BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Membaca
sejarah peradaban Islam maka kita akan di suguhi hal-hal yang menakjubkan, yang
mungkin saat ini tidak bisa kita lihat dan rasakan. Termasuk dalam hal
keteladanan dan keadilan kepemimpinan. Mungkin dari ribuan kisah peradaban emas
Islam salah satunya adalah kisah kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, kisah yang
tidak asing lagi di telinga kita sebagai umat Islam, karena sudah sering kali
guru, maupun ustadz kita menceritakan kisah keteladanan Umar bin Abdul Aziz.
Kisah yang sungguh abadi hingga saat ini, yang menjadi pelajaran mahal bagi
kita dan bangsa ini. Bagaimana tidak, Umar bin Abdul Aziz yang menjadi pemimpin
(khalifah) tidak lebih dari 3 tahun mampu berprestasi dan mentorehkan sejarah
emas umat Islam, ini terbukti ketika beliau menjadi khalifah tidak ada satupun
dari warga dan masyarakat saat itu yang mau menrima zakat karena mereka sudah
merasa cukup. Sungguh kisah yang hampir tidak kita temukan saat ini.
Dari
keteladanan Khalifah Umar bin Abdul Aziz banyak pelajaran mahal yang semestinya
menjadi bahan renungan kita. Tak cukup dari itu, tentunya kita berharap dan
dengan sekuat tenaga menghadirkan sosok–sosok seperti Umar bin Abdul Aziz ditengah-tengah
kehidupan kita saat ini yang tak karuan. Tentu ini bukanlah sesuatu yang
manjadi khayalan semata. Bagaimana keteladanan beliau dalam berkeluarga, bermasyarakat
maupun ketika menjadi pejabat negara. Ketika Umar mampu membawa perubahan di
tengah-tengah masyarakat kearah yang jauh lebih baik, seharusnya muncul
pertanyaan bagaimana itu mampu kita wujudkan dan kita hadirkan di peradaban
saat ini.
Pembahasan
Umar bin Abdul Aziz tentunya tidak bisa kita pisahkan dengan konsep dan sistem
yang beliau terapkan. Karena dua hal ini saling berkaitan dan tidak bisa di
pisahkan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keberkahan di masyarakat. Yaitu
antara amanahnya seorang pemimpin dan sistem yang di terapkan.
Sejarah
peradaban Islam akan banyak sekali memberi kita pelajaran dan cara pandang yang
beda khas tentang kehidupan dan mengatur kehidupan. Karena sistem yang baik
tidaklah lahir dari kebetulan tapi ini sebuah konsep yang utuh dan mendalam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana riwayat hidup Khalifah Umar bin Abdul Aziz?
2.
Bagaimana Masa Pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz?
3.
Bagaimana konsolidasi pada masa Khalifah Umar bin Abdul
Aziz?
4.
Bagaimana Pembaharuan Politik yang dilakukan Khalifah Umar
bin Abdul Aziz?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui riwayat hidup Khalifah Umar bin Abdul Aziz
2.
Mengetahui Masa Pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz
3.
Mengetahui konsolidasi pada masa Khalifah Umar bin Abdul
Aziz
4.
Mengetahui Pembaharuan Politik yang dilakukan Khalifah Umar
bin Abdul Aziz
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Singkat Umar bin Abdul Aziz
Khalifah Umar
bin Abdul Aziz adalah khalifah ke-8 setelah
Sulaiman bin Abdul Malik. Beliau dilahirkan di Hilwan tidak jauh dari Kairo,
pada tahun 63 H/683 M, ketika itu ayahnya adalah seorang gubernur di Mesir.
Tetapi menurut Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan bahwa Umar dilahirkan di Madinah.
Umar adalah putra dari Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam dan ibunya adalah Ummu
’Ashim binti ’Ashim bin Umar Bin Khaththab.[1]
Umar
hidup dalam keluarga yang terhormat dan kaya, segala fasilitas kemewahan hidup
melimpah. Selain itu Umar juga sangat terdidik keagamaannya karena bapaknya
adalah seorang yang berjiwa toleran dan dermawan yang sangat terkenal wara’ serta taqwanya dan senang duduk bersama para sahabat dan para perawi
hadits. Ibunya pun terkenal wanita yang berakhlak mulia, wara’ dan taqwa. Masa
kecil Umar banyak belajar bersama paman-pamannya di Madinah dan Umar kecil
telah hafal Al-Qur’an, disanalah ia banyak belajar ilmu sehingga menjadi faqih
dalam agama dan menjadi perawi hadits. Selain itu beliau juga tekun belajar
kesusasteraan dan syair. Pendidikan yang diperoleh dalam masa tersebut
mempunyai pengaruh besar terhadap sifat-sifatnya yang istimewa dan terpuji.
Selain itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga selama berabad-abad dikenal
dengan kesalehannya dan kezuhudannya. Oleh karena itu, ia dikenal sebagai
sufinya Dinasti Umayah.
Setelah
ayahnya wafat pada 85 H/704 M, Umar dibawa ke Damsik oleh pamannya yaitu
khalifah Abdul Malik bin Marwan Bin Hakam dan dikawinkan dengan putrinya yang
bernama Fatimah.[2]
Atas
sifat kearifan dan kelayakan yang dimiliki dan melekat dalam pribadi Umar bin
Abdul Aziz, maka pada masa khalifah Al Walid tahun 87 H/705 M beliau diangkat
menjadi gubernur Hijaz yang berpusat di Madinah.
Ketika Khalifah Al-Walid bermaksud hendak memecat
saudaranya, Sulaiman, dari posisi sebagai putera makhota dan menghendaki agar
puteranya dibai`at sebagai calon khalifah kelak sepeninggalnya, ternyata Umar
menolak Sulaiman dipecat dari posisinya sebagai putera mahkota yang telah
menjadi haknya untuk dibai`at.[3]
Setelah Al-Walid wafat, saudaranya, Sulaiman naik takhta
sesuai dengan wasiat ayah mereka, Abdul Malik. Menjelang Sulaiman wafat, ia tinggalkan
wasiat tertulis yang menetapkan Umar ibn Abd al-Aziz sebagai penggantinya.[4]
Khalifah Sulaiman dengan mantap telah mengangkat Umar ibn Abdul Aziz sebagai
putera mahkota sebagai balas jasa atas sikapnya yang telah berjasa membela
haknya dahulu, disamping karena akhlaknya yang mulia dan karakter lembut yang
dimilikinya.[5]
Semula Umar dengan tegas menolak jabatan kekhalifahan yang
ditunjuk oleh Sulaiman. Karena terus didesak kaum Muslim, akhirnya menerima
amanah umat tersebut yang menurutnya terasa tidak ringan itu. Buktinya, pada
umumnya seperti layaknya orang yang baru menerima anugrah jabatan, pasti
mengucapkan Alhamdulillah, justru
Umar sebaliknya. Ia mengucapkan inna
lillahi wa inna ilaihi raji`un, seperti orang yang seketika terkena
musibah.[6]
Umar menegaskan bahwa jabatan khalifah sama sekali tidak pernah dia minta dari
Allah. Umar juga menyatakan dirinya bukan yang terbaik di antara rakyatnya
melainkan hanya orang yang paling berat menanggung tanggung jawab ini.
B.
Masa Pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz dianggap sebagai seorang khalifah dari
para khalifah Bani Umayyah yang paling baik sejarah kehidupannya, paling bersih
kepribadiannya, paling terjaga lidahnya, paling giat menyebarkan dan menegakkan
agama. Kaum Muslimin menyamakan kepemimpinannya dengan kepemimpinan kakeknya,
Umar ibn Khattab, baik dalam keadilan maupun dalam kezuhudannya. Dari sinilah
awal sejarah perubahan kehidupan seorang Umar bin Abdul Aziz yang berubah 180%
dari kehidupan bayang-bayang Bani Umayyah. Beliau dapat menegakkan keadilan,
perdamaian dan kemakmuran keseluruh negeri. Beliau memegang kekhalifahan bani
Umayyah tidak begitu lama, hanya 2 tahun lima bulan mampu mengharumkan nama
Umayyah. Mulai dari awal beliau memerintah sampai akhir beliau menjabat selalu
dirindukan oleh umat.[7]
Khalifah Umar bin Abdul Aziz wafat di bulan Rajab (Februari) tahun 101 H/720 M.
Di rumahnya yang sederhana di ibukota kerajaan Islam, Damaskus, dalam usia 40
tahun dan berkuasa kurang lebih dua setengah tahun.
Beberapa ahli sejarang mengatakan bahwa sistem pemerintahan
yang dipakai oleh Khalifah Umar bin abdul Aziz termasyhur seperti halnya
pemeritahan orthodox[8]
yang dilakukan Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Beda dengan Khalifah-khalifah
sebelumnya yang menggunakan Monarchi Heridetis[9]
C.
Konsolidasi Khalifah Umar bin abdul Aziz
Dalam buku A Study of Islamic History (186:2009), Ali
menyebutkan bahwa karakter pemerintahan Umar II (Umar bin Abdul Aziz) diarahkan
pada kebijakan internal dalam negeri di mana hasilnya adalah luar biasa
mengagumkan. Ia memilih pemimpin-pemimpin baru di posisi paling penting bukan
karena ia memiliki partai atau mewakili golongan, tetapi karena pendirian dan
kejujurannya. Misalnya, di Spanyol ia menunjuk Samh Bin Malik, orang Yaman, dan
di Afrika ia menunjuk Ismail Bin Abdillah.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz menyadari dengan baik bahwa ia
adalah bagian dari masa lalu. Ia tidak mungkin sanggup melakukan perbaikan
dalam kehidupan negara yang luas kecuali kalau ia berani memulainya dari
dirinya sendiri, kemudian melanjutkannya pada keluarga intinya dan selanjutnya
pada keluarga istana yang lebih besar. Maka langkah pertama yang harus ia
lakukan adalah membersihkan dirinya sendiri, keluarga dan istana kerajaan.
Dengan tekad itulah ia memulai sebuah reformasi besar yang abadi dalam sejarah.
Setelah Khalifah Umar bin Abdul Aziz dibaiat menjadi
khalifah maka dilakukan pemakaman Khalifah Sulaiman, datanglah pada Khalifah
Umar kendaraan raja yang berupa unta tunggangan dan pengangkut barang yang
dipersembahkan, tapi oleh Umar hanya satu unta yang diambil dan yang lainnya
dijual hasilnya diserahkan ke Baitul Mal. Begitu juga dengan permadani, alas
kaki khalifah juga dijual untuk diberikan pada Baitul Mal.[10]
Pasca pengangkakan Umar bin Abdul Aziz beliau lebih dikenal dengan panggilan
Umar II, sementara Umar I adalah Umar bin Khattab.
Sebelumnya Umar II adalah sosok pemimpin yang terlahirkan di
istana dan tumbuh sebagai pangeran yang hidupnya serba mewah. Ia selalu menjadi
omongan orang karena kerapian, ketampanan, kewangian dan kegemerlapan
pakaiannya. Bahkan gayanya dalam berjalan yang begitu indah diikuti banyak
orang pula, konon beliau sering terlambat sholat karena pembantunya belum
selesai merapikan rambutnya. Yang lebih hebohnya, ia tidak mau memakai
pakaian lebih dari satu kali karena diangggapnya telah using. Tiba-tiba ia
meloncat pada tanjakan hidupnya, ia tinggalkan segala kemewahan dan
kemanjaanya. Menjadikan gaya hidupnya serta keluarganya yang sangat sederhana
menyamai rata-rata kehidupan masyarakatnya.[11] Umar
juga menyerahkan semua tanah dan harta yang dimiliki ke Baitul Mal karena
diyakini harta yang diwarisi tersebut bukan haknya tetapi hak rakyat. Begitu
juga sikap ini diberlakukan pada istrinya agar memilih untuk mengikuti jalan
Umar atau meninggalkannya untuk kembali pada keluarganya, karena Umar menyadari
bahwa istrinya adalah orang yang tidak pernah merasakan sengsara kekurangan
harta, akan tetapi Fatimah binti Malik memilih untuk tetap mendampingi suaminya
sampai akhir hayat. Sehingga harta yang ia miliki diserahkan ke Baitul Mal dan
tinggal menyisakan sekedarnya.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga menghindari makan makanan
yang lezat dan tidak mau dilayani, beliau melayani dirinya sendiri. Pakaian
yang ia pakai adalah pakaian yang sangat sederhana, Ibn ‘Abdil Hakam
meriwayatkan pakaian seharga 8 dirham itu masih sangat halus ini jauh sekali
sebelum Umar menjadi khalifah pakaiannya seharga 800 sampai 1000 dirham. Rambut
yang tadinya dipanjangkan dipotong dan Umar membasuh dirinya dari bekas-bekas
minyak wangi. Dijualnya semua pakaian dan wangi-wangian yang ada padanya dan
uangnya diserahkan ke Baitul Mal. Pola hidupnya berubah secara total, dari
seorang pencinta dunia menjadi seorang zahid yang hanya mencari kehidupan
akhirat yang abadi.
Umar tidak mau hidup di istana dia hanya menempati sebuah
rumah yang sederhana dekat sebuah masjid. Dari sikap Umar yang berubah sangat
jauh dari kebiasaannya selama ini dapat menunjukkan pada kita bahwa kebanyakan
pimpinan adalah miskin sebelum menjadi pemimpin dan menjadi kaya raya saat
memimpin dan ini tidak berlaku bagi Umar, dia kaya sebelum menjadi khalifah dan
miskin setelah menjadi khalifah.
D.
Pembaharuan Politik Khalifah Umar bin Abdul Aziz
Langkah pembersihan diri, keluarga dan istana ini telah
meyakinkan publik akan kuat political will untuk melakukan reformasi
dalam kehidupan bernegara. Umar seorang pemimpin telah menunjukkan tekadnya,
dan memberikan keteladanan yang begitu menakjubkan. Pembaharuan dalam masa
pemerintahannya penekanan bidang politik Umar adalah lebih kepada pembenahan
dalam negeri. Kegiatan peperangan dan penaklukan dihentikan. Semua pasukan yang
mengepung Konstantinopel ditarik begitu juga yang ada di kawasan bekas jajahan
Byzantium. Tujuannya adalah untuk mewujudkan keamanan serta memberi peluang
kepada para tentara untuk istirahat dan pulang bersama-sama keluarga mereka.
Umar lebih memilih damai dalam penyelesaian masalah. Dialog adalah salah satu
cara Umar untuk menghadapi musuh dalam negeri, hal ini dilakukan pada saat dia
berdialog dengan kaum Khawarij. Umar meyakinkan kaum khawarij dengan
dalil-dalil dan keterangan-keterangan yang dapat memuaskan hati mereka.
Maksudnya adalah mereka dapat menerima argumentasi yang disampaikan Umar,
sehingga pada masa ini tidak terjadi konflik yang menonjol dalam negeri.
Kebijakan Umar II dalam menata administrasi pemerintahan
terfokus pada dua hal, yaitu:[12]
1.
Memberikan jaminan keamanan bagi rakyat. Dengan mewujudkan
ketenangan dan keamanan, ia meninggalkan kebijakan-kebijakan para pendahulunya
yang berfokus pada perluasan wilayah dan penguasaan Negara.
2.
Demi mewujudkan keamanan dan ketertiban, baik pribadi maupun
pemerintah sama-sama berusaha bersikap netral dan berada di atas sekat-sekat golongan,
ras dan suku.
Sebagai Khalifah, Umar II
mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk mencurahkan tenaga untuk memperbaiki
dan mengatur urusan dalam negeri, antara lain: [13]
1.
Mengatur para penguasa dan pejabat Negara,
2.
Bersikap netral dan adil terhadap pemberian hak dan
kewajiban, baik pada orang arab atau orang non arab,
3.
Pencabutan pejabat yang tidak cakap, melakukan tindak
korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) atau tidak memihak pada kepentingan rakyat.
Mengatur para penguasa dan pejabat
daerah, bersikap netral dan para gubernur yang zhalim dan semena-mena dipecat
dan ia benar-benar memilih para gubernur atau pejabat yang dapat memegang
amanah. Bahkan Khalifah Umar memecat Jarrah bin Abdillah Al-Hukmi gubernur
Khurasan, gubernur yang ia pilih tetapi tidak dapat melaksankan tugas sesuai
harapannya. Jarrah bin Abdillah ketahuan memungut jizyah[14]
dari para muallaf. Pada masa ini tidak ada KKN karena Umar memilih pejabat
sesuai dengan kapabilitasnya. Untuk menghindari mereka dari khianat maka para
gubernur gajinya dinaikkan 3000 dinar.
Langkah selanjutnya yang dilakukan
adalah memantapkan sumber pendapatan negara melalui yang pertama mengandalkan pajak
tanah, pajak tanaman baik Muslim maupun non Muslim. Untuk pajak masa Umar tidak
membedakan Muslim ataupun non Muslim mereka sama-sama mempunyai kewajiban
pajak. Yang kedua membedakan antara pajak jizyah dan pajak kharaj. Pajak jizyah
dihapuskan bagi orang Muslim non Arab, ini menunjukkan pada kita bahwa Umar
telah menyamaratakan hak antara bangsa Arab dan non Arab yang hanya berpijak
pada kesamaan aqidah Islam, sehingga dengan sendirinya mawalli[15]
ini terhapus pada masanya.
Sebagai pendukung penghapusan
mawalli maka digalakanlah perkawinan antara Arab dan non Arab. Adapun untuk
pajak kharaj antara Muslim dan Muslim atau antara Arab dan non Arab sama. Zakat
juga dikenakan pada ummat Muslim saja. Yang ketiga adalah menghapus segala
perayaan (mahrajan) kebiasaan pesta
berfoya-foya dan pemberian hadiah ditiadakan karena hal ini termasuk pemborosan
dan menyalahgunakan harta rakyat.
Pertanian dan perhubungan pada masa
Umar juga diperhatikan. Hal ini dilakukan dengan memperbaiki dan menghidupkan
tanah-tanah yang tidak produktif, sebagai pendukung banyak digali sumur-sumur
baru. Untuk mewujudkan kepeduliannya terhadap transformasi maka dibangunlah
jalan-jalan dan penginapan untuk orang yang melakukan perjalan jauh. Dan tidak
ketinggalan pula banyak dibangun masjid-masjid tetapi Umar tidak mementingkan
segi keindahannya. Hal ini dilakukan Umar karena lebih mementingkan fakir
miskin yang sedang kelaparan daripada pembiayaan untuk memperindah
dinding-dinding dan perabot-perabot.
Keadaan perekonomian dimasa khalifah
Umar ini telah masuk kedalam taraf yang menakjubkan, semua literatur yang ada
pada kita menguatkan bahwa kemiskinan, kemelaratan dan kepapaan diatasi pada
masa ini. Boleh dikatakan mereka yang ingin mengeluarkan zakat sangat sukar
untuk memperoleh orang yang mau menerima.
Langkah yang telah dilakukan adalah
redistribusi kekayaan negara secara adil. Dengan melakukan restrukturisasi
organisasi negara, pemangkasan birokrasi[16],
penyederhanaan sistem administrasi, pada dasarnya Umar telah menghemat belanja
negara, dan pada waktu yang sama, mensosialisasikan semangat bisnis dan
kewirausahaan di tengah masyarakat. Dengan cara begitu Umar memperbesar
sumber-sumber pendapatan negara melalui zakat, pajak dan jizyah.
Dalam konsep distribusi zakat,
penetapan delapan objek penerima zakat atau mustahiq, sesungguhnya mempunyai
arti bahwa zakat adalah sebentuk subsidi langsung. Zakat harus mempunyai dampak
pemberdayaan kepada masyarakat yang berdaya beli rendah. Sehingga dengan
meningkatnya daya beli mereka, secara langsung zakat ikut merangsang tumbuhnya demand atau permintaan dari masyarakat,
yang selanjutnya mendorong meningkatnya suplai. Dengan meningkatnya konsumsi
masyarakat, maka produksi juga akan ikut meningkat. Jadi, pola distribusi zakat
bukan hanya berdampak pada hilangnya kemiskinan absolut, tapi juga dapat
menjadi faktor stimulan bagi pertumbuhan ekonomi di tingkat makro.
Itulah yang kemudian terjadi di masa
Khalifah Umar bin abdul Aziz. Jumlah pembayar zakat terus meningkat, sementara
jumlah penerima zakat terus berkurang, bahkan habis sama sekali. Para amil
zakat berkeliling di pelosok-pelosok Afrika untuk membagikan zakat, tapi tak
seorang pun yang mau menerima zakat. Artinya, para mustahiq zakat benar-benar
habis secara absolut. Sehingga negara mengalami surplus. Maka redistribusi
kekayaan negara selanjutnya diarahkan kepada subsidi pembayaran utang-utang
pribadi (swasta), dan subsidi sosial dalam bentuk pembiayaan kebutuhan dasar
yang sebenarnya tidak menjadi tanggungan negara, seperti biaya perkawinan.
Suatu saat akibat surplus yang berlebih, negara mengumumkan bahwa “negara akan menanggung seluruh biaya
pernikahan bagi setiap pemuda yang hendak menikah di usia muda.”
Yahya Ibn Sa’id membawakan suatu
riwayat: Umar Ibn Abdul ’Aziz telah mengutus aku ke Afrika Utara untuk
membagi-bagikan zakat penduduk di sana. Maka aku laksanakan perintah itu, lalu
aku cari orang-orang fakir miskin untuk kuberikan zakat pada mereka. Tetapi aku
tidak mendapatkan seorangpun juga dan kami tak menemukan orang yang mau
menerimanya. Umar benar-benar telah menjadikan rakyatnya kaya. Akhirnya kubeli
dengan zakat itu beberapa orang hamba sahaya yang kemudian kumerdekakan.
Ulama-ulama kita bahkan menyebut
Umar Bin Abdul Aziz sebagai pembaharu abad pertama hijriyah, bahkan juga
disebut sebagai Khulafaur Rasyidin kelima. Mungkin indikator kemakmuran yang
ada ketika itu tidak akan pernah terulang kembali, yaitu ketika para amil zakat
berkeliling di perkampungan-perkampungan Afrika, tapi mereka tidak menemukan
seseorang pun yang mau menerima zakat. Negara benar-benar mengalami surplus,
bahkan sampai ke tingkat dimana utang-utang pribadi dan biaya pernikahan warga
pun ditanggung oleh negara.
Perbaikan-perbaikan yang dilakukan
Umar juga meliputi dinas pos. Dinas pos tidak hanya berfungsi untuk membawa
berita-berita resmi gubernur dan pegawai-pegawai kepada khalifah saja, akan
tetapi juga untuk melayani kepentingan rakyat. Umar memerintahkan kepada
pegawai pos untuk menerima semua surat-surat yang diserahkan orang padanya
untuk disampaikan kepada yang berhak.
Adapun da’wah Islam yang dilakukan
Umar kepada golongan-golongan yang tidak Islam itu dengan menggunakan
hikmah-kebijaksaan serta pelajaran yang baik. Mengirim para guru-guru agama
kesegala negara dengan memilih tempat mana yang ia sukai. Bagi yang belum
memeluk Islam diberikan hak dan kebebasan beribadat. Ini menunjukkan toleransi
beragama telah ditanamkan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Dalam masalah agama beliau juga
sangat berjasa, terutama dalam penulisan hadis. Beliau memerintahkan kepada Abu
Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hajm (120 H), Gubernur Madinah untuk menuliskan
hadis yang ada dalam hafalan-hafalan penghafal hadis. Umar bin Abdul Aziz
menulis surat sebagai berikut:
“Periksalah hadits Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan tuliskanlah karena aku khawatir bahwa ilmu (hadits)
akan lenyap dengan meninggalnya ulama’ dan tolaklah hadis, selain dari Nabi
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, hendaklah hadis disebarkan dan diajarkan
dalam majelis-majelis sehingga orang-orang yang tidak mengetahui menjadi
mengetahuinya, sesungguhnya hadis itu tidak akan rusak sehingga disembunyikan
(oleh ahlinya).[17]
Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga
meniadakan kutukan kepada Ali bin Abu Thalib di atas mimbar-mimbar sedangkan
orang-orang Bani Umayah mencacinya. Hal ini tidaklah mengherankan, karena Umar
adalah seorang khalifah yang telah mengikuti jejak ayahnya, Abdul ’Aziz di
mesir. Diriwayatkan daripadanya, bahwa mendiang ayahnya ketika sampai pada
penyebutan Amirul Mukminin Ali suka gagap. Pada waktu itu Umar bertanya: Mengapa ayahanda bersikap demikian? Dia
menjawab: Wahai anaku! Ketahuilah,
sekiranya orang-orang awam mengetahui tentang Ali bin Abu Thalib seperti yang
kita ketahui, niscara mereka akan lari meninggalkan kita dan mereka pasti akan
menggabungkan diri pada anaknya. Oleh karena itu pada masa Umar bagian yang
digunakan untuk mencaci ini digantikan dengan ayat Al-Qur’an surat An-Nahl: 90
Umar juga mengeluarkan kebijakan
mengembalikan uang pensiunan anak-anak yatim yang ditinggalkan oleh orangtuanya
yang meninggal di medan perang. Pada awal pemerintahan Dinasti Umayah, banyak uang-uang pensiun para
pejuang Muslim yang gugur di medan pertempuran tidak diberikan kepada keluarga
mereka. Sehingga hal ini membuat para keluarga pejuang Muslim yang gugur,
terutama anak-anak yatim, merasa tidak puas.
Telah kita ketahui bahwa Umat II,
sebelum menjadi khalifah adalah orang yang paling kaya raya. Akan tetapi saat
beliau mau wafat, ia hanya menyisakan pakaiannya yang ia pakai dan 17 dinar
uang. Yang mana 17 dinar itu digunakan untuk perawatan jenazahnya; 5 dinar
untuk kain kafan, 2 dinar untuk tanah pekuburan, dan 10 dirham untuk dibagikan
kepada anak-anaknya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Demikian itulah keadaan peradaban
Islam pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang penuh dengan
kebijakan-kebijakan yang dapat mensejahterakan rakyat. Beliau adalah khalifah yang
dianggap datang tepat pada waktunya. Umar bin Abdul Aziz merupakan seorang
khalifah yang dilahirkan oleh orang-orang yang memang mempunyai sifat mulia
yang akhirnya bisa diturunkan pada khalifah tersebut ini.
Pada waktu terpilihnya beliau
menjadi khalifah sebagai pengganti khalifah sebelumnya pun sudah menunjukan
bahwa beliau sebenarnya tidak menginginkan jabatan yang amat berat itu. Tetapi
karena rasa tanggung jawabnya dan kebijakan-kebijakan serta sifat-sifat yang
mulialah beliau mampu mensejahterakan rakyatnya pada masa itu. Diantara kebijakan-kebijakannya
pada pemerintahannya yaitu beliau menempatkan orang-orang yang sesuai pada
jabatan-jabatan penting. Karena beliau lebih memperhatikan kebijakan dalam
negerilah yang akhirnya membuat pemerintahannya lebih menonjol.
Umar bin Abdul Aziz dianggap sebagai seorang khalifah dari
para khalifah Bani Umayyah yang paling baik sejarah kehidupannya, paling bersih
kepribadiannya, paling terjaga lidahnya, paling giat menyebarkan dan menegakkan
agama. Kaum Muslimin menyamakan kepemimpinannya dengan kepemimpinan kakeknya,
Umar ibn Khattab, baik dalam keadilan maupun dalam kezuhudannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hamed, Zaid Husen, Kehidupan
Para Kholifah Teladan, Jakarta: Pustaka Amani, 1995
Al-Madudi, Abdul A’la, Sejarah
Pembaharuan Dan Pembangunan Kembali Alam Pikiran Islam, 1985
Al-Hamid, Zaid Husain, Khulafa’ur
Rasul Khalid Muhammad Khalid, Jakarta: Pustaka Amani, 1995
Fa’al, Fahsin M. Sejarah
Kekuasaan islam, (Jakarta Barat: CV. Artha Rivera), 2008
Abdurrahman, Dudung, Sejarah
Peradaban Islam: Dari masa klasik sampai modern,Yogyakarta: LESFI, 2004
Supriadi, Dedi, Sejarah Peradaban
Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008
Firdaus, Kepemimpinan Khalifah
Umar Bin Abdul Aziz,Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003
Ahmad Syalabi, Sejarah Dan
Kebudayaan Islam 2, Jakarta: Al-Huzna Zikra, 1997
Affandi, Adang, Study Sejarah
Islam, Bandung: Putra A Bardim, 1999
Karim, M. Abdul , Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2009
Hasan,
Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2001
http://www.rangkumanmakalah.com/khalifah-umar-bin-abdul-aziz/
(diakses Kamis, 3 Maret 2016, jam 13:30 WIB)
https://amrikhan.wordpress.com/2012/07/27/eradaban-islam-pada-masa-umar-bin-abdul-aziz/ (diakses Kamis, 3 Maret 2016, jam
13:30 WIB)
http://rizasukasejarah.blogspot.co.id/2011/01/makalah-umar-bin-abdul-aziz-717-720.html
(diakses Kamis, 3 Maret 2016, jam 13:30 WIB
[4] M.Abdul Karim, Sejarah
Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009),
hlm. 122
[6] M.Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan
Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009), hlm. 123
[7] Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban
Islam: Dari masa klasik sampai modern, (Yogyakarta:Lesfi), hal.70
[8] System pemerintahan yang kolot,
berpegang pada ajaran yang lama. Lihat Pius Abdillah P, Kamus Ilmiyah
Populer Lengkap, 2009 hal.441.
[14] Pajak yang dipungut Negara dari Orang nonmuslim
[15] Membedakan dalam pemberian hak dan kewajiban
[16] Sistem pemerintahan yang dijalankan dengan aturan yang ketat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar