BAB I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang
Segala puji syukur kehadirat Allah
Tuhan Yang Maha Esa, dan segala Rahmat dan petunjukNya kita menikmati kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasar Pancasila dan Undang-Undang
1945, dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini semua berkat usaha
dan perjuangan yang gigih para pendahulu kita yang telah meletakkan dasar-dasar
Negara yang cerdas dan bijaksana.
Tentu kita tidak dapat membayangkan
bagaimana founding fathers dahulu, begitu tenang dan sangat teliti menyusun
rumusan dasar-dasar Negara. Dan Pancasila ketika ditetapkan sebagai way of life
bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara Republik, dengan Undang-Undang Dasar 1945,
bersifat religius dan universal.
Bahkan hingga sekarang justru Pancasila
tidak dapat dihindari sebagai magnit yang luar biasa untuk menjadi rujukan,
ketika bangsa ini terasa carut marut dalam berkehidupan bermasyarakat,
berbangsa, bernegara dan beragama. Begitu pula bangsa-bangsa di dunia pada
belajar terhadap kesaktian Pancasila yang secara biografis sangat syarat dengan
perbedaan. Baik ras, agama dan suku yang memiliki berbagai macam adat, bahasa
dan keyakinan.
Ternyata dengan keberadaan Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dan sebagai dasar Negara, sejak kemerdekaan
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, semakin menunjukkan bukti yang
tidak dapat dipungkiri oleh warga Negara Indonesia maupun warga Negara lain
bahwa Pancasila telah menjadi payung raksasa, yang dapat memberikan jaminan
rasa tenang dan aman dalam persatuan dan kesatuan, kerukunan antar umat bergama
dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila telah teruji melalui berbagai
seminar hukum dan dipandang dari berbagai segi baik filsafat dan agama serta
perjalanan sejarah bangsa, bahwa Pancasila sangat cocok sebagai ideologi bangsa
Indonesia. Dari bebagai ideologi politik dan paham agama, Pancasila dapat
menimbulkan kepribadian secara selaras, serasi dan seimbang dan tidak
bertentangan dengan hukum Tuhan dari berbagai keyakinan adat dan agama apapun
di dunia dan khususnya di Indonesia.
Karena itu Pancasila dari sudut
pandangan Islam, tidak ada lagi yang dapat menunjukkan adanya jurang pembeda.
Bahkan tidak ada sedikitpun Pancasila dengan 5 (lima) silanya dan ditambah
secara rinci butir-butir dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4) yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tahun 1978,
bertentangan dengan ajaran Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pandangan Islam terhadap Pancasila?
2.
Bagaimana
integritas sila-sila Pancasila dalam ayat-ayat Al-Qur’an
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui
bagaimana Pancasila dalam pandangan Islam
2.
Mengetahui ayat-ayat dalam Al-Qur’an
yang ada kaitannya dalam setiap sila dalam Pancasila
BAB II
Pembahasan
A.
Pandangan Islam
Terhadap Pancasila
Sejak terjadinya gerakan reformasi pada
Tahun 1998, Pancasila mengalami ujian berat khususnya dalam masalah nilai-nilai
yang terkandung didalamnya. Menurut pandangan Islam bahwa teori dan praktek
Demokrasi Pancasila hanya dapat diterima jika warna pencelupannya sesuai dengan
pencelupan Pancasila, yaitu menurut celupan Allah Subhanahu Wata’ala yang
ber-Ke Tuhanan Yang Maha Esa itu. Untuk mengenal celupan dari Allah Subhanahu
Wata’ala, orang bebas mempergunakan ilmu dari Barat-kah atau dari Timur-kah,
tetapi setiap teori tentang masyarakat, bangsa dan Negara, tentang kebudayaan
yang normatif, hukum dan kesusilaan, tentang agama dan filsafat, yang coraknya
datang dari jiwa Atheisme, Politheisme, Komunisme dan jiwa munafik wajib
ditolak seluruhnya, demikian menurut Prof. Dr. Hazairin SH. Dalam bukunya
Demokrasi Pancasila Th. 1985.
Ada 2 (dua) Pandangan Islam terhadap
Pancasila, yang perlu dan penting untuk disampaikan disini diantaranya adalah :
1.
Pancasila dan Piagam Jakarta dipandang dari
sudut Theologis.
Secara historis Pancasila dan Pembukaan dalam
Undang-Undang Dasar 1945, tidak dapat terlepas dengan keberadaan Piagam
Jakarta. Perbedaan satu-satunya antara Piagam Jakarta dan Pembukaan UUD 1945
Cuma terdiri dari yakni ”dengan kewajiban manjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya,” sedangkan kewajiban yang dimaksud itu dari aspek
theologis, sejak dahulu sampai sekarang telah dijalankan oleh umat Islam yang
ta’at kepada agamanya.
Negara Republik Indonesia yang berdasarkan ideologi Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945, menurut pandangan Islam mempunyai 2 (dua)
Kedaulatan, yaitu Kedaulatan Rakyat dan
Kedaulatan Tuhan.
a.
Kalau
Kedaulatan Rakyat, memiliki wujudnya Demokrasi Pancasila. Artinya
hubungan antar manusia sepenuhnya yang berhak mengatur dirinya. Dan sampai pada
menentukan suatu kekuasaan dalam sebuah Negara ditentukan oleh rakyat
(manusia). Karena ini menyangkut ’Hablum minan naas’, maka Nabi Muhammad
Rasulullah bersabda : ”antum a’lamu biumuuri dunyakum”, kamu lebih mengetahui urusan
duniamu”.
Meskipun urusan dunia yang dianggap lebih tahu adalah
manusia, bukan berarti mutlak dari manusia untuk manusia. Islam memberikan
kesempatan manusia untuk bersikap kritis. Bukan jatuh kepada paham liberalisme,
sekularisme, kapitaisme, atheisme, polytheisme, tetapi harus tetap pada paham
monotheisme, yaitu paham yang menganut kepada Tuhan yang satu, Ketuhanan Yang
Maha Esa sebagaimana sila pertama dalam Pancasila.
Pancasila adalah produk manusia/bangsa Indonesia yang
memiliki dasar negara yang ber-Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Dan sangat paham dalam
menghayati kehidupan warga bangsa yang plural (beraneka ragam suku dan agama).
Penghayatan itu diabadikan dalam lambang Garuda Pancasila yang dicengkeramkan
dengan kuat pada kata-kata ”Bhinneka Tunggal ika”. Semangat hidup dalam
perbedaan ras, agama dan suku, yang didasarkan pada modal kebesaran jiwa yang
ber-Tuhan, hendaknya mampu melahirkan jiwa ke-Esa-an atau ke-Ika-an dalam
kebhinekaan.
Menurut Prof. Dr. Mukti Ali MA. (yang dikenal Bapak
Perbandingan Agama Indonesia), bahwa sikap yang paling tepat untuk hidup di
Negara berdasarkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan
menerapkan prinsip ”agree undisgreement”, setuju dalam dalam ketidak setujuan. Adapun ayat
suci Al Qur’an surat Al Kafirun yang menyebutkan ”lakum diinukum waliya diin”,
untukmu agamamu, untukku agamaku.
Situasi terakhir masyarakat Indonesia telah mangalami
dekadensi moral Pancasila dan agama. Dimana-mana ternyata terjadi tawuran antar
warga. Adanya mudah marah kepada saudaranya sendiri, tidak lagi mengenal teman
sendiri, sesama warga bangsa, antar mahasiswa/pelajar, antar pemeluk agama,
seiman dan seagama. Perselisihan ini mulai antar sekolah/kampus, antar desa,
seasma korp pegawai bahkan sesama anngota Gedung DPR.
Peristiwa diatas menunjukkan bahwa doktrin Pancasila dan
Agama, sudah mulai luntur. Setidaknya ada 2 (dua) masalah besar bagi Bangsa dan
Negara dalam masalah ini.
1)
Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), dianggap tidak identik dengan Soeharto.
Sehinga apapun yang menjadi produk tatanan yang berasal dari pada zaman
kepemimpinan H. Muhammad Soeharto dianggap tidak benar, dan tidak dapat
dijadikan rujukan kebaikan dan kebenaran. Meskipun Pancasila yang dijabarkan
secara rinci dalam P4 masih banyak relevansinya dalam kehidupan sekarang.
2)
Menganggap
remeh program tentang Tri Kerukunan Hidup Umat Beragama. Hal ini disebabkan
adanya kelompok yang masih merasa dirugikan dan diuntungkan/belum menjadi
bagian dari tatanan hidup yang sangat tinggi nilainya, baik sebagai nilai
kebenaran Pancasila dan agama. Bahkan masih terjangkit adanya sindrom mayoritas
(yang mayoritas merasa terdesak dengan berkembangnya yang minoritas) dan
sindrom minoritas (yang minoritas merasa terinjak-injak haknya oleh yang mayoritas).
Kalau P4 dan Tri Kerukunan Hidup Umat Beragama yang
berdasarkan Pancasila yang merupakan konsep maju dan modern sebagai bangsa, dan
demi terwujudnya konsep ”Rahmatan Lil’alamin”, rahmat bagi seluruh alam, harus
dijadikan perhatian utama dalam mambangun karakter bangsa. Pemerintah dalam hal
ini harus tegas dan bijak.
Sebagaimana firman Allah ”Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang, maka
damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari dua golongan itu berbuat
aniaya terhadap golongan yang lain, maka perangilah golongan yang berbuat
aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu, dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat. (Al Qur’an surat Al Hujurat 9-10)
Pancasila yang hingga kini masih dipertanyakan sebagian
warga negara yang belum menghayati ”hubbul wathon minal iman”, cinta tanah air
itu sebagian daripada iman (Al Hadits). Sebagian warga Negara inilah yang perlu
mendapatkan perhatian khusus. Karena sesungguhnya merekalah yang sering
menimbulkan pemahaman-pemahaman yang selalu cenderung antagonistik
(pertentangan). Lebih daripada itu, mereka mengarah kepada anti kemapanan.
Tidak peduli Negara Pancasila dan agama, menjadi lahan untuk menyalurkan pikiran-pikiran
yang antagonistik itu.
Berdasarkan realitas sosial keagamaan diatas, maka
masalah besar tersebut harus cepat segera diatasi. Sayang jika bangsa ini
dibiarkan terlanjur masuk kejurang dekadensi moral, baik moral Pancasila (tidak
Pancasila) maupun moral agama (tidak agamis). Karena secara theologis bangsa
ini hampir mulai terjangkit mosi tidak percaya terhadap kebenaran Pancasila dan
Agama. Dan mulai melirik kepada kapitalisme, liberalisme, dan komunisme,
sebagai upaya mencari solusi daripada kebutuhan politik sekaligus agama.
b.
Sementara
kedaulatan Tuhan Allah SWT memiliki wujud dalam sila pertama dan utama dalam
Pancasila yaitu Ke Tuhanan Yang Maha Esa. Dalam Al
Qur’an surat Al Ikhlas ayat pertama dan seterusnya, jelas umat Islam secara
theology meyakini sebagai inti kekuatan ajaran Islam. Dan sebagai dogma teologi
yang tidak boleh diingkari ke-Esa-annya.
Begitu pula ketika bahwa Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia adalah tokoh-tokoh yang religius yang sangat paham dan sadar betul
bahwa kemerdekaan yang merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia adalah ”atas
berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa”.
Karena itu secara Theologis hendaknya di pahamkan bahwa
menjalankan kehidupan yang Pancasilais atau menjalankan Demokrasi Pancasila itu
syarat muatan amanah Allah. Manusia telah diberi amanah yang langsung bersumber
kepada Allah, ”Dan dialah yang menjadikan
kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan dia mengangkat (derajat) sebagian
kamu diatas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya
kepadamu” (surat Al’Anam 165).
Dengan demikian wajib bagi kita, baik sebagai warga
Negara biasa maupun yang menjalankan tugas Negara baik sipil maupun militer
menjalankan amanah itu dengan penuh dedikasi tanpa pamrih. Karena itu setiap langkah
dalam kehidupan, hendaknya disesuaikan dengan kehendak Allah Tuhan Yang Kuasa.
Dan selaras dengan itu wajiblah setiap sumpah jabatan disertai dengan ucapan
”Demi Allah” seperti yang telah dicontohkan dalam pasal UUD 1945.
2.
Pancasila dan
umat Islam dipandang dari sudut sosiologi agama.
Sudah menjadi takdir Ilahi bahwa manusia hidup
berkelompok dan salah satu kelompojk adalah kelompok bangsa. Sejak terjadinya
revolusi Perancis 1789, peran bangsa menjadi besar dalam kehidupan umat manusia
dengan terjadinya Negara-negara kebangsaan (nation states).
Negara kebangsaan menjadi subjek yang utama dalam
kehidupan Internasional. Maka secara sosiologis sebagai umat Islam kita
menganut persaudaraan Islam yang tak mengenal batas bangsa dan meliputi seluruh
umat manusia. Tetapi dipihak lain kita sebagai umat Islam juga menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari Negara dan Bangsa, dimana kita dilahirkan dan hidup
di Negara Pancasila yaitu Negara Indonesia.
Karena Islam itu memandang sangat strategis bahwa umat
Islam adalah menjadi bagian dari bangsa Indonesia, mempunyai kepentingan
besar atas kemajuan bangsa Indonesia. Sebab makin maju kesejahteraan hidup
bangsa Indonesia, makin sejahtera pula kehidupan umat Islam di Indonesia.
Karena umat Islam adalah mayoritas, maka keberhasilan pembangunan bangsa
Indonesia berarti keberhasilan umat Islam Indonesia.
Sebagai umat Islam yang memiliki keyakinan bahwa Islam
adalah ”rahmatan lil alamin”, rahmat bagi seluruh alam, maka umat Islam yang
merupakan bagian dari bangsa Indonesia harus menempatkan diri sebagai yang
terdepan sebagai patriot bangsa, pembela tanah air, mencintai tanah air, dan
bahkan komitmen terhadap pemimpin-pemimpin bangsa sebagai kholifah yang harus
pula di taati, selain Allah dan Rasulnya
Islam memandang hukumnya wajib menghargai, menghormati
dan mentaati siapapun pemimpin Negara Republik Indonesia. Demokrasi Pancasila
yang berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa, berarti pula Negara ini secara tidak
langsung berdasarkan sosiologi agama adalah pemerintahan yang didasarkan pada
syari’at agama dan masyarakat adalah masyarakat yang agamis (religius).
Sila-sila dalam Pancasila adalah jelas merupakan dasar-dasar yang tidak
bertentangan ajaran agama (Islam) bahkan sejalan dengan syari’at Islam.
Memandang dari sudut theology bahwa Ke Tuhanan Yang Maha
Esa diatas, para ulama menegaskan betapa pentingnya bangsa ini menumbuhkan
persaudaraan melaui ukhuwah wathoniyah (persaudaraan antar Negara), ukhuwah
bashoriah (persaudaraan antar warga negara), dan ukhuwah Islamiyah (persaudaraan
antar umat Islam). Persaudaraan ini sangat menjadi perhatian khusus oleh ajaran
Islam, demi terwujudnya persaudaraan menyeluruh bagi warga bangsa. Dan
pemerintah menyelaraskan hal ini melalui Kementrian Agama, telah merumuskan Tri
Kerukunan Hidup Umat Beragama, yaitu kerukunan antar agama dan pemerintah,
kerukunan antar agama dan kerukunan intern umat beragama.
Dalam kehidupan bangsa yang multi ras, agama dan suku,
maka rumusan Tri Kerukunan Umat Beragama menjadi sangat penting dan strategis
dalam upaya pemerintah menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa, sebagai wujud
dan bentuk Negara yang ber Ke Tuhanan dengan pemerintahan yang sangat memahami
bahwa bangsa lndonesia, masyarakatnya adalah masyarakat religius.
Secara sosiologis bahwa realitas masyarakat lndonesia,
penduduknya yang paling besar adalah umat lslam (mayoritas). Karena itu Negara
Republik lndonesia ini maju dan mundumya, secara tidak langsung telah menjadi
tugas dan tanggung jawab umat lslam. Peranan umat Islam sangat penting dan modal
besar bagi Negara untuk dijadikan modal dasar pembangunan.
Bahkan tidak mustahil bahwa kemajuan lndonesia dapat
menjadi inspirasi bagi perkembangan dan kemajuan umat lslam di Negara-negara
lain, Karena itu betapapun kemajuan yang dicapai oleh kalangan non lslam, itu
masih belum dapat membawa kemajuan bangsa lndonesia kalau umat lslam lndonesia
belum mencapai kemajuan hidup, Dengan menyadari existensinya sebagai umat
mayoritas, dan sebagai warga Negara yang ta'at pada Allah, Rasul-Nya dan
pemimpin pemerintahan, wajib hukumnya hubungan baik pemerintah dan umat lslam
harus tetap terpelihara dengan baik.
Bahkan mayoritas umat lslam mendukung Negara Pancasila
dan sedikit yang menginginkan berdirinya Negara lslam dan itupun dilakukan
dengan cara damai karena mereka tidak melawan otoritas pemegang kekuasaan
Negara melainkan dengan membangun 'masyarakat ideal’, yang diyakini sebagai
pelaksanaan konsep Negara dalam lslam
Meskipun Negara Pancasila bukan berarti Negara Agama,
sebaiknya pemerintah tetap selalu memperhatikan kepentingan mayoritas umat
lslam sebagai warga Negara. Jika pemerintah membuat Peraturan perundangan
hendaknya lebih memberikan peluang kepada fiqh lslam, yang menjadi landasan
hidup umat lslam sehari-hari, Harus disadari bahwa umat lslam dalam Negara
Pancasila tidak dapat mendirkan negara lslam, tetapi jika peraturan perundangan
tidak menantang arus fiqh lslam maka berarti tidak akan menghalangi bagi umat
lslam melaksanakan hukum lslam.
Pada akhirnya umat lslam memberikan legitimasi terhadap
Pancasila sebagai dasar Negara dan Negara memberikan legitimasi terhadap umat
lslam melaksanakan syari'at agamanya dalam kehidupan ber-Masyarakat, ber-Bangsa
dan ber-Negara, Dan secara sosiologis, hubungan ulama-ulama Islam dapat
berdampingan saling mengisi dalam membangun bangsa dan negara, sebaliknya
kehidupan mayoritas umat lslam dalam Negara Pancasila semakin memiliki peran
penting dalam pembangunan disegala bidang kehidupan, Sehingga keberhasilan
pembangunan bangsa dan Negara ini juga merupakan keberhasilan umat lslam.
B.
Integritas Sila-sila dalam Pancasila terhadap Ayat-ayat Al-Qur’an
Lima Sila (Panca Sila) telah
disebutkan dengan jelas dalam Naskah alinea
ke-4 preamble (Mukadimah) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945., dimana ia adalah amanat cita-cita mulia
dari para pendiri bangsa dalam membangun dasar sebuah nation
(negara) besar Ber-Bhinneka Tunggal Ika, “Berbeda-beda tetapi tetap satu”
yang sekarang kita kenal bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bagi kita sebagai orang Islam, jiwa
yang terkandung didalam Pancasila bukanlah sesuatu yang asing lagi, bukan pula
sesuatu yang merugikan apalagi hendak menghapuskan, karena apa yang telah disuarakan
Pancasila merupakan bagian dari nilai-nilai Universal Islam.
Nilai-nilai Pancasila itu terkandung di dalam ajaran indah Al-Qur’an.
Berikut adalah contoh penerapan
pancasila yang berkaitan dengan ayat-ayat dalam Al’Qur’an:
1.
Sila kesatu, Ketuhanan Yang Maha Esa
a.
“Tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.”
(Q.S. Asy-Syuura : 11)
b.
“Segala
puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi
Maha Mengetahui.” (Q.S. Saba’ : 1)
c.
“Dia-lah
Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang
gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “ (Q.S. Al-Hasyr : 22-24)
disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci, Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama Yang Paling baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. “ (Q.S. Al-Hasyr : 22-24)
d.
“Sesungguhnya
kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang
tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan
Yang Esa.”
(Q.S. Al-Ma’idah : 73)
e.
“Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat.” (Q.S. Al-Baqarah : 256)
2.
Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
a.
“Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.“ (Q.S. At-Tiin : 4)
b.
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan
dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.”
(Q.S. Al-Isra’ : 70)
c.
“Hai
orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain
(karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.“ (Q.S. Al-Hujurat : 11)
d.
“Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Ma’idah : 2)
e.
“Dan
mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan
orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk
mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak
pula (ucapan) terima kasih. “(Q.S. Al-Insan : 8-9)
3.
Sila ketiga, Persatuan Indonesia
a.
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di
sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “ (Q.S. Al-Hujurat : 13)
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. “ (Q.S. Al-Hujurat : 13)
b.
“Dan jika
ada dua golongan dari orang-orang mukmin berperang maka damaikanlah antara
keduanya. Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap
golongan yang lain maka perangilah golongan
yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. Al-Hujurat : 9)
yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. Al-Hujurat : 9)
c.
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. “(Q.S. Al- Al-Hujurat : 10)
d.
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. “(Q.S. An-Nisa : 59)
Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. “(Q.S. An-Nisa : 59)
4.
Sila keempat, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
a.
“Dan
(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan
salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan
mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. “(Q.S. Asy-Syura : 38)
b.
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah
dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu.” (Q.S.
Al-Mujadilah : 11)
c.
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan rahasia,
janganlah kamu membicarakan tentang membuat dosa, permusuhan dan durhaka kepada
Rasul. Dan bicarakanlah tentang membuat kebajikan dan takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah yang kepada-Nya kamu akan dikembalikan.” (Q.S. Al-Mujadilah : 9)
5.
Sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia
a.
“Dan Allah
melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi
orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka
kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu.
Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? “ (Q.S. An-Nahl : 71)
b.
“Sekali-kali
janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka
dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu
akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah
segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang
kamu kerjakan. “ (Q.S. Al-Imran : 180)
c.
“Dan
orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan,
dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara
yang demikian. “ (Q.S. Al-Furqan : 67)
d.
“Siapakah
yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan
melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh
pahala yang banyak, “ (Q.S. Al-Hadid : 11)
e.
“Dan pada
harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin
yang tidak mendapat bahagian. “ (Q.S. Adz-Dzariyat : 19)
f.
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi
makan orang miskin. “ (Q.S. Al-Ma’uun : 1-3)
BAB III
Kesimpulan
Berdasarkan uraian tentang Pancasila
menurut Pandangan lslam dari sudut Theologis dan Sosiologis, maka dapat ditarik
kesimpulan dalam 2 (dua ) hal, yaitu :
1.
Secara
theologis, bahwa sebagai warga bangsa harus menjunjung tinggi nilai-nilai
Pancasila dan nilai'nilai Agama. Pancasila yang memiliki sila pertama Ke
Tuhanan yang Maha Esa, telah memberikan arti secara theologies bagi pelaksanaan
sila-sila selanjutnya, Hal inidapat dimengerti bahwa setiap kebijakan yang
diambil oleh pemerintah dalam mengambil keputusan harus berdasarkan aspirasi
politik umat lslam yang mayoritas, khususnya mmperhatikan kehidupan umat lslam
yang melaksanakan syari’at agamanya' Sehingga kepentingan Negara dalam
melaksanakan pemerintahan dan pembangunan tidak bertentangan dengan kehendak
Allah Tuhan yang Maha Esa, yang secara syari'at menjadi keyakinan umat lslam.
2.
Negara
Pancasila telah memberikan legitimasi umat lslam dalam melaksanakan sysi'at
lslam, sebaliknya umat lslam telah meligitimasikan Pancasila sebagai dasar
Negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara, Karena itu
pancasila telah menjadi bagian dari nilai - nilai ajaran lslam yang sejalan
dengan kehidupan sehari-hari umat lslam' Karena itu Tri Kerukunan Hidup Umat
beragama perlu didukung sepenuhnya oleh warga bangsa, demi terwujudnya
persatuan dan kesatuan Negara Republik lndonesia, yang berdasarkan Ke-Tuhanan
Yang Esa dan berahklakul karimah.
Dan ada banyak sekali ayat-ayat
dalam Al-Qur’an yang erat kaitannya dalam setiap sila dalam Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA
- http://so45.blogspot.co.id/2011/09/pandangan-islam-terhadap-pancasila.html
- https://sinarislam.wordpress.com/2009/06/03/ayat-ayat-al-quran-mengenai-pancasila/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar