri-ciri paham Qadariyah adalah:
·
Manusia
berkuasa penuh untuk menentukan nasib dan perbuatannya, maka perbuatan dan
nasib manusia itu dilakukan dan terjadi atas kehendak dirinya sendiri, tanpa
ada campur tangan Allah SWT.
·
Iman
adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan tidak mempengaruhi
iman. Artinya, orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi keimanannya.
·
Orang
yang sudah beriman tidak perlu tergesa-gesa menjalankan ibadah dan amal-amal
kebijakan lainnya.
C. Sekte-Sekte Beserta Doktrin Kaum Jabariyah
dan Qadariyah
1.
Sekte-Sekte
Beserta Doktrin Kaum Jabariyah
Dalam
aliran ini ajarannya dibedakan menjadi dua aliran, yaitu: Jabariyah ekstrim dan
moderat.
Pertama, aliran
ekstrim. Di antara tokoh adalah Jahm bin Shofwan dengan pendapatnya, bahwa
manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang
keterpaksaan ini lebih dikenal dibandingkan dengan pendapatnya tentang surga
dan neraka, konsep iman, kalam Tuhan, meniadakan sifat Tuhan, dan melihat Tuhan
di akherat. Surga dan neraka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah. Sedangkan
iman dalam pengertianya adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal
ini sama dengan konsep yang dikemukakan oleh kaum Murjiah. Kalam Tuhan adalah
makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia seperti berbicara,
mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan indera mata
di akhirat kelak. Aliran ini dikenal juga dengan nama
al-Jahmiyyah atau Jabariyah Khalisah.
Ja'ad bin Dirham, menjelaskan
tentang ajaran pokok dari Jabariyah adalah Al-quran dan Al-quran merupakan
makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada Allah. Allah
tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat
dan mendengar. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.
Dengan demikian ajaran
Jabariyah yang ekstrim mengatakan bahwa manusia lemah, tidak berdaya, terikat
dengan kekuasaan dan kehendak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas
sebagaimana dimiliki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan
manusia tidak boleh lepas dari skenario dan kehendak Allah. Segala akibat, baik
dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan
ketentuan Allah.
Kedua, ajaran
Jabariyah yang moderat adalah Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu
positif atau negatif, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang
diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Manusia juga tidak dipaksa, tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang
dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan
yang diciptakan tuhan. Tokoh yang berpaham seperti ini adalah Husain bin
Muhammad an-Najjar yang mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan
manusia, tetapi manusia mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatan itu dan Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi,
An-najar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat)
pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan. Sedangkan adh-Dhirar (tokoh
jabariyah moderat lainnya) berpendapat:
·
Satu
perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan
manusia tidak hanya ditimbukan oleh Tuhan tetapi juga oleh manusia itu sendiri.
·
Mengenai
ru’yat Tuhan di akhirat Dhirar mengatakan Tuhan dapat dilihat melalui indra
keenam, ia juga brpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah nabi adalah
ijtihad.
·
Tokoh-tokoh
aliran jabariah yaitu:
1.
Tokoh-Tokoh
Yang Ekstrem
a.
Jahm Ibn
Shufwan
Ia dikenal sebagai seorang budak yang telah
dimerdekakan dari Khurasan dan bermukim di Kuffah (Irak). Jahm terkenal sebagai
seorang yang pintar berbicara sehingga pendapatnya mudah diterima oleh orang
lain. Perlu dicatat bahwa Jahm juga mempunyai hubungan kerja dengan al-Harits
ibn Suriah yakni sebagai sekretaris yang menentang kepemimpinan Bani Umayyah di
Khurasan. Perlawanan Harits dapat dipatahkan dan akhirnya ia dijatuhi hukuman
mati pada tahun 128 H / 745 M. Sementara Jahm diperlakukan sebagai
tawanan yang pada akhirnya juga dibunuh. Pembunuhannya kurang lebih dua
tahun setelah kematian Harits yakni pada tahun747 M yang pada saat itu
memerintah adalah khalifah Marwan ibn Muhammad (744-750 M).
Pendapat beliau mengenai teologi, yakni:
1) Manusia
tidak mampu berbuat apa-apa
2) Surga
dan neraka tidak kekal
3) Iman
adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati
4) Kalam
Tuhan adalah makhluk
b.
Ja’ad Ibn
Dirham
Doktrin pokok Ja’ad secara umum sama dengan
pikiran Jahm, Al-Ghuraby menjelaskannya sebagai berikut:
1) Al-Quran
itu adalah makhluk.
2) Allah
tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk.
3) Manusia
terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
2.
Tokoh-Tokoh
Yang Moderat
a.
An-Najjar
Diantara
pendapatnya, yaitu :
1)
Tuhan
menciptakan segala segala perbuatan manusia, tetapi manusia bagian atau peran
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
2)
Tuhan
tidak dapat dilihat di akhirat.
b.
Adh-Dhirrar
Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan
An-Najjar. Mengenai rukyat Tuhan di akhirat, Dirrar mengatakan bahwa Tuhan
dapat dilihat di akhirat melalui indera keenam.
2.
Sekte-Sekte
Beserta Doktrin Kaum Jabariyah
Segala tingkah laku manusia dilakukan atas
kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat.
Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya
dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatannya.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi
ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat, itu berdasarkan pilihan
pribadinya sendiri, bukan akhir Tuhan. Sungguh tidak pantas, manusia menerima
siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan
kemampuannya sendiri.
Faham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah
dalam pengertian takdir yang umum di pakai bangsa Arab ketika itu, yaitu faham
yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam
perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di
tentukan sejak azali terhadap dirinya. Dalam faham Qadariyah, takdir itu
ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak
azali, yaitu hukum yang dalam istilah Al-quran adalah sunatullah.
Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah
memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak
dapat berubah lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan
oleh Tuhan tidak mempunyai sirip atau ikan yang mampu berenang dilautan lepas.
Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan. Seperti gajah yang mampu
membawa barang beratus kilogram, akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya
pikir yang kreatif.
Demikian pula anggota tubuh lainnya yang dapat
berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu, dengan daya pikir yang kreatif
dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil. Manusia dapat meniru apa yang
dimiliki ikan. Sehingga ia juga dapat berenang di laut lepas. Demikian juga
manusia yang dapat membuat benda lain yang bisa membantunya membawa barang
seberat barang yang dibawa gajah. Bahkan lebih dari itu, disinilah terlihat
semakin besar wilayah kebebasan yang dimiliki manusia.
Adapun
tokoh-tokohnya, yaitu:
a.
Ma’bad
Al-Juhani
Ia merupakan tokoh yang pertama kali memunculkan
paham Qadariyah dalam Islam bersama temannya Ghailan Al-Dimasyqi. Ma’bad
Al-Juhani adalah seorang tabi’in yang pernah belajar kepada Washil bin Atha’,
pendiri Mu’tazilah. Ada juga pendapat lain yang mengatakan bahwa sebenarnya
yang mengembangkan ajaran itu bukan Ma’bad Al-Juhani. Ada seorang penduduk
negeri Irak yang mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam. Setelah itu,
ia kembali ke Kristen lagi. Dari orang inilah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan
Al-Dimasyqi mengambil pemikirannya.
b.
Ghailan
ibn Muslim Al-Dimasyqi
Pada masa muda, ia pernah menjadi pengikut
al-Haris ibn Sa’id yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah taubat terhadap
pengertian pahamnya dihadapan khalifah Umar bin Abdul Aziz, namun setelah
khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat, ia kembali lagi terang-terangan dengan
madzhabnya.
Ghailan merupakan penduduk kota Damaskus yang
menyebarkan ajarannya secara terang-terangan pada masa pemerintahan khalifah
Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah. Dia mengirim sebuah pernyataan tentang
taqdir kepada khalifah dan sewaktu dihadapkan kepada khalifah, ia dengan nada
menantang meminta khalifah mendatangkan ahli debat. jika ia kalah maka ia siap
dibunuh, kemudian khalifah mengirim Al-Auza’iy. Karena ia tidak dapat menjawab
tiga pertanyaan yang dilontarkan oleh Al-Auza’iy, jadi ia dibunuh oleh Hisyam
bin Abdul Malik.
D.
Perbedaan dan Persamaan
Kaum Qadariyah dan Jabariyah
Perbedaan antara kedua aliran Qadariyah dan
Jabariyah adalah: aliran Qadariyah yang percaya bahwa segala tindakan manusia
tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang
adalah pencipta bagi segala perbuatannya, Ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk
melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat buruk maupun
berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang
diperbuatnya.
Sedangkan aliran Jabariyah ini berpendapat bahwa
segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar
Tuhan. Segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari
kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Adapun
persamaannya, Qadariyah dan Jabariyah ini adalah sama-sama aliran kepercayaan
(teologi) sesuai dengan konteks-politik yang terjadi.
BAB III
KESIMPULAN
Solusi terhadap pandangan
aliran Jabariyah dan Qadariyah yaitu bahwa manusia benar-benar memiliki
kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai pertanggungjawaban atas
keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada dasarnya merupakan
pemenuhan takdir yang telah ditentukan.
Dengan kata lain, kebebasan
berkehendak manusia tidak dapat tercapai tanpa campur tangan Allah, seperti
seseorang yang ingin membuat meja, kursi atau jendela tidak akan tercapai tanpa
adanya kayu sementara kayu tersebut yang membuat adalah Allah. Dalam masalah
Iman dan Kufur ajaran Jabariyah yang begitu lemah tetap bisa diberlakukan
seecara temporal, terutama dalam langkah awal menyampaikan dakwah Islam
sehingga dapat merangkul berbagai golongan Islam yang masih memerlukan
pengayoman. Disamping itu pendapat-pendapat Jabariyah sebenarnya didasarkan
karena kuatnya iman terhadap qudrat dan iradat Allah ditambah pula dengan sifat
wahdaniyat-Nya.
Sementara bagi Qadariyah
manusia adalah pelaku kebaikan dan juga keburukan, keimanan, kekufuran,
ketaatan, dan juga ketidaktaatan.
Sebagai penutup dalam makalah
ini, kedua aliran, baik Jabariyah maupun Qadariyah nampaknya memperlihatkan
paham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada Al-Qur’an.
Hal ini menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat dalam
Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
- A.Nasir, Sahilun. 1991.Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta : Rajawali Hartati. Ilmu Kalam
- Anwar, Rosihun, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia, 2006
- Daudy, Ahmad, Kuliah Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997
- Hadar [1]http://latenrilawa-transendent.blogspot.com/2010/04/silabi-ilmu-kalam-qadariyah-dan.html
- Halim, Arief. Aliran-aliran Ilmu Kalam dan Kontemporer (Sejarah Pemikiran Perkembangan). UMI Makassar: 2008
- http://motipasi.wordpress.com/2009/12/07/mazhab-khawarij-murjiah-jabariah-dan-qadariyah-dalam-ilmu-kalam/
- http://www.surgamakalah.com/2011/10/dalil-naqli-dan-aqli-landasan-jabariyah.html
- http://farida90.blogspot.com/2009/10/jabariyah-dan-qadariah.html
- iansyah, AB, pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Peikiran Islam, Banjarmasin: Antasari Press, 2008
- Nassution, Harun, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta: UI Press, 2008
- Razaq, Abdul dan Rasihan Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka setia, 2007
- http://ansarbinbarani.blogspot.co.id/2013/03/paham-jabariah-dan-qadariah-pak-mukrim.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar